Berita Borneotribun.com: Haji Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Haji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Haji. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Januari 2023

Menteri Agama Usulkan Biaya Haji Menjadi Rp69 Juta per Jemaah

Menteri Agama Usulkan Biaya Haji Menjadi Rp69 Juta per Jemaah
Menteri Agama Usulkan Biaya Haji Menjadi Rp69 Juta per Jemaah.
Jakarta — Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M sebesar Rp.69.193.733 per Jemaah.

Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp.98.893.909.

Usulan ini disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan paparan pada Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR.

Raker ini membahas agenda persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.

Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888.

Namun, secara komposisi, ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).

Menurut Menag, BPIH 2022, sebesar Rp98.379.021 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009 (40,54%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012 (59,46%).

Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175 (30%).

Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar:

1) Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784

2) Akomodasi Makkah Rp18.768.000

3) Akomodasi Madinah Rp5.601.840

4) Living Cost Rp4.080.000

5) Visa Rp1.224.000

6) Paket Layanan Masyair Rp5.540.109,60

“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” kata Yaqut Cholil Qoumas di DPR, Kamis (19/1/2023).

Kebijakan formulasi komponen BPIH tersebut, ujar Menag, diambil dalam rangka menyeimbangkan antara besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH di masa yang akan datang.

Menurut Menag, pembebanan Bipih harus menjaga prinsip istitha’ah dan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun berikutnya.

“Itu usulan pemerintah. Menurut kami, itu yang paling logis untuk menjaga supaya yang ada di BPKH itu tidak tergerus, ya dengan komposisi seperti itu."

"Jadi dana manfaat itu dikurangi, tinggal 30%, sementara yang 70% menjadi tanggung jawab jemaah,” urai Yaqut Cholil Qoumas.

“Selain untuk menjaga itu (BPKH), yang kedua ini juga soal istitha’ah, kemampuan menjalankan ibadah. Kan, ada syarat jika mampu. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu,” sambung Gus Men, panggilan akrabnya.

Setelah menyampaikan usulan, kata Gus Men, Kemenag selanjutnya akan menunggu pembahasan di tingkat Panitia Kerja BPIH yang dibentuk Komisi VIII DPR.

“Ini baru usulan, berapa biaya yang nanti disepakati, tergantung pembicaraan di Panja,” Yaqut Cholil Qoumas. (*)

Senin, 01 Agustus 2022

81 haji yang wafat sebagian besar karena penyakit cardiovascular

Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah Muhammad Imran. ANTARA/Desi Purnamawati
Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah Muhammad Imran. ANTARA/Desi Purnamawati

BORNEOTRIBUN, MEKKAH - Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah mencatat bahwa dari 81 haji yang meninggal dunia, sebagian besar disebabkan oleh penyakit cardiovascular.

"Penyebab terbesar jamaah meninggal adalah cardiovascular," kata Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah Muhammad Imran di Mekkah, Minggu.

Dari 81 haji yang meninggal, sebanyak 45 disebabkan oleh cardiovascular, 15 orang syok atau penyebab lainnya, dan 21 karena penyakit terkait pernapasan.

Lebih lanjut Imran mengatakan meninggalnya jamaah itu setelah puncak haji di Arafah, Muzdhalifah, dan Mina (Armuzna) meningkat karena dipicu kelelahan.

"Memang lebih tinggi dari sebelum Armuzna disebabkan karena kelelahan yang cukup tinggi terutama pada saat Armuzna sehingga menyebabkan jamaah yang punya komorbid terkontrol karena kelelahan harus menjalani perawatan di RS termasuk KKHI," tambah dia.

Bisa dikatakan, lanjut Imran bahwa kematian jamaah haji karena kelelahan dan dehidrasi.

Sebab, cardiovascular bukan hanya karena seseorang punya penyakit komorbid, seperti jantung, diabetes, dan hipertensi, melainkan bisa juga tanpa komorbid tapi karena kelelahan dan juga mungkin usia sehingga mudah terkena serangan jantung.

Sebelumnya Pusat Kesehatan Haji menargetkan penurunan angka kematian jamaah haji Indonesia di bawah dua per mil.

Lebih lanjut dia mengatakan saat ini sebanyak 23 haji dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi dan 10 orang dirawat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah. (ANTARA)

Minggu, 18 Juli 2021

60.000 Muslim di Arab Saudi Diizinkan Menunaikan Ibadah Haji Tahun ini

60.000 Muslim di Arab Saudi Diizinkan Menunaikan Ibadah Haji Tahun ini
60.000 Muslim di Arab Saudi Diizinkan Menunaikan Ibadah Haji Tahun ini. 

BORNEO TRIBUN INTERNASIONAL -- Hingga 60.000 Muslim yang tinggal di Arab Saudi diizinkan menunaikan ibadah haji tahun ini, menuai kecemburuan dan ketakjuban jutaan jemaah internasional yang untuk kedua kalinya dilarang karena pandemi virus corona.

Melalui sistem pemilihan online, mereka dipilih dari lebih 558.000 yang mendaftar, semua warga negara atau penduduk kerajaan itu. Di antara yang terpilih adalah Ameen, usia 58 tahun, kontraktor minyak India yang berbasis di Dammam.

Ia terpilih bersama istri dan tiga anaknya yang sudah dewasa. 

"Kami sangat senang," kata Ameen, yang hanya menyebut nama depannya. 

"Begitu banyak teman dan kerabat kami ditolak," katanya kepada kantor berita AFP.

Jemaah yang dipilih berasal dari 150 negara, umumnya baru pertama kali menunaikan haji. 

"Saya merasa seperti menang lotre," kata Mohammed El Eter, apoteker asal Mesir, setelah terpilih. "Ini adalah momen spesial dan tak terlupakan dalam hidup seseorang. Saya berterima kasih kepada Allah atas kesempatan ini, terpilih dari banyak orang yang melamar," kata pria berusia 31 tahun itu kepada AFP. 

Rangkaian haji selama lima hari dimulai Sabtu (17/7), terbatas untuk penduduk kerajaan itu yang telah divaksinasi penuh dan berusia 18-65 tahun tanpa penyakit kronis, kata kementerian haji, yang menerima banyak pertanyaan sedih di Twitter dari pelamar yang ditolak tentang lotere pemerintah yang dikontrol ketat. [ka/ah]

VOA

Minggu, 13 Juni 2021

Saudi Batasi Haji Hanya untuk Domestik dan Ekspatriat, Menag: Kita Fokus Persiapkan Haji 1443 H

Saudi Batasi Haji Hanya untuk Domestik dan Ekspatriat, Menag: Kita Fokus Persiapkan Haji 1443 H
Menag Yaqut Cholil Qoumas (Foto: Dokumentasi Humas Setkab)

BORNEOTRIBUN JAKARTA -- Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji untuk tahun ini 1442 H/2021 M. Kesehatan dan keselamatan jemaah di masa pandemi menjadi pertimbangan diambilnya keputusan tersebut. Selanjutnya, seperti disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, pemerintah akan fokus pada persiapan penyelenggaraan haji tahun mendatang.

“Kita sekarang akan fokus pada persiapan penyelenggaraan haji 1443 H. Pemerintah Indonesia akan secara aktif dan lebih dini melakukan komunikasi dengan Pemerintah Saudi untuk mempersiapkan pelaksanaan haji jika tahun 2022 ibadah haji dibuka kembali,” ujar Menag, di Jakarta, Sabtu (12/06/2021).

Terkait penyelenggaraan ibadah haji 1442 H, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga telah mengumumkan bahwa skema haji 1442 H/2021 M hanya untuk warga negara Saudi dan warga asing (ekspatriat) yang saat ini tinggal di sana.

“Pemerintah Saudi mengumumkan haji hanya dibuka untuk domestik dan ekspatriat saja. Dengan menimbang keselamatan dan keamanan jemaah dari ancaman COVID-19 yang belum reda. Sebagaimana Pemerintah RI, keselamatan dan keamanan jemaah, selalu menjadi pertimbangan utama,” ujar Menag.

“Jumlah kuota ditetapkan 60 ribu, ini jauh lebih banyak dibanding tahun lalu,” sambungnya.

Menag mengapresiasi Kerajaan Saudi Arabia yang akhirnya menyampaikan keputusan resmi terkait penyelenggaraan haji 2021. Keputusan ini menjadi pedoman yang jelas bagi umat muslim seluruh dunia, tidak hanya Indonesia, dalam konteks penyelenggaraan haji 1442 H.

“Keputusan ini menunjukkan Saudi menomorsatukan aspek keselamatan dan kesehatan jiwa jemaah. Dengan pembatasan ini, maka protokol kesehatan akan tetap bisa berjalan dengan baik sekaligus mengantisipasi potensi penularan wabah dengan jumlah yang masif,” ujarnya.

Lebih lanjut Menag berharap, keputusan ini juga mengakhiri polemik atau munculnya informasi hoaks selepas pengumuman pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia pada 3 Juni lalu.

“Keputusan Saudi senapas dengan semangat Indonesia yang ingin menjaga keselamatan jemaah. Diharapkan masyarakat untuk patuh menjaga protokol kesehatan agar COVID-19 segera tertangani sehingga jika tahun depan haji bisa dilaksanakan lagi kita sudah siap,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, mengajak semuanya untuk berdoa agar pandemi semua berlalu dan ibadah haji tahun mendatang dapat berjalan lebih baik.

“Mari sama-sama berdoa semoga pandemi segera berlalu. Ibadah haji tahun depan bisa berjalan dengan normal dan tenang kembali. Innallaha ma’ana,” pungkasnya. 

(HUMAS KEMENAG/UN)

Minggu, 06 Juni 2021

Batal Diberangkatkan, Inilah Prosedur Pengembalian Setoran Lunas Biaya Haji

Batal Diberangkatkan, Inilah Prosedur Pengembalian Setoran Lunas Biaya Haji
Ilustrasi. Batal Diberangkatkan, Inilah Prosedur Pengembalian Setoran Lunas Biaya Haji

BorneoTribun Jakarta -- Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk kembali tidak melakukan pemberangkatan jemaah pada penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M. Kebijakan ini disampaikan Menteri Agama (Kemenag) Yaqut Cholil Qoumas, di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (03/06/2021).

Sumber: Humas Kemenag

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M. Dalam KMA tersebut juga ditegaskan bahwa calon jemaah haji batal berangkat dapat menarik kembali setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang telah dibayarkan.

“Calon jemaah haji batal berangkat tahun ini dan sudah melunasi Bipih, dapat mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan,” ujar Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Sesditjen PHU) Ramadan Harisman, dikutip dari laman Kemenag, Minggu (06/06/2021).

Ramadan menambahkan, pengembalian setoran tersebut tidak menghilangkan status sebagai calon jemaah haji. “Meski diambil setoran pelunasannya, jemaah tidak kehilangan statusnya sebagai calon jemaah haji yang akan berangkat pada tahun 1443 H/2022 M,” ujarnya.

Berikut tahapan pengembalian setoran pelunasan Bipih Reguler berdasarkan ketentuan KMA 660/2021:
1. Jemaah haji mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Kankemenag Kab/Kota) tempat mendaftar haji dengan menyertakan:

a) bukti asli setoran lunas Bipih yang dikeluarkan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih;
b) fotokopi buku tabungan yang masih aktif atas nama Jemaah Haji dan memperlihatkan aslinya;
c) fotokopi KTP dan memperlihatkan aslinya; dan
d) nomor telepon yang bisa dihubungi.

2. Permohonan jemaah tersebut selanjutnya akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kepala Seksi (Kasi) yang membidangi urusan Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kankemenag Kab/Kota. Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, Kasi Haji akan melakukan input data pembatalan setoran pelunasan Bipih pada aplikasi Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

3. Kepala Kankemenag Kab/Kota mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis dan dikirimkan secara elektronik kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri dengan tembusan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.

4. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri menerima surat pengajuan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih dan melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Jemaah Haji pada aplikasi Siskohat.

5. Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih secara tertulis kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) c.q. Badan Pelaksana BPKH.

6. BPS Bipih setelah menerima Surat Perintah Membayar (SPM) dari BPKH, segera melakukan transfer dana pengembalian setoran lunas Bipih ke rekening Jemaah Haji dan melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan pada aplikasi Siskohat.

7. Jemaah menerima pengembalian setoran pelunasan melalui nomor rekening yang telah diajukan pada tahap pertama.

Sumber: Humas Kemenag

“Seluruh tahapan ini diperkirakan akan berlangsung selama sembilan hari. Dua hari di Kankemenag Kab/Kota. Tiga hari di Ditjen PHU. Dua hari di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dan, dua hari proses transfer dari Bank Penerima Setoran ke rekening jemaah,” ujar Ramadan.

Adapun prosedur pengembalian setoran pelunasan Bipih Khusus berdasarkan ketentuan KMA 660/2021 adalah sebagai berikut:

1. Jemaah Haji mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih Khusus secara tertulis kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tempat Jemaah Haji mendaftar dengan menyertakan:
a) bukti asli setoran lunas Bipih Khusus yang dikeluarkan BPS Bipih Khusus;
b) nomor rekening atas nama Jemaah Haji; dan
c) nomor telepon Jemaah Haji.

2. Direktur Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) wajib melakukan verifikasi dan validasi terhadap seluruh dokumen pengajuan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih Khusus.

3. Direktur PIHK mengajukan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih Khusus secara tertulis dan dikirim secara elektronik kepada Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus dengan tembusan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi setelah hasil verifikasi dan validasi dokumen dinyatakan lengkap dan sah.

4. Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus menerima surat pengajuan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bipih Khusus dari Direktur PIHK dan melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Bipih Khusus pada aplikasi Siskohat.

5. Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bipih Khusus secara tertulis kepada BPKH c.q. Badan Pelaksana BPKH.

6. BPS Bipih Khusus setelah menerima SPM dari BPKH, segera melakukan transfer dana pengembalian setoran lunas Bipih Khusus ke rekening Jemaah Haji dan melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan Bipih Khusus pada aplikasi Siskohat.

Seluruh tahapan pengembalian setoran lunas Bipih Khusus ini juga diperkirakan memerlukan waktu sekitar sembilan hari, yaitu 2 hari di PIHK, 3 hari di Ditjen PHU Kemenag, 2 hari di BPKH, dan 2 hari di BPS Bipih. 

(HUMAS KEMENAG/UN)

Jumat, 04 Juni 2021

Masih Pandemi, Pemerintah Batal Berangkatkan Jemaah Haji Tahun Ini

Masih Pandemi, Pemerintah Batal Berangkatkan Jemaah Haji Tahun Ini
Umat muslim berdoa selama salat subuh pertama di bulan suci Ramadhan, di sekitar Ka'bah, bangunan kubik di Masjidil Haram. (Foto: AP/Amr Nabil)

BorneoTribun Jakarta -- Pemerintah kembali memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini karena pandemi COVID-19 masih mengkhawatirkan dan bisa mengancam keselamatan jemaah.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia,” tegas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (3/6), sebagaimana dikutip dari situs web Kementerian Agama.

Pembatalan tersebut, menurut Yaqut, tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.

Pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI), baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

Yaqut memastikan keputusan tersebut diambil melalui kajian yang mendalam yang melibatkan sejumlah instansi pemerintahan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Pemerintah menilai pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Ditambah lagi, jumlah kasus baru COVID-19 di Tanah Air dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan.

Kementerian Agama mencontohkan per 1 Juni kasus harian di Arab Saudi mencapai 1,251 kasus dan di Indonesia mencapai 4,824 kasus. Demikian juga dengan negara tetangga di ASEAN, seperti Malaysia yang mencatat kasus harian lebih dari 7,000 per 1 Juni. Singapura memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji meski hanya mencatat 18 kasus harian.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru COVID-19 yang berkembang di sejumlah negara,” jelas Menag.

Belum Terima Undangan

Yaqut juga memastikan hingga Kamis (3/6), pemerintah Arab Saudi belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas Yaqut.

Ketidakpastian ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji, di antaranya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), akomodasi dan transportasi di Saudi karena belum ada kepastian besaran kuota. Padahal, kata Yaqut, hal tersebut biasanya diatur dan disepakati dalam kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) antara negara pengirim jemaah dengan Saudi.

"Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," tegasnya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi.

DPR dan MUI Sepakat

Sementara itu, ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan Komisinya tahu persis dan terlibat dalam segala persiapan di dalam negeri untuk memberangkatkan jamaah haji tahun ini.

Dia menambahkan persiapan pemerintah sudah sangat baik.

Namun, lanjut Yandri, dengan berat hati Komisi VIII sudah bersepakat dengan pemerintah untuk membatalkan pemberangkatan jamaah haji karena alasan pandemi COVID-19.

Yandri menegaskan tidak benar kabar yang beredar yang menyebutkan Indonesia tidak bisa mengirim jamaah haji tahun 2021 ini karena perintah berutang kepada Arab Saudi. Dia menekankan dana jamaah haji sangat aman.

Menanggapi keputusan pemerintah itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan memuji hal tersebut. Dia menilai itu merupakan usaha pemerintah buat menjaga keselamatan jiwa calon jamaah haji dan merupakan hal yang utama.

Amirsyah meminta para calon jamaah haji untuk memaklumi kebijakan pemerintah itu. Dia berharap kesabaran dan ketabahan semua calon jamaah haji akan membawa hikmah. [ah/fw/au/ft]

Oleh: VOA

Indonesia tidak akan memberangkatkan Jemaah Haji di Tahun 2021

Indonesia tidak akan memberangkatkan Jemaah Haji di Tahun 2021
Ilustrasi. Indonesia tidak akan memberangkatkan Jemaah Haji di Tahun 2021. (Gambar iStock)

BORNEOTRIBUN JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa pemerintah Indonesia tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M. Menurutnya, di tengah pandemi COVID-19 yang melanda dunia, kesehatan dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia di tahun 2021. Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/ 2021 M,” ujarnya dalam pernyataan pers melalui telekonferensi, Kamis (03/06/2021).

Menag menegaskan, keputusan ini diambil setelah melalui kajian mendalam. Kemenag juga sudah melakukan pembahasan dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VIII DPR pada Rabu (02/06/2021) kemarin. Mencermati keselamatan jemaah haji, aspek teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII DPR dalam simpulan Raker juga menyampaikan menghormati keputusan yang akan diambil pemerintah.

“Komisi VIII DPR dan Kemenag, bersama stakeholder lainnya akan bersinergi untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi publik yang baik dan masif mengenai kebijakan penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M,” ujar Yaqut.

Dalam melakukan kajian, papar Menag, pihaknya juga melibatkan sejumlah pemangku kepentingan di antaranya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan lembaga terkait lainnya.

“Semalam, kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan ormas-ormas Islam untuk membahas kebijakan ini. Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan. Ormas Islam juga akan ikut menyosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah,” tutur Menag.

Selain faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah, terang Yaqut, sampai saat ini Pemerintah Arab Saudi belum mengundang untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman atau MoU tentang Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.

“Tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan nota kesepahaman memang belum dilakukan,” tegasnya.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi. Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

“Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M itu hingga hari ini belum juga dilakukan. Padahal, dengan kuota lima persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari,”  terang Menag.

Menutup keterangan persnya, Menag menegaskan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Bipih tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks,” tegasnya.

Menag juga menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi COVID-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain melalui Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian COVID-19 ini segera usai,” pungkasnya.

Hadir juga dalam telekonferensi Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto serta sejumlah perwakilan dari Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam lainnya. 

(HUMAS KEMENAG/UN)

Rabu, 14 April 2021

Ongkos Haji tahun ini rencananya bakal naik Rp 9,1 juta menjadi Rp 44,3 juta

Ongkos Haji tahun ini rencananya bakal naik Rp 9,1 juta menjadi Rp 44,3 juta
Mekkah, Arab Saudi - 24 Mei 2012: Muslim dari seluruh dunia berdoa di Ka'bah. (Gambar iStock) 

BorneoTribun Jakarta - Ongkos haji tahun ini rencananya bakal naik Rp 9,1 juta menjadi Rp 44,3 juta. Rencana itu pertama kali diusul oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi pun buka suara terkait hal tersebut. Ia mengatakan bahwa rencana kenaikan ongkos haji 2021 memang tak dapat dihindari. Namun, untuk besarannya belum resmi diputuskan.

Lalu, apa alasan dibalik pertimbangan tersebut?

Menurut Zainut, ada 2 alasan dibalik munculnya rencana itu.

Pertama, soal kuota jemaah yang ikut haji, protokol kesehatan, pajak tambahan dari Arab Saudi, dan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

a menambahkan, sampai detik ini Kementerian Agama juga belum mendapatkan kepastian kuota yang akan diberikan oleh Arab Saudi untuk jemaah Indonesia. Dari aspek presentase kuota, Kementerian Agama telah menyusun skenario pelaksanaan haji tahun 2021 dengan asumsi kuota 100%, 50 %, 30%, 25%, 20%, 10% dan 5%.

"Seiring dengan berjalannya waktu, kami bersama DPR mulai mengerucut untuk membahas lebih mendalam skenario pelaksanaan haji dengan prosentase kuota 30% ke bawah," ujar Zainut dalam keterangan resminya yang diterima detikcom, Selasa (13/4/2021).

Kedua, soal kondisi saat ini, di tengah pandemi COVID-19 menjadi salah satu alasan terkait rencana kenaikan ongkos haji 2021.

"Karena akan berkonsekuensi dengan penerapan protokol kesehatan baik pada aspek kesehatan, akomodasi, dan transportasi yang harus disiapkan," jelasnya.

Zainut melanjutkan, bila opsi tak menaikkan ongkos haji 2021 yang dipilih, maka harus menambahkan subsidi bagi jemaah haji yang uangnya diambilkan dari nilai manfaat setoran awal jemaah.

"Tapi menurut saya itu tidak sesuai dengan prinsip keadilan," tegasnya.

Kementerian Agama juga sudah menyusun beberapa skenario penyelenggaraan haji pada masa pandemi. Skenario disusun utamanya berdasarkan aspek non ibadah dan ibadah.

Pada aspek non ibadah misalnya, asumsi jumlah kuota, penerapan protokol kesehatan, mobilitas jemaah di Tanah Suci, dan durasi masa tinggal jemaah.

"Sedangkan pada aspek ibadah haji di masa pandemi, kami telah melakukan Mudzakarah Perhajian pada pertengah bulan Maret 2021 serta pada minggu pertama bulan Ramadhan 1442H, kami merencanakan akan melaksanakan Bahtsul Masail membahas ketentuan syariat pelaksanaan haji di masa pandemi COVID-19," sambungnya.

(yk/detik/zlf/zlf)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno