Berita Borneotribun.com: KKB Hari ini
Tampilkan postingan dengan label KKB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KKB. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Agustus 2024

KKB Papua Siap Bebaskan Pilot Selandia Baru Setelah Ditahan Setahun Lebih

KKB Papua Siap Bebaskan Pilot Selandia Baru Setelah Ditahan Setahun Lebih
Foto yang disebut TPNPB-OPM sebagai Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens dan pasukan. (Foto: TPNPB-OPM)
JAKARTA - Kabar menggembirakan datang dari Papua. Kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) akhirnya sepakat untuk membebaskan pilot asal Selandia Baru, Phillip Mehrtens, setelah ditahan lebih dari setahun. 

Rencana pembebasan ini disampaikan oleh juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, melalui pesan audio pada Sabtu (3/8).

Latar Belakang Penahanan

Phillip Mehrtens diculik pada 7 Februari 2023 oleh kelompok yang dipimpin oleh Egianus Kogoya. 

Saat itu, Mehrtens baru saja mendaratkan pesawat komersial kecil milik Susi Air di daerah pegunungan terpencil Nduga. 

Penahanan ini menjadi sorotan internasional, dan berbagai pihak mendesak pembebasan Mehrtens.

Rencana Pembebasan

Egianus Kogoya, pemimpin TPNPB, menyetujui pembebasan Mehrtens dengan alasan kemanusiaan. 

Meskipun demikian, proses pembebasan ini diperkirakan memakan waktu hingga dua bulan. 

Sebby Sambom menyatakan, “Panglima Egianus telah mengatakan dengan rendah hati, demi kemanusiaan, kami akan membebaskan pilot itu.”

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah berupaya melakukan dialog dengan para pemimpin agama dan masyarakat setempat untuk membebaskan Mehrtens. 

Upaya dialog dianggap lebih aman dibandingkan dengan operasi militer di daerah dataran tinggi Papua yang terjal dan berbahaya.

Respons Internasional

Selandia Baru, negara asal Mehrtens, telah mendesak agar pilot tersebut segera dibebaskan sejak setahun lalu. 

Tekanan internasional dan publik menjadi faktor pendorong bagi TPNPB untuk mempertimbangkan pembebasan ini.

Selama penahanan, kelompok separatis tersebut beberapa kali merilis video Mehrtens. Dalam salah satu video, Mehrtens terlihat memegang bendera Bintang Kejora, simbol yang dilarang di Indonesia, dikelilingi oleh para kombatan TPNPB. 

Video-video ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memediasi pembicaraan kemerdekaan Papua.

Situasi di Papua

KKB Papua Siap Bebaskan Pilot Selandia Baru Setelah Ditahan Setahun Lebih
Pria yang diidentifikasi sebagai Philip Mehrtens, pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru yang disandera kelompok separatis, tampak duduk bersama para kombatan di Papua, 6 Maret 2023. (Foto: TPNPB via REUTERS)
KKB Papua telah lama menjadi isu yang kompleks di Indonesia. Baku tembak berskala kecil namun mematikan terus terjadi di Papua Barat, wilayah yang kaya sumber daya alam. 

Kelompok separatis ini semakin sering melakukan serangan yang lebih fatal seiring dengan meningkatnya akses terhadap persenjataan yang lebih canggih.

Keputusan TPNPB untuk membebaskan Mehrtens diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk membuka dialog damai dan mengurangi ketegangan di Papua. 

Banyak pihak berharap situasi di Papua dapat diselesaikan dengan cara yang lebih manusiawi dan damai.

Selasa, 25 Mei 2021

Pengerahan Pasukan di Papua untuk 'Musnahkan' Pemberontak Bersenjata

Pengerahan Pasukan di Papua untuk 'Musnahkan' Pemberontak Bersenjata
Sejumlah tentara Indonesia yang dikerahkan untuk mengamankan malam Idulfitri di Timika, Papua, 12 Mei 2021. (Foto: Sevianto Pakiding/AFP)

BorneoTribun Jakarta -- Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan tindakan tegas aparat keamanan terhadap kelompok separatis bersenjata di Papua akan dipertahankan sampai mereka berhasil dimusnahkan.

Di tengah konflik yang memburuk, pemerintah telah mengerahkan sekitar 400 pasukan tambahan ke Papua menyusul pembunuhan Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha. 

Pemerintah juga melabeli kelompok separatis atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai "teroris" pada bulan lalu.

Diwawancarai oleh Reuters, Paulus Waterpauw, yang juga putra daerah Papua menegaskan pemerintah bertekad untuk menekan pemberontakan separatis bersenjata yang sudah berlangsung selama puluhan tahun di Papua, wilayah yang kaya sumber daya itu.

"Tujuannya adalah untuk memusnahkan mereka yang berada di balik tindakan kekerasan yang mengerikan ini," katanya. "Operasi ini akan terus berjalan sampai kami mendapatkan hasil yang maksimal. Selama mereka belum ditangkap, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk melumpuhkan dan menangkap mereka."

Paulus mencontohkan sejumlah aksi KKB tersebut, di antaranya pembantaian 19 pekerja pembangunan proyek Trans Papua pada Desember 2018; penghancuran sekolah dan klinik kesehatan; dan serangan terhadap warga sipil sebagai bagian dari "peristiwa brutal baru-baru ini" yang telah mendorong peningkatan jumlah pasukan TNI di wilayah tersebut.

Sebby Sambom, juru bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM), kelompok separatis utama di Papua, mengatakan ada "alasan yang masuk akal" di balik serangan kelompok itu.

"Target militer dan polisi tidak akan berhasil," tambahnya. "Setiap tahun akan ada kombatan baru. (Jumlah) Mereka akan bertambah, bukan berkurang."

Ia berdalih perjuangan mereka sah karena bekas penguasa kolonial Belanda menjanjikan daerah itu bisa merdeka sebelum dianeksasi oleh Indonesia pada 1963.

Indonesia menyatakan Papua sebagai wilayahnya setelah pemungutan suara pada 1969 yang diawasi oleh PBB yang mendukung integrasi Papua. Kelompok separatis mengatakan bahwa pemungutan suara, yang melibatkan sekitar 1.025 orang, tidak mencerminkan aspirasi mereka.

Paulus mengatakan kepada Reuters bahwa satuan tugas baru yang dibentuk untuk menangani kekerasan di Papua - yang dikenal sebagai Operasi Nemangkawi - memiliki dua tugas. 

Tugas tersebut adalah pengejaran dan penangkapan separatis bersenjata dan "pendekatan lunak" - pengembangan komunitas dan peningkatan pendampingan dengan kelompok agama dan komunitas.

Paulus mengatakan telah terjadi 26 serangan oleh kelompok separatis bersenjata pada tahun ini.

Dia mengatakan dua tentara disergap dan senjata mereka disita dan "mereka dipotong dan dimutilasi serta dibunuh." Dalam dua insiden lainnya pada Selasa (18/5), lima tentara terluka.

Pengamat dan analis hak asasi manusia mengatakan telah terjadi pelanggaran oleh kedua belah pihak.

"Kami terus menerima laporan yang dapat dipercaya tentang penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh militer dan polisi, termasuk pembunuhan di luar hukum, pelecehan, penangkapan sewenang-wenang dan penahanan penduduk asli Papua," kata Ravina Shamdasani, juru bicara Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, kepada Reuters bulan lalu.

Oleh: VOA

Sabtu, 08 Mei 2021

TNI Kerahkan 400 Tentara di Papua

Tentara berpatroli di jalan di Timika di Papua, 18 Juli 2009. (Foto: REUTERS/Muhammad Yamin)

BorneoTribun Jakarta -- Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Prantara Santosa, Kamis (6/5), mengatakan TNI telah mengerahkan 400 lebih tentara di Papua. Pengerahan itu terjadi ketika seorang pemimpin separatis dalam pengasingan memperingatkan bahwa TNI tampaknya akan melakukan operasi keamanan terbesar dalam beberapa dekade di daerah tersebut.

Pekan lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk menumpas kelompok-kelompok separatis setelah Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha ditembak mati dalam sebuah penyergapan.

Brigjen Prantara Santosa mengatakan TNI akan menerjunkan Batalyon 315/Garuda, yang mendapat julukan 'pasukan Setan' karena pernah mengambil bagian dalam konflik berdarah di Timor Leste. Batalyon itu dikirim setelah pembicaraan dengan kelompok separatis, gagal.

"Mereka hanya pasukan infanteri terlatih, bukan pasukan khusus," katanya, tanpa menyebutkan ke mana mereka akan dikirim. Ia menggambarkan penempatan mereka sebagai rotasi rutin.

Dilansir dari Reuters, Kamis (6/5), pengerahan tentara ke Papua dilakukan setelah pemerintah mengatakan kelompok separatis bersenjata Papua sebagai "teroris.” Kebijakan itu dinilai para aktivis dapat meningkatkan respons keamanan di wilayah tersebut.

Benny Wenda, seorang pemimpin kemerdekaan Papua Barat yang berbasis di Inggris, telah menyatakan bahwa dia memimpin pemerintahan sementara dari tempat pengasingan. Ia memperingatkan bahwa tampaknya Papua menghadapi operasi militer terbesar sejak tahun 1970-an.

"Internet terputus, ratusan tentara dikerahkan, dan kami menerima laporan bahwa warga sipil Papua Barat melarikan diri dari desa mereka," kata Wenda dalam sebuah pernyataan.

Aktivis hak asasi manusia mengatakan layanan internet telah terganggu di ibu kota provinsi, Jayapura, dan kota terdekat, Sentani,sejak 30 April.

Dedy Permadi, juru bicara Kementerian Perhubungan, Kamis (6/5), mengatakan layanan internet di Papua terganggu karena rusaknya kabel komunikasi bawah air.

Pemerintah sebelumnya pernah membatasi internet di Papua saat terjadinya peningkatan ketegangan politik, termasuk selama demonstrasi massal pada 2019. [ah/au/ft]

Oleh: VOA

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno