Berita Borneotribun.com: Jantung Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Jantung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jantung. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Juni 2024

Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan

Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan
Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Apakah Anda atau orang yang Anda kenal memiliki riwayat jantung dan berencana untuk terbang? Jangan khawatir! Menurut dr. Syougie Sp.KP, seorang dokter spesialis kedokteran penerbangan dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, pengidap penyakit jantung koroner dapat terbang dengan aman sebagai penumpang pesawat, dengan syarat mereka mengambil tindakan asesmen medis yang diperlukan.

Kapan Aman untuk Terbang Setelah Operasi Jantung?

Dr. Syougie menjelaskan, penumpang yang telah menjalani operasi jantung sebaiknya menunggu lebih dari 10 hari setelah operasi sebelum terbang. 

Mengapa demikian? Karena saat di ketinggian pesawat, udara akan mengembang, yang dapat berbahaya bagi kondisi jantung yang baru saja dioperasi. 

“Penumpang yang telah menjalani operasi jantung, kenapa baru boleh terbang kalau sudah selesai operasi lebih dari 10 hari? Karena saat di atas (ketinggian pesawat), udara akan mengembang dan itu berbahaya bagi jantungnya,” kata Syougie dalam seminar daring yang diadakan di Jakarta, Selasa lalu.

Kondisi Penerbangan yang Menantang bagi Pengidap Jantung

Penerbangan udara bukanlah kondisi yang ideal bagi sirkulasi tubuh kita. Tekanan dan konsentrasi oksigen yang menurun (hipoksia), suhu dan kelembaban udara rendah, serta ruang gerak yang terbatas bisa menjadi tantangan bagi pengidap jantung. 

Tekanan oksigen yang berkurang di kabin pesawat dapat menyebabkan ekspansi udara yang memperburuk kondisi jantung yang baru saja dioperasi.

Dehidrasi pada ketinggian tinggi juga dapat mempengaruhi tekanan darah, yang bisa memperburuk kondisi jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (CAD), atau aritmia. 

Selain itu, stres dari kecemasan perjalanan atau turbulensi dapat memperburuk hipertensi atau CAD.

Konsultasi Pra-Penerbangan: Langkah Penting Sebelum Terbang

Untuk memastikan keamanan perjalanan udara, sangat penting untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum terbang. 

Konsultasi ini bertujuan untuk menilai stabilitas kondisi tubuh dan mendiskusikan rekomendasi pra-penerbangan yang diperlukan. 

“Untuk persiapan penerbangan, dokter spesialis kedokteran penerbangan biasanya membutuhkan data terkait tipe dan durasi perjalanannya berapa lama, tujuan ke mana, atau kami nanti bisa melihat terkait kebutuhan khusus seperti apakah memerlukan kursi roda, oksigen, atau diet makanan yang khusus,” tambah Syougie.

Dengan demikian, dengan persiapan yang tepat dan konsultasi medis yang memadai, pengidap penyakit jantung koroner dengan riwayat jantung tetap bisa menikmati perjalanan udara dengan aman dan nyaman. 

Jangan lupa untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum merencanakan perjalanan Anda agar kesehatan tetap terjaga selama di udara!

Sabtu, 18 Mei 2024

Mitos Serangan Jantung Saat Berolahraga: Penjelasan dari Dokter Spesialis

Mitos Serangan Jantung Saat Berolahraga: Penjelasan dari Dokter Spesialis. (Gambar ilustrasi)
Mitos Serangan Jantung Saat Berolahraga: Penjelasan dari Dokter Spesialis. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Dr. Teuku Istia Muda Perdan, Sp.J.P, FIHA, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, mengungkapkan berbagai mitos yang beredar mengenai serangan jantung saat berolahraga. 

Dalam sebuah diskusi kesehatan yang diadakan secara daring pada Selasa, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa beberapa tindakan darurat yang sering dipercaya masyarakat justru tidak tepat.

"Mitos bahwa menepuk punggung atau menusuk jari dengan jarum untuk mengeluarkan darah bisa menolong orang yang mengalami serangan jantung adalah salah. Tindakan tersebut malah bisa memperlama waktu yang seharusnya digunakan untuk membawa pasien ke rumah sakit," jelas dokter yang akrab disapa Dani ini.

Dani juga menegaskan bahwa kepercayaan mengenai tangan dan kaki yang sering berkeringat sebagai tanda penyakit jantung adalah keliru. "Penyakit jantung tidak ada hubungannya dengan produksi keringat pada tangan dan kaki," ujarnya.

Selain itu, mitos lain yang menyebutkan bahwa mandi air dingin setelah berolahraga dapat menyebabkan serangan jantung juga dipatahkan oleh Dani. 

Meski demikian, ia memberikan catatan bagi mereka yang sudah diketahui memiliki penyakit jantung. 

"Orang dengan penyakit jantung disarankan untuk tidak langsung mandi air dingin setelah berolahraga agar tubuh tidak mengalami perubahan suhu yang drastis," katanya.

Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa perubahan suhu mendadak dapat memicu serangan jantung pada pasien dengan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah. 

"Setelah olahraga, pembuluh darah secara alami mengecil. Pada pasien dengan penyumbatan, perubahan suhu yang mendadak bisa memicu serangan. Jadi, ini harus diwaspadai," tambahnya.

Dr. Dani juga mengingatkan bahwa berolahraga tanpa pemanasan dan pendinginan serta dengan intensitas tinggi bisa meningkatkan risiko serangan jantung. 

"Terlalu semangat berolahraga dengan intensitas tinggi tanpa istirahat yang cukup, lupa melakukan pemanasan, dan pendinginan, terutama dalam olahraga yang bersifat permainan seperti futsal atau badminton, memiliki risikonya sendiri," jelasnya.

Namun, Dani menekankan bahwa penderita penyakit jantung tetap disarankan untuk berolahraga guna melatih otot jantung dan memperlancar sirkulasi darah. 

"Olahraga yang aman bagi penderita penyakit jantung adalah olahraga dengan dampak rendah seperti bersepeda, joging, berenang, atau senam aerobik. Kombinasi yang lengkap seperti kardio, angkat beban, dan olahraga pernapasan seperti yoga sangat dianjurkan," pungkasnya.

Dengan demikian, masyarakat diharapkan lebih memahami fakta sebenarnya mengenai serangan jantung dan olahraga, serta menerapkan tindakan yang tepat dan aman dalam kehidupan sehari-hari.

Selasa, 08 November 2022

Waspada Gagal Jantung Jika Sesak Nafas Disertai Mudah Lelah

Waspada Gagal Jantung Jika Sesak Nafas Disertai Mudah Lelah
Tangkapan layar Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Kardiovaskular RSCM Birry   dalam Webinar HUT 103 RSCM yang ditayangkan melalui YouTube RSCM, Selasa (8/11/2022). (ANTARA/YouTube RSCM)
Jakarta - Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Kardiovaskular RSCM Birry mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai penyakit gagal jantung jika mengalami sesak nafas dan mudah lelah saat melakukan aktivitas ringan.

“Gejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah sesak nafas atau intoleransi terhadap aktivitas yang dilakukan atau gampang capek dan gampang lelah,” katanya dalam Webinar HUT 103 RSCM yang ditayangkan melalui YouTube RSCM, Selasa.

Birry menuturkan sesak nafas dengan keluhan mudah lelah merupakan gejala khas dari penyakit gagal jantung.

Hal tersebut lantaran jantung tidak cukup kuat untuk memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan sehingga jantung bekerja lebih berat lagi hanya untuk mencukupi kebutuhan.

 hal itu, membuat beban jantung tambah berat dan tentu akan mengeluarkan beberapa keluhan yang khas sekali untuk pasien gagal jantung, katanya.

“Gagal jantung ini memang suatu problem yang memengaruhi kualitas hidup Sehingga banyak pasien yang mengalami keterbatasan aktivitas karena mengeluh gampang lelah atau gampang capek atau penurunannya toleransi terhadap suatu tindakan atau aktivitas,” ucapnya.

Namun, lanjutnya, sesak nafas juga bisa disebabkan oleh kegiatan organ lain yang bisa memberi tampilan klinis atau persepsi awal seperti halnya gagal jantung.

Beberapa diantaranya adalah sesak nafas karena masalah paru-paru, asam lambung, gerd dan penyebab lain. Oleh karena itu, sesak nafas menjadi pintu masuk bagi dokter untuk memastikan apakah pasien sesak nafas akibat gagal jantung atau faktor lainnya.

“Harus disikapi secara tepat. Jangan sampai kita memberikan treatment atau edukasi yang salah karena ternyata pasiennya itu tidak gagal jantung atau jantung tapi kita menduganya hal yang berbeda. Atau sebaliknya, tidak sadar bahwa itu gagal jantung,” tuturnya.

Terkait penyebab terjadinya gagal jantung, Birry menyampaikan bahwa 80 persen penyebab gagal jantung adalah penyakit jantung koroner yang diakibatkan oleh masalah metabolik tak terkontrol sebelumnya.

Masalah metabolik tersebut bisa berupa kencing manis, darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyebab-penyebabnya lain yang menyebabkan terjadi penyempitan pembuluh darah dan menjadi penyakit jantung koroner.

Penyebab lainnya adalah faktor genetik berupa kerusakan pompa jantung yang membuat jantung bengkak atau membesarnya ukuran jantun. Selain juga akibat adanya infeksi COVID-19, dan hypertensive heart disease.

“Jadi memang kalau ditanya penyebabnya beragam cuma paling banyak karena penyempitan,” sebutnya.

Oleh karena itu, Birry mengajak masyarakat untuk mengendalikan semua faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung.

Ia meminta masyarakat waspada terhadap penyakit  diabetes, kadar kolesterol tinggi dan menjauhi rokok.

 Kemudian, istirahat yang cukup, memerhatikan gizi seimbang dengan menjaga pola makan yang memenuhi sayuran hingga protein, membatasi garam, dan melakukan aktivitas fisik secara rutin.

Sedangkan bagi yang sudah terlanjur terdiagnosis gagal jantung, kenali gejala gagal jantung dan jangan sampai tertunda memeriksakan diri karena abai terhadap kondisi kesehatan diri atau keluarga, terutama jika sudah mengalami sesak nafas.
 
“Jangan lupa minum obat teratur karena obat-obatan diprogram oleh dokter tujuannya adalah untuk mengontrol gejala. Jangan sampai bapak ibu yang menderita jantung harus masuk rumah sakit secara berulang kali. Ketiga, batasi cairan dan batasi garam untuk menghindari jangan sampai terjadi kelebihan cairan,” jelas Birry.

Oleh : Kuntum Khaira Riswan/Antara
Editor : Yakop

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno