|
Uji coba vaksin China tahap kedua. (Foto: AP) |
BorneoTribun - Sebuah perkembangan baru datang dari China, melibatkan nasib para mahasiswa China yang belajar ke luar negeri. Pengembang obat China baru saja menawarkan vaksin percobaan untuk virus korona kepada mahasiswa yang pergi ke luar negeri dalam strategi -yang kata para ahli kesehatan- meningkatkan masalah keselamatan dan etika. Penggunaan vaksin ini pada mahasiswa mengundang pro dan kontra.
|
Sebuah tampilan menunjukkan produk vaksin Sinovac Biotech di Beijing, Cina, 24 September 2020. (Foto: REUTERS) |
Perusahaan China, National Biotech Group, memiliki dua kandidat vaksin dari lima pengembang China yang dalam tahap akhir uji klinis. Vaksin-vaksin itu adalah bagian dari perlombaan global untuk mengembangkan vaksin yang, jika berhasil, menawarkan potensi gengsi dan penjualan di seluruh dunia kepada industri China itu, yang masih baru.
Vaksin CNBG telah diberikan kepada pekerja medis dan karyawan perusahaan China yang dikirim ke luar negeri di bawah otorisasi darurat untuk orang-orang dalam kategori berisiko tinggi. Kini, CNBG menyatakan akan memberikan vaksin gratis kepada pelajar China yang belajar di luar negeri.
Terkait Vaksin Covid-19
Lebih dari 168 ribu orang mendaftar untuk menerima vaksin itu melalui survei online, dan lebih dari 91 ribu sedang dipertimbangkan, kata CNBG di situsnya. Laman itu telah dihapus pada hari Selasa (20/10).
Seorang mahasiswa yang akan pergi ke Inggris mengatakan ia mendaftar melalui tautan online setelah teman sekelasnya mengatakan mereka akan mendapat vaksin tersebut.
Mahasiswa itu, yang hanya mau disebut nama Inggrisnya, Sally, mengatakan ia pada bulan September mulai mendengar vaksin itu tersedia untuk orang-orang seperti dirinya. Ia mengatakan mahasiswa lain mengatakan ia mungkin perlu pergi ke Beijing, ibu kota China, atau Wuhan, tempat wabah itu muncul pada bulan Desember, untuk mendapat vaksin tersebut.
Terkait Vaksin Virus Corona:
Partai Komunis yang berkuasa menyatakan kemenangan atas wabah itu pada Maret menyusul tindakan anti-virus, mengisolasi kota-kota berpenduduk total 60 juta orang. China telah melaporkan 4.634 kematian dan 85.622 kasus yang dikonfirmasisi.
Jika berhasil, vaksin itu mungkin membantu melindungi mahasiswa yang pergi ke Eropa atau Amerika di mana pandemi masih berkecamuk, kata para ahli medis. Namun, mereka mengatakan pengembang perlu menjelaskan bahwa vaksin itu belum terbukti dan melacak apa yang terjadi pada orang yang menerimanya.
|
Sebuah stan yang menampilkan kandidat vaksin virus corona dari China National Biotech Group terlihat di Pameran Internasional China untuk Perdagangan Jasa 2020, menyusul wabah COVID-19, di Beijing, China, 5 September 2020. (Foto: Reuters) |
Jika tidak berhasil, maka "vaksin ini telah secara salah membuat orang merasa aman," kata Sridhar Venkatapuram, spesialis bioetika di Institut Kesehatan Global, King's College London.
Pengembang China telah mengumumkan rencana untuk menguji vaksin di Indonesia, Maroko, dan negara-negara lain. Namun pendekatan mereka juga telah menimbulkan kekhawatiran.
Papua Nugini membatalkan penerbangan yang membawa 180 pekerja tambang China pada Agustus setelah mereka mendapat vaksin dalam kemungkinan uji coba yang tidak sah. Pemerintah Papua menuntut penjelasan dari Beijing.
"Produsen berkewajiban untuk mendapatkan informasi lebih jauh" dari orang-orang yang menerima vaksin,” kata K. Arnold Chan, pakar regulasi obat dari Universitas Nasional Taiwan dalam email. Jika tidak dilakukan, maka "produsen itu tidak bertanggung jawab dan tidak mematuhi standar internasional," tulisnya.
Tidak jelas apakah mahasiswa China ditawari vaksin CNBG berdasarkan otorisasi darurat yang sama.
Badan yang mengawasi persetujuan obat dan vaksin, Badan Pengawas Produk Medis Nasional, tidak menanggapi pertanyaan yang dikirim melalui faks. CNBG tidak menanggapi permintaan untuk komentar.
Situs berita bisnis bernama Star Market Daily sebelumnya melaporkan siapa pun bisa mendaftar di laman CNBG untuk menerima vaksin itu. Juga disebutkan mahasiswa yang berencana belajar di luar negeri akan mendapat prioritas.
"Saat ini, sepertinya pelajar China yang pergi ke luar negeri berkeinginan kuat untuk mendapat vaksin itu," kata seorang pegawai CNBG seperti dikutip surat kabar milik pemerintah, The Paper, berdasarkan hasil survei pada September.
Namun, laporan terpisah oleh Health Times, surat kabar yang juga milik pemerintah, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya dari perusahaan itu, yang mengatakan bahwa tidak semua orang bisa mendaftar untuk menerima vaksin di Beijing atau Wuhan.
Tahap akhir uji klinis, yang dilakukan pada kelompok yang lebih besar, digunakan untuk menemukan efek samping yang jarang terjadi dan mempelajari keampuhan obat. Uji coba tahap pertama dan kedua dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu vaksin atau obat aman.
CNBG telah memberikan vaksin kepada 350 ribu orang di luar uji klinis, kata seorang eksekutif perusahaan pada bulan September. Sekitar 40 ribu orang mendaftar untuk uji coba-uji coba itu.
Menurut angka Kementerian Pendidikan, lebih dari 600 ribu mahasiswa China belajar di luar negeri sebelum pandemi. Mereka merupakan bagian besar dari badan pelajar asing di Amerika, Inggris, Australia, dan beberapa negara lain.
Universitas-universitas Barat "tidak melindungi mahasiswanya," kata Venkatapuram. "Perusahaan ini pada dasarnya menawarkan perlindungan kepada warganya yang pergi ke luar China. Idealnya, itulah yang seharusnya dilakukan oleh negara mana pun," tambah Venkatapuram. (VOA)