Berita Borneotribun.com: HAM Hari ini
Tampilkan postingan dengan label HAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HAM. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 April 2021

Papua: Pendekatan Kesejahteraan Terbungkus Baju Aparat Keamanan

Papua: Pendekatan Kesejahteraan Terbungkus Baju Aparat Keamanan
Masyarakat adat Kombai saat penyelenggaraan Festival Pesta Ulat Sagu di Kampung Uni, Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. (Courtesy: Yayasan EcoNusa)

BorneoTribun.com -- Catatan mengenai kesejahteran yang diabaikan, kekerasan bersenjata, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua datang silih berganti. Sebuah buku berjudul “Tindakan Politik Bagi Papua” ditulis sebagai sebuah tawaran solusi.

Penulis buku ini, Pastor Alexandro Rangga OFM, menempatkan politik sebagai judul karena dia menilai isu ini menjadi akar berbagai persoalan.

“Tanpa mengabaikan aspek-aspek lain, seperti sosial, ekonomi, budaya, oleh banyak pihak, aspek politik itu kami nilai sebagai sumber akar masalah di Papua, dan dapat dikatakan bahwa apapun persoalannya, ada ekonomi, sosial, ujung-ujungnya orang akan berbicara tentang politik,” papar Alexandro.

Alexandro berbicara dalam peluncuran sekaligus diskusi buku secara daring yang digelar Jumat (9/4) petang. Imam Fransiskan ini mengakui sudah ada cukup upaya pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Papua. 

Dia menyebut daftarnya, mulai otonomi khusus, komunikasi konstruktif, dialog Jakarta-Papua, hingga program pembangunan dari timur oleh Presiden Jokowi. 

Ada pula program khusus, seperti penanggulangan bencana kelaparan dan gizi buruk di Asmat, pemerataan harga barang-barang ekonomi seperti bahan bakar dan semen, juga pembangunan jalan dan jembatan.

Dia menekankan, hasil dari upaya itu sudah bisa dilihat.

Tentara dan polisi duduk di atas mobil saat berpatroli di Wamena, Papua, 9 Oktober 2019. (Foto: Antara/M.Risyal Hidayat via REUTERS)

Namun, Alexandro juga memberikan kritik, menyikapi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD beberapa waktu lalu. Ketika itu Mahfud mengatakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan perubahan kebijakan dalam menyelesaikan konflik di Papua.

“Artinya pemerintah akan tetap menggunakan pendekatan kesejahteraan, memperkuat koordinasi. Sayangnya, pendekatan ini disertai pengiriman aparat keamanan. Pendekatan kesejahteraan berpakaian aparat ini, telah dikritik banyak pihak sebagai pendekatan kontra produktif,” ucap Alexandro.

Dia sependapat bahwa Papua tidak membutuhkan kebijakan baru. Namun, di sisi lain Alexandri mendorong pengakuan jujur, bahwa ada yang salah dengan implementasi kebijakan di Papua. 

Hingga saat ini, tidak ada jaminan berakhirnya tindakan anarkis, baik dari kelompok kriminal bersenjata, maupun tindakan kekerasan yang berujung pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.

Mengkritisi yang Terjadi

Akademisi dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Jayapura, Pastor Prof Nico Syukur Dister OFM, menyebut tiga aspek perlu diperhatikan terkait Papua. Ketiganya adalah berpikir kritis, bertindak demi kesejahteraan dan selalu melahirkan hal baru.

Pastor Prof Nico Syukur Dister OFM. (Foto: VOA/Nurhadi)

Nico mendorong seluruh pihak berpikir kritis, sehingga masyarakat Papua dan pemerintah Indonesia tidak menerima begitu saja, apa yang dikabarkan terjadi di Papua, tanpa berupaya mengkajinya.

“Untuk diingat, bahwa masing-masing pihak, TPN-OPM dan TNI-Polri, menggambarkan yang terjadi di Papua, menurut kacamata mereka sendiri, dan bukan menurut fakta yang nyata,” kata Nico.

Selain itu, berpikir kritis juga bermakna mau mendengar pendapat pihak yang berbeda. Apa yang terjadi saat ini, kata Nico, pemerintah tidak ada berminat mendengar laporan para saksi terkait apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. 

Pemerintah tidak menghiraukan laporan Komnas HAM, Amnesty Internasional dan mendengar sumbangan pikiran para aktivis keadilan dan perdamaian. Sebaliknya, pihak yang memiliki aspirasi merdeka, tidak mau menanggapi pandangan para pembela NKRI.

Sejumlah barang bukti milik anggota KSB yang berhasil diamankan tim satgas gabungan TNI-Polri, Minggu 16 Agustus 2020. (Courtesy: Polda Papua)

Nico juga menyoroti ironi terkait pernyataan soal tindakan demi kesejahteraan umum, yang membuktikan bahwa sudut pandang terkait ini pada kedua belah pihak justru bertentangan.

“Pihak Jakarta akan berpendapat, bahwa jika mereka bertindak demi NKRI harga mati, maka tindakan itu demi kesejahteraan umum orang Indonesia. Sedangkan pihak lawan, akan memandang perjuangan demi kemerdekaan Papua, sebagai tindakan demi kesejahteraan umum, oleh orang Papua,” tambah Nico.

Problem ketiga, papar Nico, adalah soal terobosan-terobosan baru di tengah pertentangan antara Jakarta dan Papua. Jalan keluar lama, sudah jelas tidak mampu mendamaikan kedua belah pihak. 

Ironisnya sejauh ini terobosan baru juga belum bisa diterima secara seimbang, oleh keduanya.

“Untuk dapat diterima harus ada good will. Political will pada kedua pihak, untuk mengubah harga mati, menjadi harga tawar. Dan sampai sekarang political will itu tidak tampak,” ujar Nico.

Pendidikan Sejarah Papua

Sementara, Leo Imbiri, Sekretaris Umum Dewan Adat Papua, memandang penting adanya pengakuan bahwa memang ada permasalahan di Papua yang harus diselesaikan.

“Menurut saya, ada sikap dari kedua belah pihak, baik Papua maupun Jakarta untuk mengabaikan satu nilai, yaitu pengakuan terhadap persoalan-persoalan mendasar di Papua, yaitu persoalan status politik dan cara-cara yang manusiawi dalam rangka penyelesaian persoalan Papua,” katanya.

Dua hal penting dalam mengurai masalah di Papua, adalah permohonan maaf dan janji untuk masa depan lebih baik. Namun, menurut Leo, kata maaf yang berulang disampaikan selama ini tidak diikuti oleh tindakan yang diperlukan, agar permaafan itu berdampak. 

Karena itulah, dia setuju pentingnya upaya terus-menerus penyelesaian masalah Papua, tetapi dalam kerangka Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Dalam kerangka itulah, Leo mengingatkan pentingnya orang Papua sendiri memahami sejarah mereka.

“Dalam kaitan dengan proses perjalanan sejarah kita, saya pikir pemerintah daerah, terutama pada zaman Gubernur Barnabas Suebu, pernah diupayakan menjadikan sejarah Papua sebagai bagian dari kurikulum pendidikan,” ujarnya.

Leo memandang penting peran institusi pendidikan swasta di Papua yang merdeka dalam menyusun kurikulum untuk mengawali upaya pembelajaran sejarah tersebut. 

Dia menilai, sejarah Papua dalam kurikulum pendidikan menjadi satu aspek penting dalam kerangka terkait permaafan masa lalu dan janji masa depan itu, tidak hanya bagi orang papua tetapi juga masyarakat Indonesia. [ns/ah]

Oleh: VOA

Jubir HAM PBB Komentari ‘Penangkapan’ Pangeran Hamzah

Jubir HAM PBB Komentari ‘Penangkapan’ Pangeran Hamzah
Pangeran Yordania Hamzah bin al-Hussein menghadiri acara pers di Amman, 9 September 2015. (Foto: AFP)

BorneoTribun.com -- Pejabat-pejabat PBB, Jumat (9/4), mengaku tidak tahu apakah Pangeran Hamzah dari Yordania secara de facto masih dalam tahanan rumah atau tidak. Penyelidikan sedang dilakukan atas hilangnya pangeran itu.

Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB (OHCHR) Marta Hurtado mengatakan "Kami mengikuti peristiwa yang berkaitan dengan Pangeran Hamzah bin Hussein, mantan Putra Mahkota Yordania, dan penangkapan serta penahanan setidaknya 16 pejabat senior dan pemimpin suku lainnya pada 3 April. 

Kami mengetahui bahwa ada penyelidikan yang sedang berlangsung tetapi masih tidak jelas bagi kami apakah setelah mediasi pada 5 April, Pangeran Hamzah masih dalam tahanan rumah secara de facto atau tidak."

Raja Yordania Abdullah II menahan adik tirinya itu pada 3 April atas tuduhan berkomplot dengan pendukung asing yang berusaha mengguncang Yordania. Hamzah membantah tuduhan tersebut.

Menurut OHCHR, penangkapan itu menunjukkan "pengamanan masyarakat yang semakin represif."

Hurtado juga mengomentari Putri Latifa Al Maktoum, putri penguasa Dubai. Ia mengatakan, OHCHR "belum mendapat bukti bahwa putri itu masih hidup" meskipun sudah memintanya dari pejabat Uni Emirat Arab dua minggu lalu.

Dilaporkan bahwa Putri Latifa berusaha melarikan diri dari Uni Emirat Arab pada 2018, tetapi kembali. [ka/ah]

Oleh: VOA

Jumat, 09 April 2021

Kemenkum HAM Diseminasikan P2HAM Bagi UPT Pemasyarakatan Dan Imigrasi Sanggau


Fhoto bersama 

BorneoTribun Sanggau, Kalbar Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat, Diseminasikan Pelayanan Publik Berbasis HAM di Lingkungan Unit Pelaksana Teknis yang diselenggarakan oleh Subbidang Pemajuan HAM di Ruang Rapat Kantor Bupati Sanggau, Kamis (8/4/21) Kemarin.

Plh. Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM melalui Kepala Divisi Pemasyarakatan, Suprobowati membacakan sambutan Kakanwil. 

Dalam sambutannya, Suprobowati mengatakan negara yang diwakili Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia (HAM). Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah meliputi langkah Implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara serta pelayanan publik.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Hukum dan HAM turut serta berkomitmen dalam perlindungan dan pemenuhan HAM dimana salah satunya dalam bentuk peningkatan pelayanan publik dengan dikeluarkannya Permenkumham Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia.

Pelayanan Publik Berbasis HAM (P2HAM) adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dan jasa/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh Unit Pelaksana Teknis. 

Kemenkumham juga menyelenggarakan Penghargaan Pelayanan Pubik Berbasis HAM sebagai upaya untuk mewujudkan komitmen peningkatan kualitas pelayanan di lingkungan Kemenkumham RI agar segala bentuk penyelenggaraan dapat berorientasi pada Hak Asasi Manusia.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Sanggau, Kukuh Triyatmaka dalam sambutannya mengatakan bahwa Kabupaten Sanggau telah melaksanakan Pelayanan Publik Berbasis HAM dengan dibukanya Mall Pelayanan Publik di Sanggau. 

"Dengan dilaksanakannya kegiatan ini, Pelayanan Publik dapat lebih maksimal sehingga Pelayanan Publik kepada masyarakat menjadi lebih prima,"Harap Kukuh sembari membuka seluruh rangkaian kegiatan.

Kegiatan dilanjutkan dengan paparan dari narasumber yaitu Kabag Hukum Sekda Sanggau serta Kabid HAM Kanwil Kemenkumham Kalbar dengan Moderator Kasubbid Pemajuan HAM, Kristina M Samosir. 

Setelah paparan dari narasumber, para peserta Diseminasi diberikan waktu untuk bertanya serta memberi saran mengenai Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia di UPT masing-masing. 

Kegiatan dihadiri oleh Kabag Hukum Sekda Kabupaten Sanggau, Marina Rona, Kepala Bidang HAM, Muh As'ad, Ka. Rutan Sanggau, Acip Rasidi, beserta rombongan, Plh. Kakanim Sanggau, Oddy, beserta rombongan, Perwakilan Rutan Landak, dan Plh. Kakanim Entikong, Nur Mansyur beserta rombongan. ( Lbr )

China Peringatkan AS agar Tidak Boikot Olimpiade Musim Dingin

China Peringatkan AS agar Tidak Boikot Olimpiade Musim Dingin
Logo Olimpiade di Jeongseon Alpine Center, Pyeongchang, Korea Selatan, 11 Februari 2018.

BorneoTribun Jakarta -- Pemerintah China memperingatkan Amerika Serikat (AS), Rabu (7/4), agar tidak memboikot Olimpiade musim dingin tahun depan di Beijing. China mengeluarkan pernyataan itu setelah pemerintahan Biden menyatakan sedang membahas dengan sekutu pendekatan gabungan untuk mengadukan pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) di China.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China menolak tuduhan pelecehan terhadap minoritas etnis di kawasan Xinjiang. Akan ada “respons China yang tegas terhadap boikot semacam itu," katanya tanpa memperinci lebih jauh.

“Politisasi olahraga akan merusak semangat Piagam Olimpiade dan kepentingan para atlit dari semua negara,” kata juru bicara Zhao Li-jian. “Masyarakat internasional termasuk komite Olimpiade AS tidak bisa menerimanya.”

Organisasi HAM memprotes China sebagai penyelenggara Olimpiade musim dingin yang akan dimulai Februari 2022. Mereka mendesak boikot atau langkah lain guna memusatkan perhatian pada pelecehan China terhadap warga Uighur, Tibet, dan penduduk Hong Kong.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan memboikot Olimpiade adalah salah satu opsi, tetapi pejabat senior mengatakan pemboikotan tidak dibahas. Komite Olimpiade Internasional dan Komite Olimpiade dan Paralimpiade AS telah mengatakan menentang boikot.

Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, Rabu (7/4), mengatakan, Gedung Putih tidak mengkaji wacana pemboikotan Olimpiade 2022.

“Kami tidak membahas, dan tidak sedang membahas, boikot gabungan dengan sekutu dan mitra,” kata Psaki.

Ketika ditanya apakah pemerintah AS menganjurkan warganya tidak melakukan perjalanan ke China, Psaki mengatakan, pemerintahan Biden berharap saat pesta olahraga itu berlangsung, “kita sudah mencapai titik di mana cukup banyak orang di seluruh negara, dan juga di seluruh dunia telah divaksinasi” COVID-19. [jm/ka]

Oleh: VOA

Rabu, 31 Maret 2021

Laporan Tahunan HAM AS Akan Tambahkan Info Kesehatan Reproduksi

Laporan Tahunan HAM AS Akan Tambahkan Info Kesehatan Reproduksi
Para aktivis berdemo di Lafayette Square memprotes kebijakan "global gag rule" pemerintahan Trump yang melarang pendanaan ke lembaga swadaya masyarakat yang memberikan layanan aborsi dan kesehatan reproduksi, 29 Maret 2019.

BorneoTribun Internasional -- Dalam sebuah teguran tajam terhadap kebijakan era Trump, Menteri Luar Negeri Anthony Blinken, Selasa (30/3), secara resmi membatalkan cetak biru yang membatasi kebijakan Amerika Serikat tentang promosi hak asasi manusia di luar negeri untuk tujuan-tujuan yang disukai kelompok konservatif semata, seperti kebebasan beragama dan masalah properti, tetapi mengabaikan hak-hak reproduksi dan LGBTQ.

Cetak biru tersebut diperjuangkan pendahulunya, mantan menteri luar negeri Mike Pompeo.

Blinken mengatakan sebuah laporan yang disiapkan Pompeo, yang berupaya mengurangi kebebasan yang diprioritaskan dalam kebijakan luar negeri Amerika, “tidak seimbang,” tidak mencerminkan kebijakan pemerintahan Biden dan tidak akan menjadi pedoman lagi.

Laporan dari Komisi Hak-Hak Yang Tidak Dapat Dicabut atau Commission on Unalienable Rights yang dibuat pada periode Pompeo, telah dikritik tajam oleh sejumlah kelompok HAM.

Blinken juga membatalkan keputusan pemerintah Trump yang menghapus bagian tentang hak-hak reproduksi dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang pelaksanaan HAM di negara-negara lain.

“Hak-hak perempuan, termasuk hak reproduksi dan seksual, merupakan hak asasi manusia,” tegas Blinken.

Blinken mengatakan laporan HAM AS selama bertahun-tahun berisi tentang kesehatan reproduksi, termasuk informasi tentang kematian ibu, diskriminasi terhadap perempuan dan akses perawatan kesehatan seksual dan reproduksi. Selain itu juga ada kebijakan pemerintah tentang akses untuk memperoleh kontrasepsi dan perawatan kesehatan selama kehamilan dan persalinan.

"Topik ini telah dihapus dalam laporan-laporan pemerintah sebelumnya sehingga tidak menjadi bagian dari laporan yang dirilis hari ini, yang memang mencakup kajian sepanjang 2020," ujar Blinken.

Dia menambahkan bahwa dia sudah meminta tim merilis adendum (tambahan.red) untuk laporan tentang kondisi hak asasi di setiap negara yang akan mencakup isu reproduksi ini.

"Kami akan memulihkan praktik mendokumentasikan hak-hak ini pada 2021 dan tahun-tahun mendatang," ujarnya.

Menurut Blinken, hal itu adalah salah satu dari banyak langkah yang diambil pemerintah sebelumnya, termasuk mencabut kebijakan Mexico City, menarik diri dari Deklarasi Konsensu Jenewa, dan melanjutkan dukungan untuk Dana Kependudukan PBB.

Blinken menyampaikan pengumuman tentang pencabutan laporan komisi itu ketika ia meluncurkan laporan tahunan hak asasi manusia 2021. Laporan, yang mencakup hal-hal yang terjadi tahun lalu itu, menyoroti trend penurunan hak asasi manusia di seluruh dunia dan dampak pandemi virus corona terhadap praktik-praktik hak asasi.

Ia mencatat bahwa sebagian pemerintahan telah “menggunakan krisis sebagai dalih untuk membatasi hak asasi dan mengkonsolidasikan pemerintahan otoriter.”

Pemerintah Biden telah mencabut sebagian keputusan hak asasi era Trump, termasuk keterlibatan kembali dalam Dewan HAM PBB, Konsensus Jenewa dan aturan Mexico City yang menentang hak-hak aborsi dan memulihkan perlindungan bagi kelompok LGBTQ sebagai masalah kebijakan pemerintah Biden. [em/lt]

Oleh: VOA Indonesia

Kelompok HAM PBB 'Sangat Prihatin" atas Perlakuan China terhadap Muslim Uighur

Kelompok HAM PBB 'Sangat Prihatin" atas Perlakuan China terhadap Muslim Uighur
Kamp pendidikan ulang bagi Muslim Uighur di Hotan, Xinjiang, China (foto: dok).

BorneoTribun Internasional -- Sekelompok pakar hak asasi manusia PBB mengatakan "sangat prihatin" dengan tuduhan terkait perlakuan China terhadap minoritas Muslim Uighur.

Kelompok Kerja Bisnis dan Hak Asasi Manusia mengatakan telah "menerima informasi yang mengaitkan 150 lebih perusahaan China dan perusahaan asing dengan tuduhan-tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap pekerja Uighur.

“Sebagai ahli independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia, di mana China menjadi negara anggota, kami menganggap bahwa kunjungan resmi ke China (termasuk wilayah Xinjiang) akan menjadi kesempatan ideal untuk dialog semacam itu dan menilai sendiri situasi berdasarkan akses bebas dan tanpa hambatan, ” kata kelompok itu.

Banyak perusahaan China serta perusahaan swasta di luar China dituduh menggunakan tenaga kerja budak atau memasukkan produk yang dibuat dengan kerja paksa ke dalam rantai pasokan mereka. Ini termasuk "merek global terkenal," kata kelompok itu.

Kelompok itu mendesak China agar segera menghentikan tindakan apa pun yang tidak sepenuhnya sesuai dengan hukum, norma, dan standar internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia, termasuk hak-hak minoritas.

China dituduh melakukan pelanggaran hak termasuk penahanan sewenang-wenang, sterilisasi paksa, dan penggunaan tenaga kerja budak dengan menggunakan warga Uighur. China membantah tuduhan tersebut dan mengatakan kebijakannya di Xinjiang, dimana Uighur terkonsentrasi, bertujuan memerangi ekstremisme Islam.

Inggris, Kanada, Uni Eropa, dan Amerika telah memberikan sanksi kepada beberapa anggota elit kekuatan politik dan ekonomi Xinjiang minggu ini atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang luas di sana. [my/jm]

Oleh: VOA Indonesia

Rabu, 10 Maret 2021

Presiden Jokowi Kedatangan Tujuh Anggota TP3 Enam Laskar FPI

Presiden Joko Widodo menerima kedatangan tujuh orang anggota TP3 Enam Laskar FPI, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (09/03/2021). (Foto: Biro Pers Setpres/Rusman)

BorneoTribun Jakarta - Presiden RI Jokowi menerima kedatangan tujuh orang anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (09/03/2021).

“Ini tadi jam sepuluh, baru saja Presiden Republik Indonesia yang didampingi oleh Menko Polhukam (saya) dan Mensesneg menerima tujuh orang anggota TP3 yang kedatangannya dipimpin oleh Pak Amien Rais, tapi pimpinan TP3-nya itu sendiri adalah Abdullah Hehamahua,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan persnya, di Kantor Presiden, Jakarta, usai pertemuan.

Disampaikan Mahfud, dalam pertemuan yang berlangsung singkat tersebut anggota TP3 menyampaikan keyakinannya bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat pada peristiwa tewasnya enam laskar FPI dan meminta supaya perkara ini dibawa ke pengadilan HAM.

“Hanya itu yang disampaikan oleh mereka, bahwa mereka yakin telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar HAM berat, bukan pelanggaran HAM biasa, sehingga enam laskar FPI itu meninggal,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, terang Menko Polhukam, Presiden menyatakan sudah meminta Komisi Nasional (Komnas) HAM bekerja dengan penuh independen dan menyampaikan laporan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.

“Komnas HAM itu sudah memberikan laporan dan empat rekomendasi. Empat rekomendasi itu sepenuhnya sudah disampaikan kepada Presiden agar diproses secara transparan, adil, dan bisa dinilai oleh publik,” ungkap Mahfud.

Berdasarkan temuan Komnas HAM, Menko Polhukam mengatakan, peristiwa yang terjadi di Tol Cikampek KM50 yang mengakibatkan tewasnya enam laskar FPI adalah pelanggaran HAM biasa.

Menanggapi keyakinan TP3 yang disampaikan dalam pertemuan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat, Mahfud menyatakan, pemerintah terbuka jika memang terdapat bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut. Ditambahkannya, suatu peristiwa dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat jika memenuhi tiga unsur, yaitu sistematis, terstruktur, dan masif.

“Kita minta ke TP3 atau siapapun yang punya bukti-bukti lain dikemukakan di proses persidangan. Sampaikan melalui Komnas HAM, kalau ragu terhadap polisi atau kejaksaan, sampaikan di sana. Tapi kami melihat yang dari Komnas HAM itu sudah cukup lengkap,” pungkasnya.

Dalam pertemuan Presiden didampingi oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Hadir pada pertemuan Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo.

Seusai pertemuan, Presiden Jokowi mengantar Amien Rais dan rombongan sampai ke pintu depan Istana Merdeka. (YK/ER)

Oleh: Humas Setkab

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno