|
Seorang siswa memajang spanduk yang mendorong pengendara untuk memberikan suara pada sore hari pemilihan presiden di South Tucson, Arizona, AS, 3 November 2020. (Foto: REUTERS/Cheney Orr) |
BorneoTribun | Internasional - Para pemilih milenial dan Generasi Z ikut ambil bagian dalam jumlah rekor untuk pemilihan presiden 3 November, kata para ahli, melanjutkan tren peningkatan partisipasi mereka sejak pemilihan paruh waktu pada 2018.
“Banyak mahasiswa yang kembali ke kampung halaman mereka. Jadi, mereka lebih cenderung dapat memilih dengan mudah,” kata Josh Kutner, seorang mahasiswa tahun ke-empat di Universitas George Washington dan ketua Mahasiswa Republik di perguruan tinggi itu.
“Kampanye menjelang pemilu benar-benar mengharapkan kaum muda menjadi pemimpin dan membantu memperjuangkan nilai-nilai dan visi mereka untuk komunitas masing-masing. Jadi,menurut saya itu adalah peran yang cukup besar dalam melibatkan pemilih muda di seluruh negeri tahun ini.”
Direktur Pusat Informasi dan Penelitian tentang Civic Learning and Engagement (CIRCLE) Abby Kiesa mengatakan di antara hampir 240 juta pemilih yang memenuhi syarat di Amerika Serikat saat ini, sekitar 20 persen adalah usia 18 hingga 29 tahun yang dapat memberikan suara dalam pemilihan pada Selasa (3/11). CIRCLE adalah suatu kelompok pembelajaran dan keterlibatan warga negara di Universitas Tufts di Medford, Massachusetts.
|
Mahasiswa berkumpul di luar tempat pemungutan suara selama pemilihan di Durham, Durham County, North Carolina, AS, 3 November 2020. (Foto: REUTERS/Jonathan Drake) |
Dalam pemilihan kali ini, lebih dari tujuh juta anak muda telah memberikan suara lebih awal menurut hitungan terakhir, menurut CIRCLE. Jumlah pemilih muda di Florida, North Carolina, Minnesota, Pennsylvania dan Michigan telah melewati “margin kemenangan 2016 di setiap negara bagian,” kata situs web data-centric CIRCLE.
Pemilih muda termasuk milenial yang lahir antara 1985 dan 1995, dan Gen Z yang lahir pada 1996 dan setelahnya.
Di antara Gen Z (berusia 18 hingga 23 tahun), 61 persen mengatakan mereka memilih untuk Partai Demokrat. Di antara kelompok usia yang sama, 22 persen mengatakan mereka memilih Partai Republik, menurut laporan Mei 2020 dari Pew Research Center yang berbasis di Washington, D.C.
Pemungutan suara milenial hampir dua kali lipat antara 2014 dan 2018 menjadi 42 persen, menurut Richard Fry, pakar demografi di Pew Research Center.
Menggabungkan Gen Z dan Gen X, blok itu memberikan lebih banyak suara daripada Generasi Baby Boom dan generasi yang lebih tua pada pemilihan paruh waktu 2018 dan dalam pemilihan presiden 2016, menurut Pew Research Center. Populasi Gen X lahir antara 1965 dan 1980 dan sekarang berusia antara 40 dan 55 tahun. Generasi Baby Boom lahir antara tahun 1946 dan 1964.
“Kehadiran pemilih muda sangat penting dalam pemilu kali ini karena mereka adalah gelombang baru pemilih yang loyalitasnya diperebutkan oleh Partai Demokrat maupun PartaiRepublik,” tulis Samuel Kaufman, seorang siswa sekolah menengah di Texas, dalam email. Kaufman juga mencatat bahwa dia telah memberikan suara lebih awal.
“Pemilih generasi baru juga lebih toleran dan menerima hak-hak sipil, lebih dari generasi sebelumnya,” ujarnya. “Itu bisa mengantarkan era baru perubahan dramatis dengan suara mereka dalam pemilihan,” tambah Kaufman.
“Salah satu hal yang kami lihat pada tahun 2020 adalah bahwa kaum muda percaya pada kekuatan mereka sendiri,” kata Abby Kiesa dari Universitas Tufts.
“Kami juga melihat bahwa pandemi telah membantu banyak anak muda, hampir 45 persen, mengatakan bahwa keputusan yang dibuat oleh pejabat terpilih berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka, dan itu adalah pelajaran yang telah mereka ambil selama beberapa bulan terakhir sementara kami mengalami keadaan demikian,” tambah Kiesa.
|
Seorang petugas pemilu menangani surat suara saat penghitungan suara di State Farm Arena pada Kamis, 5 November 2020, di Atlanta. (Foto: AP/Brynn Anderson) |
Media sosial telah menjadi kunci untuk membangkitkan pemilih muda, kata Ben Kelley, seorang pemilih muda dari Illinois. Presiden Donald Trump “benar-benar presiden pertama yang terus-menerus terlibat dengan media sosial dan menggunakannya untuk mengomunikasikan pemikiran dan proposal kebijakannya,” kata Kelley, dan “di situlah para pemilih muda berada.”
Menurut Twitter, Trump memiliki 87,4 juta pengikut dan telah mencuit lebih dari 58.100 kali. Mantan Presiden Barack Obama memiliki 124,6 juta pengikut dan telah mecuit lebih dari 16 ribu kali.
Jordan Harzynski, mahasiswa baru di Universitas George Mason di Virginia, mengelola akun Instagram “youngvoters4joe” yang memiliki lebih dari 1.100 pengikut dan mempromosikan partisipasi pemilih muda untuk memilih jago Partai Demokrat dan mantan Wakil Presiden Joe Biden.
“Kami tidak bisa terus mencuit dan memposting di Instagram; kami harus melakukan pekerjaan yang sebenarnya,” kata Harzynski. “Saya telah melihat bahwa itu adalah masalah dengan kelompok saya. Orang suka menonton debat tetapi mereka tidak suka menelepon warga untuk diajak memilih. Kami harus melakukan panggilan telepon. Kami harus bekerja keras untuk memenangkan pemilihan ini,” tambah Harzynski. (VOA)