Berita Borneotribun.com: Kanker Serviks Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Kanker Serviks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kanker Serviks. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

Pemerintah Fokus Tangani Kanker Serviks di Indonesia

Pemerintah Fokus Tangani Kanker Serviks di Indonesia
Ilustrasi kanker seviks (ANTARA/Pexels/Anna Tarazevich)
JAKARTA - Kanker serviks menjadi sorotan utama pemerintah Indonesia dalam upaya menangani masalah kesehatan yang serius. 

Menurut data dari Indonesia Society of Gynecologic Oncology (INASGO) periode 2022-2023, kanker serviks mendominasi proporsi kasus kanker yang umum dijumpai, mencapai sekitar 62 persen.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Subspesialis Onkologi dari Rumah Sakit PELNI, Yuri Feharsal, menegaskan bahwa penanganan kanker serviks menjadi prioritas dalam eliminasi kanker di Indonesia. 

"Kanker serviks merupakan kanker yang paling umum di Indonesia, menyumbang sekitar 62 persen dari semua kasus kanker reproduksi yang terjadi."

"Sayangnya, mayoritas kasus ini terdeteksi pada stadium lanjut," ungkap Yuri dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu.

Biaya pengobatan kanker serviks cenderung meningkat karena proses pembedahan yang memakan waktu dan sumber daya yang besar, mulai dari peralatan medis hingga perawatan pascaoperasi. 

Pasien juga sering mengalami komplikasi jangka panjang yang memerlukan perawatan intensif, seperti masalah berkemih, yang pada akhirnya menimbulkan beban finansial yang signifikan bagi negara.

Meskipun kanker serviks merupakan jenis kanker organ reproduksi yang paling umum di Indonesia, kesadaran akan pentingnya pencegahan masih belum optimal. 

Banyak kasus kanker serviks terdeteksi pada stadium lanjut, yang membuat proses pengobatan menjadi lebih sulit dan meningkatkan risiko kekambuhan.

"Tata laksana kanker serviks di stadium lanjut umumnya melibatkan radioterapi dan kemoterapi, yang membutuhkan modalitas canggih dan meningkatkan biaya pengobatan secara signifikan," jelas Yuri.

Program pencegahan kanker serviks menjadi bagian integral dari rencana aksi nasional Kementerian Kesehatan dengan tujuan mempercepat eliminasi penyakit ini. 

Program ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pencegahan, edukasi, evaluasi program, penelitian, hingga pengelolaan kebijakan. 

Salah satu langkah yang direncanakan adalah integrasi program pencegahan kanker serviks ke dalam program kesehatan masyarakat yang telah ada.

Dengan upaya yang terkoordinasi dan konsisten, diharapkan penanganan kanker serviks dapat menjadi lebih efektif dan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Dokter Yuri Feharsal: Penanganan Tepat untuk Kanker Serviks

Dokter Yuri Feharsal: Penanganan Tepat untuk Kanker Serviks
Dokter Yuri Feharsal: Penanganan Tepat untuk Kanker Serviks. (Gambar Ilustrasi)
JAKARTA - Dokter spesialis kebidanan dan kandungan sub-spesialis onkologi dari Rumah Sakit PELNI, Yuri Feharsal, dalam sebuah wawancara kesehatan daring pada hari Sabtu, menyoroti pentingnya pencegahan dalam mengatasi kanker serviks. 

Yuri menegaskan bahwa perkembangan kanker serviks bisa dicegah dengan menghentikan perilaku berisiko dan menjalani tindakan penanganan tepat.

Menurutnya, kanker serviks berawal dari infeksi human papillomavirus (HPV) pada leher rahim yang sehat. 

"Kalau daya tahan tubuh dari perempuan itu bagus dan tidak merokok atau melakukan hal yang memicu perkembangan HPV, dalam satu tahun infeksi akan sembuh sendiri, sehingga menjadi normal kembali, (ada) clearance, atau HPV akan hilang dari leher rahim," kata Yuri.

Namun demikian, Yuri menjelaskan bahwa infeksi HPV dapat kembali terjadi pada individu yang rentan atau terpapar faktor risiko. 

Jika infeksi berulang, bisa terjadi persistensi infeksi yang menyebabkan infeksi HPV berubah menjadi lesi pra-kanker pada serviks.

Yuri menyoroti bahwa dalam beberapa kasus, lesi pra-kanker dapat mengalami regresi menjadi normal kembali jika perilaku berisiko dihentikan atau daya tahan tubuh kuat. 

Namun, jika lesi pra-kanker tidak ditangani dan infeksi HPV menjadi persisten, maka lesi tersebut dapat berkembang menjadi kanker yang menyebar.

Dokter Yuri mengungkapkan bahwa proses lesi berkembang menjadi kanker yang menyebar memerlukan waktu 10 hingga 20 tahun. 

Hal ini memberikan kesempatan untuk mencegah perkembangan kanker serviks ke tahap yang lebih parah dengan tindakan pencegahan tepat.

"Proses ini sebenarnya membutuhkan waktu 10-20 tahun, suatu proses yang cukup lama. Jadi mata rantai kanker bisa diputus. Karena dia membutuhkan waktu yang lama, sehingga kita bisa mencegah perkembangan kanker," ujar Yuri, menekankan urgensi tindakan pencegahan dalam menangani kanker serviks.

Rabu, 18 November 2020

Fokus Perangi Kanker Serviks, WHO Ingin Selamatkan 5 Juta Nyawa di 2050

Gedung Organisasi Kesehatan Dunia di Jenewa, 6 Februari 2020. (Foto: Reuters)
Gedung Organisasi Kesehatan Dunia di Jenewa, 6 Februari 2020. (Foto: Reuters)

Fokus Perangi Kanker Serviks, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) ingin menyelamatkan 5 Juta nyawa orang di 20250.


BorneoTribun | Internasional - Pihak WHO menargetkan kanker serviks untuk meminta semua negara bisa melakukan vaksinasi terhadap sembilan dari sepuluh anak perempuan yang masih berusia dibawah lima belas tahun.


Selain itu WHO juga meningkatkan skrining serta pengobatan perempuan agar dapat mengurangi infeksi hingga 40 persen dan menyelamatkan 5 juta nyawa pada tahun 2050.

Reuters, mengutip badan PBB itu, melaporkan kanker serviks adalah kanker yang bertengger di urutan keempat yang umum terjadi pada perempuan di dunia. Kanker yang sesungguhnya dapat dicegah itu, menyerang setidaknya 570 ribu perempuan setiap tahun dan merenggut 11 ribu nyawa.

Hampir semua kasus kanker serviks terkait dengan infeksi jenis human papillomavirus (HPV) yang ditularkan melalui kontak seksual. Angka infeksi terjadi dua kali lebih tinggi di negara berkembang dan angka kematian tiga kali lebih tinggi daripada di negara berpenghasilan tinggi.

“Jika kita tidak melakukan apa-apa dengan penyakit ini, jumlah kasus akan meningkat dan jumlah kematian juga akan meningkat 21 persen pada tahun 2030,” kata Dr. Putri Nothemba Simelela dari Afrika Selatan, Asisten Direktur Jenderal WHO, dalam jumpa pers.

Para menteri kesehatan dari 194 negara anggotanya pada pekan lalu mendukung strategi yang bertujuan menghilangkan kanker serviks, yang diluncurkan pada Selasa (17/11).

“Kami ingin negara-negara menargetkan 90 persen anak perempuan di bawah 15 tahun divaksinasi, 70 persen perempuan yang memenuhi syarat diidentifikasi dan dirawat, 90 persen perempuan dengan kanker invasif dirawat,” kata Simelela.

Dia mengatakan, beberapa laboratorium dan alat lain yang dikembangkan selama pandemi Covid-19 akan berguna untuk skrining kanker serviks, dan tes baru akan mempercepat hasil dan pengobatan.

“Dengan teknologi ini, kami bisa mendapatkan diagnosa dalam 20 menit dan perempuan tersebut dapat segera dirawat di tempat, sehingga memungkinkan untuk satu kali kunjungan dalam satu hari dan segera sembuh dari lesi pra kanker ini,” tambah Simelela. (VOA)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno