Berita Borneotribun.com: Ferdy Sambo Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Ferdy Sambo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ferdy Sambo. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Februari 2023

Jokowi Berbicara Tentang Hukuman Mati Terhadap Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan 1,5 Tahun untuk Ajudannya Richard Eliezer

Jokowi Berbicara Tentang Hukuman Mati Terhadap Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan 1,5 Tahun untuk Ajudannya Richard Eliezer
Jokowi Berbicara Tentang Hukuman Mati Terhadap Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan 1,5 Tahun untuk Ajudannya Richard Eliezer.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi berbicara tentang hukuman mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dan 1,5 tahun untuk ajudannya Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Briptu Yosua. Jokowi mengatakan masalah ini ada di ranah yudisial yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah.

Tapi saya kira keputusan yang diambil melihat pertimbangan fakta, pertimbangan bukti. Saya kira keterangan para saksi itu penting dalam putusan yang saya lihat kemarin, kata Jokowi saat ditemui usai menghadiri IIMS 2023 di Kemayoran, Jakarta, Kamis. , 16 Februari 2023.

Tapi sekali lagi kami tidak bisa berkomentar, kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Jokowi tidak memberikan jawaban rinci saat ditanya apakah putusan itu dinilainya adil atau tidak. "Itu sudah diputuskan, kita harus hormati, semua harus hormati," ujarnya.

Sebelumnya, Sambo divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta karena bersalah atas kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Briptu Yosua dalam sidang pembacaan putusan, Senin, 13 Februari 2023.

“Menjatuhkan terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusan, Senin, 13 Februari 2023.

Sebelumnya, JPU menuntut Ferdy Sambo dipidana seumur hidup karena diduga melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 1 KUHP tentang pembunuhan berencana. Dalam kasus menghalang-halangi penyidikan pembunuhan, Ferdy Sambo juga dinilai JPU telah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di juncto Pasal 55 ayat 1 1 KUHP. (*)

Rabu, 15 Februari 2023

PN Jaksel bacakan vonis Bharada E : Richard Eliezer divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan

PN Jaksel bacakan vonis Bharada E : Richard Eliezer divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan
PN Jaksel bacakan vonis Bharada E : Richard Eliezer divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.
JAKARTA - Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Richard telah terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

PN Jaksel bacakan vonis Bharada E pada hari ini

Terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, akan menjalani sidang vonis atau pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

"Menjelang vonis ini, kita bersama-sama terus mendoakan agar majelis hakim diberkati dengan hikmat dari Tuhan, dituntun oleh hikmat kebijaksanaan dari Tuhan sehingga dapat memberikan vonis yang terbaik, yang adil seadil-adilnya buat Richard," ucap pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, Rabu pagi.

Persidangan ini juga akan dihadiri oleh orang tua Yosua. Kedua orang tua Yosua, yakni Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, berangkat dari Jambi menuju Jakarta pada hari Minggu (12/2).

Pihak keluarga Yosua telah menghadiri persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat sejak sidang pembacaan putusan untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada hari Senin (13/2).

Tim jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer atau Bharada E, untuk menjalani hukuman pidana 12 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun," kata jaksa Paris Manalu saat membacakan tuntutan di hadapan Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/1).

Hal yang memberatkan tuntutan Richard Eliezer adalah perannya sebagai eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Perbuatan Eliezer menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarga korban.

"Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," ucapnya.

Adapun hal meringankan, menurut JPU, terdakwa tidak pernah dihukum dan berlaku sopan di persidangan. Eliezer dinilai kooperatif selama di persidangan, menyesali perbuatannya, dan keluarga korban sudah memaafkan Richard Eliezer.

"Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini," ucap Paris Manalu.

Richard Eliezer Divonis dengan Pidana Penjara Selama 1 Tahun Enam Bulan

Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Richard telah terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis dengan pidana penjara selama 1 tahun enam bulan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan," ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2).

Dalam menjatuhkan putusan, hakim turut mempertimbangkan sejumlah keadaan memberatkan dan meringankan untuk Richard.

Hal memberatkan, perbuatan Richard tidak menghargai hubungan baik dengan korban.

Sedangkan hal meringankan yakni Bharada bersikap sopan selama persidangan dan masih berusia muda.  

Richard dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan Richard dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.

Pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Tindak pidana ini turut melibatkan Ferdy Sambo yang telah divonis mati dan istri Sambo, yakni Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara.

Selain itu, Kuat Ma'ruf selaku sopir keluarga Sambo divonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal selaku ajudan dengan hukuman 13 tahun penjara.


Mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi & Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf sama-sama divonis lebih berat dibanding tuntutan jaksa.  Apa pertimbangan majelis hakim?  

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Selasa (14/2) menjatuhkan vonis 13 tahun penjara untuk mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan 15 tahun penjara untuk mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf. Kedua vonis yang dibacakan dalam sidang terpisah itu jauh lebih berat dibanding tuntutan jaksa.

Sidang dan vonis untuk Ma’ruf mengawali serangkaian sidang tersebut. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf dengan pidana penjara selama 15 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa saat membacakan vonis hukuman.

Ada beberapa faktor yang memberatkan hukuman asisten rumah tangga itu, antara lain ia dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak berterus terang. Ia senantiasa mengaku sebagai “orang yang tidak tahu menahu perkara ini.” “Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan di setiap persidangan,” tegas hakim.

Ditemui seusai sidang, kuasa hukum Kuat Ma’ruf, Irwan Irawan, mengatakan beberapa poin tuduhan yang tidak berdasar dikenakan terhadap kliennya. “Itulah yang mungkin rekan-rekan media sudah lihat sendiri, apa yang sudah menjadi dasar pertimbangan, ada beberapa poin yang sama sekali tidak mempunyai dasar, tidak sesuai fakta persidangan, itu dimuat dalam putusan,” ujarnya.

Kuat yang sempat menemui wartawan seusai sidang mengatakan akan mengajukan banding, dengan alasan tidak ikut membunuh Brigadir Yosua, “Saya akan banding, karena saya tidak membunuh dan saya tidak berencana,” ungkap Kuat sembari memakai rompi tahanan.

Mengikuti Langkah Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Juga Ajukan Banding

Dalam sidang terpisah, majelis hakim menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap Ricky Rizal, mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.
Mengikuti Langkah Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Juga Ajukan Banding
Ricky Rizal memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (14/2). Dalam gelaran sidang, vonis yang diberikan oleh majelis hakim kepada Ricky adalah 13 tahun hukuman penjara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan. (VOA/Indra Yoga)
Sebelum meninggalkan sidang, Ricky kembali menyampaikan kepada wartawan bahwa “saya tidak pernah memiliki niatan atau kehendak membunuh Yosua.”

Kuasa hukum Ricky Rizal, Erman Umar, mengatakan kliennya juga akan mengajukan banding. “Dia (Ricky Rizal.red) tidak melakukan apa yang diputuskan oleh majelis hakim. Oleh karena itu yang tidak sesuai dengan putusan, akan melakukan banding,” tegasnya.

Keluarga Yosua Apresiasi Putusan Hakim

Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, yang kembali hadir dalam sidang vonis Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal mengapresiasi putusan hakim. Lewat pengacara keluarga, Kamaruddin Simanjuntak, keluarga Yosua mengatakan puas dengan vonis majelis hakim.
Ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak (tengah) menghadiri sidang putusan Ferdy Sambo dengan membawa foto anaknya. (VOA/Indra Yoga)
“Semua keingin kita sudah diapresiasi oleh majelis hakim. Artinya terhadap Ferdi Sambo yang kita kita minta perberat dari tuntutan sudah dipenuhi. Terhadap Putri juga yang kami minta minimal 20 tahun juga sudah dipenuhi, kemudian terhadap Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal kita minta diperberat dari tuntutan jaksa juga terpenuhi. Kita minta 15 tahun untuk Kuat, 13 tahun untuk Ricky karena tadi ada pertimbangan yang meringankan, juga sudah terpenuhi,” ujar Kamaruddin.

Pengamat Hukum Pidana: Harus Kaji Ulang Hukuman yang Diberikan

Meskipun putusan hakim dinilai sudah tepat, pengamat hukum pidana di Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi mengatakan masih ada beberapa poin yang perlu dikaji ulang.

“Dalam konteks ini menurut saya, kalau dilihat dari alur kasus ini, Kuat dan RR kurang memenuhi syarat dalam melakukan tindak pidana itu,” ujarnya seraya menambahkan keduanya tidak sepenuhnya terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo.

Menurutnya penting untuk memposisikan setiap terdakwa dalam posisi masing-masing ketika melakukan pembunuhan itu.

“Ada beberapa orang yang terlibat dalam rangkaian ini (kasus pembunuhan Brigadir Yosua.red). Tetapi beberapa orang ini sedianya ditempatkan pada posisi masing-masing supaya adil. Jadi masyarakat kita tahu bahwa dalam konteks hukum positif itu ada posisi dan peranan yang dia tidak sama, didakwa dengan pasal-pasal tertentu, bisa saja pasal berbeda, tuntutan berbeda, vonis berbeda sesuai dengan perannya. Bahkan bisa juga ada yang dibebaskan walaupun ada di sekitar situ (lokasi pembunuhan.red),” pungkas Mahmud.

Meskipun demikian, Mahmud tetap menghormati hasil putusan vonis itu dan kembali menyampaikan simpati pada mendiang Yosua dan keluarga yang ditinggalkan.

Putri Mengaku Dilecehkan, Sambo Atur Strategi Pembunuhan

Kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Nomor 46, Jakarta Selatan. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Sambo dengan alasan bahwa Yosua melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Putri. Selain Sambo dan istrinya, dua ajudan lainnya yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal serta asisten rumah tangga, Kuat Ma'ruf juga terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yosua.

Setelah vonis terhadap Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal, kini publik menantikan putusan terhadap Bharada Richard Eliezer yang akan disampaikan majelis hakim hari Rabu (15/2). Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, berharap Eliezer yang telah menjadi justice collaborator – mendapat keringanan hukuman. [iy/em]

Oleh: VOA Indonesia
Editor: yakop

Apa Pertimbangan Majelis Hakim? Ricky Rizal Wibowo Kuat Ma’ruf Sama-sama Divonis Lebih Berat Dibanding Tuntutan Jaksa

Apa Pertimbangan Majelis Hakim? Ricky Rizal Wibowo Kuat Ma’ruf Sama-sama Divonis Lebih Berat Dibanding Tuntutan Jaksa
Kuat Ma'ruf (membelakangi), mendengar putusan vonis hukuman yang dibacakan oleh Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa dalam sidang yang digelar pada Selasa (14/2) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuat divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim. (VOA/Indra Yoga)
JAKARTA - Mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi & Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf sama-sama divonis lebih berat dibanding tuntutan jaksa.  Apa pertimbangan majelis hakim?  

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Selasa (14/2) menjatuhkan vonis 13 tahun penjara untuk mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan 15 tahun penjara untuk mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf. 

Kedua vonis yang dibacakan dalam sidang terpisah itu jauh lebih berat dibanding tuntutan jaksa.

Sidang dan vonis untuk Ma’ruf mengawali serangkaian sidang tersebut. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf dengan pidana penjara selama 15 tahun,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa saat membacakan vonis hukuman.

Ada beberapa faktor yang memberatkan hukuman asisten rumah tangga itu, antara lain ia dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tidak berterus terang. 

Ia senantiasa mengaku sebagai “orang yang tidak tahu menahu perkara ini.” “Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan di setiap persidangan,” tegas hakim.

Ditemui seusai sidang, kuasa hukum Kuat Ma’ruf, Irwan Irawan, mengatakan beberapa poin tuduhan yang tidak berdasar dikenakan terhadap kliennya. 

“Itulah yang mungkin rekan-rekan media sudah lihat sendiri, apa yang sudah menjadi dasar pertimbangan, ada beberapa poin yang sama sekali tidak mempunyai dasar, tidak sesuai fakta persidangan, itu dimuat dalam putusan,” ujarnya.

Kuat yang sempat menemui wartawan seusai sidang mengatakan akan mengajukan banding, dengan alasan tidak ikut membunuh Brigadir Yosua, “Saya akan banding, karena saya tidak membunuh dan saya tidak berencana,” ungkap Kuat sembari memakai rompi tahanan.

Mengikuti Langkah Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Juga Ajukan Banding


Dalam sidang terpisah, majelis hakim menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap Ricky Rizal, mantan ajudan bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo.

Sebelum meninggalkan sidang, Ricky kembali menyampaikan kepada wartawan bahwa “saya tidak pernah memiliki niatan atau kehendak membunuh Yosua.”
Apa Pertimbangan Majelis Hakim? Ricky Rizal Wibowo Kuat Ma’ruf Sama-sama Divonis Lebih Berat Dibanding Tuntutan Jaksa
Ricky Rizal memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (14/2). Dalam gelaran sidang, vonis yang diberikan oleh majelis hakim kepada Ricky adalah 13 tahun hukuman penjara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan. (VOA/Indra Yoga)
Kuasa hukum Ricky Rizal, Erman Umar, mengatakan kliennya juga akan mengajukan banding. 

“Dia (Ricky Rizal.red) tidak melakukan apa yang diputuskan oleh majelis hakim. Oleh karena itu yang tidak sesuai dengan putusan, akan melakukan banding,” tegasnya.

Keluarga Yosua Apresiasi Putusan Hakim


Ibunda Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, yang kembali hadir dalam sidang vonis Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal mengapresiasi putusan hakim. Lewat pengacara keluarga, Kamaruddin Simanjuntak, keluarga Yosua mengatakan puas dengan vonis majelis hakim.
Keluarga Yosua Apresiasi Putusan Hakim
Ibunda Brigadir Yosua, Rosti Simanjuntak (tengah) menghadiri sidang putusan Ferdy Sambo dengan membawa foto anaknya. (VOA/Indra Yoga)
“Semua keingin kita sudah diapresiasi oleh majelis hakim. Artinya terhadap Ferdi Sambo yang kita kita minta perberat dari tuntutan sudah dipenuhi. 

Terhadap Putri juga yang kami minta minimal 20 tahun juga sudah dipenuhi, kemudian terhadap Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal kita minta diperberat dari tuntutan jaksa juga terpenuhi. 

Kita minta 15 tahun untuk Kuat, 13 tahun untuk Ricky karena tadi ada pertimbangan yang meringankan, juga sudah terpenuhi,” ujar Kamaruddin.

Pengamat Hukum Pidana: Harus Kaji Ulang Hukuman yang Diberikan


Meskipun putusan hakim dinilai sudah tepat, pengamat hukum pidana di Universitas Sumatera Utara, Mahmud Mulyadi mengatakan masih ada beberapa poin yang perlu dikaji ulang.

“Dalam konteks ini menurut saya, kalau dilihat dari alur kasus ini, Kuat dan RR kurang memenuhi syarat dalam melakukan tindak pidana itu,” ujarnya seraya menambahkan keduanya tidak sepenuhnya terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo.

Menurutnya penting untuk memposisikan setiap terdakwa dalam posisi masing-masing ketika melakukan pembunuhan itu.

“Ada beberapa orang yang terlibat dalam rangkaian ini (kasus pembunuhan Brigadir Yosua.red). Tetapi beberapa orang ini sedianya ditempatkan pada posisi masing-masing supaya adil. 

Jadi masyarakat kita tahu bahwa dalam konteks hukum positif itu ada posisi dan peranan yang dia tidak sama, didakwa dengan pasal-pasal tertentu, bisa saja pasal berbeda, tuntutan berbeda, vonis berbeda sesuai dengan perannya. 

Bahkan bisa juga ada yang dibebaskan walaupun ada di sekitar situ (lokasi pembunuhan.red),” pungkas Mahmud.

Meskipun demikian, Mahmud tetap menghormati hasil putusan vonis itu dan kembali menyampaikan simpati pada mendiang Yosua dan keluarga yang ditinggalkan.

Putri Mengaku Dilecehkan, Sambo Atur Strategi Pembunuhan


Kasus pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Nomor 46, Jakarta Selatan. 

Pembunuhan tersebut dilakukan oleh Sambo dengan alasan bahwa Yosua melakukan tindakan pelecehan seksual kepada Putri. Selain Sambo dan istrinya, dua ajudan lainnya yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal serta asisten rumah tangga, Kuat Ma'ruf juga terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yosua.

Setelah vonis terhadap Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal, kini publik menantikan putusan terhadap Bharada Richard Eliezer yang akan disampaikan majelis hakim hari Rabu (15/2). 

Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, berharap Eliezer yang telah menjadi justice collaborator – mendapat keringanan hukuman. [iy/em]

Oleh: VOA Indonesia
Editor: yakop

Senin, 13 Februari 2023

BREAKINGNEWS: Hakim: Ferdy Sambo Divonis Mati

BREAKINGNEWS: Hakim: Ferdy Divonis Mati
Foto Ferdy Sambo.
JAKARTA - Akhirnya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis hukum mati terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Senin (13/2/2023).

Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam memaparkan pertimbangan, Wahyu mengatakan bahwa majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi.

Selain itu, Wahyu juga mengatakan bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir J telah terbukti.

Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Ferdy Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri.

“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata Wahyu.

Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Selasa (17/1).

Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo untuk menjalani pidana penjara seumur hidup dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup,” ucap Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan tuntutan di hadapan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.

Oleh : Putu Indah S/Antara
Editor : Yakop

Jumat, 26 Agustus 2022

Hanya Presiden yang bisa Memberhentikan Ferdy Sambo dari Polri?

Hanya Presiden yang bisa Memberhentikan Ferdy Sambo dari Polri?
Foto Ferdy Sambo dan Foto Presiden Jokowi.
BorneoTribun Jakarta - Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. menyeret nama mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo. 

Ferdy Sambo kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan Sambo juga diduga menjadi otak pembunuhan Brigadir J. 

Ferdy Sambo Divonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Ferdy Sambo saat sidak kode etik Polri.
Sementara, pada Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjatuhkan vonis.

Sidang menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan Ferdy Sambo dari kedinasan Polri. 

Ferdy Sambo menyatakan akan melakukan banding atas putusan itu. Putusan itu disampaikan oleh pimpinan sidang Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri di Mabes Polri, Kamis (25/8/2022) malam. Ferdy Sambo terbukti melanggar kode etik.

Irjen Pol. Dedi Prasetyo tegaskan Pati Polri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menegaskan pengangkatan dan pemberhentian seorang perwira tinggi (pati) Polri oleh Presiden, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai anggota Polri.

"Bagi pati yang di-PTDH sesuai dengan keppres, Presiden yang mengangkat dan memberhentikan pati tersebut," kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Ferdy Sambo merupakan pati Polri berpangkat inspektur jenderal (irjen) polisi atau jenderal bintang dua. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, kemudian menjadi pati Pelayanan Markas (Yanma).

Sementara itu, putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan menjatuhkan sanksi PTDH terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo karena terbukti melanggar etik perbuatan tercela.

Ferdy Sambo merupakan tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bersama istrinya Putri Candrawathi dan tiga tersangka lainnya, yakni Bharad Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.

Terhadap hasil putusan KKEP tersebut, Ferdy Sambo mengajukan banding sebagai hak terduga pelanggar, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 Pasal 69.

Dengan adanya banding ini, kata dia, pemberhentian Ferdy Sambo sebagai anggota Polri setelah putusan PTDH berkekuatan hukum tetap. Setelah itu, Kapolri sebagai pejabat pembentuk KKEP melaporkan kepada Presiden untuk menandatangani keppres pemberhentian Sambo.

Hal ini dijelaskan oleh anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti. Bahwa pengangkatan dan pemberhentian pati Polri berdasarkan keppres, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Polri.

"Jadi, setelah putusan PTDH FS nantinya berkekuatan hukum tetap, akan disampaikan ke Kapolri selaku pejabat pembentuk KKEP, kemudian Kapolri akan melaporkan kepada Presiden untuk menandatangani keppres pemberhentian FS," kata Poengky.

(LR/ANT/YK)

Bareskrim Polri tahan Istri Ferdy Sambo Sesuai Rekomendasi Dokter

Bareskrim Polri tahan istri Ferdy Sambo Sesuai Rekomendasi Dokter
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
BorneoTribun Jakarta -- Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto menegaskan pihaknya akan mengikuti rekomendasi dokter untuk penahanan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, usai diperiksa penyidik sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Penyidik akan mengikuti rekomendasi dokter, bila perlu dengan dokter pembanding," kata Komjen Agus Andrianto kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Kabareskrim menegaskan penyidik memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan semua aspek terkait upaya penahanan Putri Candrawathi.

Sementara itu, kuasa hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis, mengatakan kondisi kesehatan kliennya belum memungkinkan untuk diperiksa penyidik Bareskrim Polri.

"Sakit tiga hari, kami sudah jelaskan ke penyidik," ujarnya.

Mabes Polri mulai melakukan pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi (PC), istri dari Irjen Polisi Ferdy Sambo, di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat.

"Putri Candrawathi sudah hadir," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Andi Rian Djajadi.

Ibu dari empat orang anak itu hadir di Bareskrim Polri sekitar pukul 10.30 WIB bersama sejumlah kuasa hukum yang mendampinginya.

Pemeriksaan itu merupakan pemeriksaan pertama terhadap Putri Candrawathi setelah pada Jumat (19/8) lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.

Putri Candrawathi menjadi tersangka kelima dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J bersama suaminya Ferdy Sambo, dan ajudan serta pembantunya, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'aruf (ART merangkap sopir).

Kelima tersangka itu dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, atau pidana penjara sumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.

(FZ/YK/ANT)

Sidang Kode Etik Ferdy Sambo berlangsung sekitar 18 Jam

Sidang Kode Etik Ferdy Sambo berlangsung sekitar 18 Jam
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memberikan keterangan usai sidang komisi kode etik Ferdy Sambo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
BorneoTribun Jakarta -- Sidang Komisi Kode Etik Irjen Pol. Ferdy Sambo berlangsung sekitar 18 jam lamanya, dimulai dari Kamis (25/8) pukul 09.25 dan berakhir dengan pembacaan putusan pada Jumat dini hari pukul 02.00 WIB.
 
"Pelaksanaan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berlangsung dari tadi pagi sampai dengan pagi kurang lebih sekitar 18 jam," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat.
 
Sidang KKEP memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa sanksi pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH terhadap Ferdy Sambo karena terbukti melanggar kode etik kepolisian.
 
Komisi Kode Etik Polri juga menjatuhkan sanksi berupa penempatan khusus selama 21 hari, yang tentunya ini sudah dijalankan oleh Ferdy Sambo tinggal menunggu sisanya.

"Sanksi yang diberlakukan yang pertama adalah sanksi etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata Dedi.
 
Menurut Dedi, penjatuhan sanksi terhadap Ferdy Sambo oleh pimpinan sidang telah memutuskan secara kolektif kolegial.
 
"Meskipun yang bersangkutan mengajukan banding, ini merupakan haknya sesuai dengan Pasal 69 dikasi kesempatan untuk menyampaikan banding secara tertulis tiga hari kerja," kata Dedi.
 
Selain itu, kata Dedi, sidang etik Ferdy Sambo menghadirkan 15 orang saksi dan mengakui apa yang mereka lakukan.
 
"Irjen FS juga sama tidak menolak apa yang disampaikan oleh kesaksian para saksi tersebut artinya perbuatan tersebut betul adanya mulai dari merekayasa kasusnya kemudian menghilangkan barang buktinya dan juga menghalang-halangi dalam proses penyidikan," ujar Dedi.

(LR/ANT)

Pembunuhan Berencana Brigadir J, Ferdy Sambo Dipecat Sebagai Anggota Polri

Pembunuhan Berencana Brigadir J, Ferdy Sambo Dipecat Sebagai Anggota Polri
Irjen Pol. Ferdy Sambo diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota Polri, Jumat (26/8/2022).
BorneoTribun Jakarta -- Komisi Kode Etik Polri menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo karena melakukan pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri, yakni tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J.
 
PTDH dilakukan setelah Komisi Kode Etik Polri melaksanakan sidang kode etik secara paralel sejak pukul 09.25 WIB sampai dengan Jumat dini hari pukul 01.50 WIB.
 
"Pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Ketua Komisi Kode Etik Polri Komjen Pol. Ahmad Dofiri.
 
Selain PTDH, Ferdy Sambo juga dijatuhkan sanksi penempatan khusus atau patsus selama 21 hari di Mako Brimob.

Sanksi berikutnya pelanggaran etika karena melakukan perbuatan tercela.
 
Hasil putusan sidang komisi kode etik Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo terbukti melanggar kode etik.

Setelah putusan dibacakan, Ketua Komisi menanyakan kepada Ferdy Sambo apakah menerima keputusan tersebut.
 
Dihadapan komisi sidang, Ferdy Sambo mengakui dan menyesali semua perbuatan yang telah dilakukan.
 
Ferdy juga mengajukan haknya untuk mengajukan banding dan siap dengan segala putusannya.
 
"Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami. Izinkan kami ajukan banding, apapun putusan banding kami siap menerima," kata Sambo.
 
Dalam kesempatan itu Sambo juga menyampaikan permintaan maaf kepada sejawatnya.

Sidang etik Polri dipimpin oleh Kabaintelkam Polri Komjen Pol. Ahmad Dofiri. Dihadiri oleh Ferdy Sambo dan 15 orang saksi.
 
Kelimabelas saksi yang dimaksud Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, mantan Karopaminal, Brigjen Pol Benny Ali, Eks Karoprovost, Kombes Pol Budhi Herdi, Kapolres Jakarta Selatan nonaktif, Kombes Agus Nurpatria, eks Kaden A Biro Paminal dan Kombes Susanto, eks Kabag Gakkum Roprovost Divpropam.
 
Lima saksi lainnya, yakni AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.
 
Dua saksi dari patsus yakni Hari Nugroho dan Murbani Budi Pitono.
 
Tiga saksi lainnya adalah tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

(YK/LR/ANT)

Sidang Kode Etik Ferdy Sambo sampai Jumat Dini Hari

Sidang Kode Etik Ferdy Sambo sampai Jumat Dini Hari
Suasana pembacaan putusan sidang komisi kode etik Irjen Pol. Ferdy Sambo disiarkan melalui saluran Polri TV dipantau dari Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/8/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
BorneoTribun Jakarta -- Sidang komisi kode etik Irjen Pol. Ferdy Sambo masih berlanjut hingga Jumat dini hari, agenda saat ini membacakan putusan sidang.
 
Dilansir ANTARA di Gedung TNCC pukul 01.30 WIB, ketua dan anggota sidang membacakan putusan secara tertutup.
 
Media hanya memperbolehkan menyaksikan dari layar monitor di luar Gedung TNCC tanda ada suara.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Kombes Pol. Nurul Azizah menyebutkan, pembacaan putusan dilakukan tertutup.
 
"Iya sedang dibacakan putusan, nanti final putusan disampaikan langsung bersuara," kata Nurul.
 
Sidang komisi kode etik Irjen Pol. Ferdy Sambo dimulai Kamis (25/8) pukul 09.20 WIB. Sidang masih berlanjut sampai Jumat dini hari.

Hingga berita ini diturunkan, lima ketua dan anggota sidang membacakan putusan secara bergantian disaksikan Ferdy Sambo yang duduk di kursi pesakitan.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan sidang komisi kode etik dilakukan pararel, putusan sidang komisi etik akan ditentukan pada hari itu juga.

"Sesuai perintah Kapolri sidang dilakukan secara pararel, secepatnya dituntaskan," kata Dedi, Kamis (26/8).

(YK/ANT) 

Rabu, 24 Agustus 2022

Benny Singgung Kerajaan Sambo hingga usul Kapolri Diberhentikan Sementara, Ini tanggapan Legislator Nasdem dan JAKI?

Benny Singgung Kerajaan Sambo hingga usul Kapolri Diberhentikan Sementara, Ini tanggapan Legislator Nasdem dan JAKI?
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Benny K. Harman. (BorneoTribun/Yakop)
BorneoTribun Jakarta -- Untuk kelancaran penyidikan kasus kematian Brigadir J., Komisi III Fraksi P-Demokrat Benny K. Harman usulkan Kapolri dinonaktifkan atau diberhentikan sementara jika diperlukan.

Hal tersebut disampaikan Benny pada Menko Polhukam sekaligus ketua Kompolnas Mahfud MD dalam rapat Komisi III bersama Kompolnas, LPSK, dan Komnas HAM.

Benny juga meminta diproses apabila ada jenderal-jenderal yang terlibat.

"Itulah tadi yang saya minta, kalau jenderal semua terlibat dan pak Kapolri tidak cukup kuat mengatasi masalah ini, apa salahnya pak Kapolri dinonaktifkan sementara waktu, supaya ada penyelesaian tuntas di Mabes Polri." lanjut Benny.

Benny juga meminta penyidikan kasus kematian Brigadir J yang melibatkan tersangka Irjen Ferdy Sambo bergulir tanpa gagal fokus.

Salah satu yang disinggung adalah ucapan Mahfud MD terkait adanya kerajaan Sambo di dalam tubuh Polri.

"Jangan gagal fokus kasus Sambo ke soal Judi. Gagal fokus ke soal Judi, gagal fokus ke kerajaan Sambo," ucapnya.

"Apabila ada kerajaan Sambo, saya yakin Sambo tidak bekerja sendirian."

Benny K Harman Minta Kapolri Dinonaktifkan Terkait Kasus Sambo, Legislator Nasdem: Subyektif Dan Emosional

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Ali. (Ho-Nasdem)
Sementara, dikutip suara.com, Rabu (24/8), Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Ali memberikan reaksi usai rekan sejawatnya yakni legislator dari Demokrat, Benny K Harman mengusulkan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinonaktifkan sementara dan jabatannya dialihkan kepada Menko Polhukam Mahfud MD.

Ali menilai, pernyataan Benny terlalu emosional dan bersifat subyektif.

"Pernyataan Benny K Harman menurut saya emosional dan subyektif, karena hanya Benny saja yang hari ini bicara seperti tadi," kata Ali kepada wartawan di Jakarta dikutip Selasa (23/8/2022).

Ali mengatakan, publik tak perlu memberikan tanggapan dan membicarakan soal usulan Benny tersebut. Apalagi, Ali meyakini pernyataan Benny sama sekali tak mewakili siapa pun termasuk fraksinya.

"Itu pernyataan pribadi dia saja. Saya tidak yakin juga itu pernyataan Demokrat," katanya.

Lebih lanjut, Ali menyampaikan, emosionalnya usulan Benny tersebut sampai-sampai meminta Kapolri dinonaktifkan itu kemungkinan ditenggarai masalah hukum yang menjerat Benny sebelumnya di NTT.

Namun masalah hukum yang dihadapi Benny tersebut kekinian memang sudah selesai.

"Bisa jadi, karena beliau kita tahu ada permasalahan hukum di NTT sana. Ada kasus penamparan yang dilaporkan secara pidana dan bisa jadi itu pernyataan yang emosional karena ada hubungan denga itu. Bisa saja. Cuma yang jelas permasalahan ini sebenarnya diujung," imbuhnya.

Benny K Harman Usul Jenderal Listyo Sigit Dicopot Sementara, Yudi Syamhudi Bereaksi, Pedas

Sementara itu, dilansir jppn, Pernyataan Benny jug mendapat tanggapan dari Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti.

Yudi menilai Benny tak memahami reformasi yang kini tengah dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

“Pernyataan Benny K Harman, anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat, saya pikir kurang memahami jalan reformasi yang dijalankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo,” kata Yudi, Selasa (23/8).

Menurut Yudi, Kapolri saat ini masih berproses dalam langkah mereformasi Polri. Upaya ini dinilai Yudi tak mudah, karena pasti mendapatkan tantangan dari internal maupun eksternal.

Oleh karena itu, menurut Yudi, apa yang dilakukan Kapolri dipandang membutuhkan dukungan seluruh pihak.

“Reformasi yang dijalankan oleh Kapolri ini tidak mudah, apalagi tentu juga masih banyak oknum personel Polri yang belum sepenuhnya ke arah reformasi di Polri. Salah satunya diduga masih ada kekuatan gangster Ferdy Sambo untuk menjadikan Polri sebagai kekuatan politik,” ujar Yudi.

"Saya yakin, Ferdy Sambo tentu juga punya relasi politik dengan kekuatan politik tertentu. Oleh karena itu, memang tidak mudah Pak Kapolri menjalankan reformasi Polri," ungkap Yudi.

Reformasi Polri yang dilakukan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menurut Yudi sudah dirasakan dampaknya.

Salah satunya dibuktikan melalui pengungkapan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo.

Kendati di awal ada kesulitan dalam pengungkapan kasus ini karena adanya pengaruh Sambo, belakangan Kapolri melalui upayanya berhasil membongkar kejahatan dan skenario di dalamnya.

“Namun setiap langkah reformasi Kapolri jelas makin terlihat dan terasa progres. Apalagi dengan partisipasi kelompok masyarakat sipil, Menkopolhukam dan Presiden,” tegas Yudi.

Berkaca dari kasus dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo kepada Brigadir J, rekayasa yang dilakukan oleh Ferdy Sambo memang begitu sistematik.

Namun di ujungnya, kita dan masyarakat banyak justru melihat Kapolri dengan Timsus-nya mampu meluruskan dugaan kasus yang terjadi di internal Kepolisian.

“Bahkan mampu melawan rekayasa-rekayasa sistemik dari para konspirator jahat di Polri itu sendiri," ujar Yudi.

Sambo dan istri pun kini, kata dia menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir J. Anggota Polri lainnya yang diduga melanggar etik maupun pidana, juga diproses dan jumlahnya terus bertambah.

Seluruh upaya yang dikomandoi Kapolri ini, menurutnya dilakukan seiring dengan reformasi Polri yang terus berjalan.

“Saya ingin menyampaikan bahwa Kapolri beserta Timsus-nya, selain sedang menyelesaikan kasus Ferdy Sambo, akan tetapi juga sedang menjalankan operasi reformasi Polri. Baik secara struktural maupun kultural sesuai style Kapolri Jenderal Sigit, yang membawa program Presisi," beber Yudi.

Menurut Yudi, sebagai bagian kelompok masyarakat sipil, kami berharap relasi Polri dengan masyarakat sipil makin diperkuat.

Ini adalah bentuk platform reformasi Polri mutakhir yang juga dijalankan hampir di seluruh negara yang demokratis, yaitu community policing.

Hal ini disebut juga reformasi sektor keamanan yang substansial. Namun, reformasi Polri juga tidak terlepas dari internalisasi kepolisiannya sendiri untuk perubahan," sambungnya.

Kapolri, kata Yudi memilih jalan kultural sebagai jalannya yang dipadukan dengan struktural dalam reformasinya. Dalam konteks ini, lanjutnya reformasi Polri harus terpimpin oleh figur yang memahami.

“Kapolri Sigit memahami hal tersebut. Dan, dengan adanya kasus Ferdy Sambo ini, tentu membawa hikmah besar untuk kepolisian. Sebab kepala geng kepolisian bayangan di tubuh Polri melakukan tindakan high profile criminal. Yaitu pembunuhan berencana. Hal ini justru membuka pintu reformasi Polri semakin lebar," tegas Yudi.

(Yakop/Suara/Jpnn)

Sidang Etik Ferdy Sambo pada Tanggal 25 Agustus

Sidang Etik Ferdy Sambo pada Tanggal 25 Agustus
Arsip foto - Irjen Polisi Ferdy Sambo saat menjabat Kadiv Propam Polri, Senin (20/6/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
BorneoTribun Jakarta -- Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri menjadwalkan sidang kode etik terhadap Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, pada Kamis, 25 Agustus 2022.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo menyebutkan seyogyanya sidang etik dilaksanakan pada Selasa ini, tetapi berdasarkan informasi yang diperoleh jadwalnya diundur.

"Sementara belum jadi hari ini, menunggu info dari Divisi Hukum," kata Dedi dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Sidang Etik Ferdy Sambo

Dari informasi yang diperoleh, lanjut Dedi, sidang komisi etik Polri terhadap Ferdy Sambo bakal dilaksanakan pada Kamis (25/8).

"Infonya kemungkinan Kamis," terangnya.

Sebelumnya, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri sedang memproses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Irjen Polisi Ferdy Sambo sebagai anggota Polri atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

“Kadiv Propam Polri sudah melaporkan (PTDH) masih dalam proses pemberkasan,” kata Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Polisi Agung Budi Maryoto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8).

PTDH anggota Polri ini diatur dalam Peraturan Polisi Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah ditetapkan pada 14 Juni 2022 dan diundangkan pada 15 Juni 2022.

"Insyaallah dalam waktu dekat juga akan dilakukan sidang kode etik, tapi belum bisa minggu ini, tapi paling tidak minggu berikutnya,” kata Agung.​​​​​​​

Ferdy Sambo Layak untuk Diberhentikan dengan Tidak Hormat

Ferdy Sambo ​​​​​​​bersama istrinya Putri Candrawathi dan tiga tersangka lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’aruf ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Dalam kasus ini Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J. Sambo juga mengaku menjadi otak dari pembunuhan berencana itu.​​​​​​​

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong sidang etik terhadap jenderal bintang dua itu segera dilaksanakan karena Ferdy Sambo layak untuk diberhentikan dengan tidak hormat.

"Kompolnas mendorong sidang kode etik Ferdy Sambo dapat segera dilaksanakan secara transparan, akuntabel agar yang bersangkutan dapat segera diputus PTDH (pecat)," kata anggota Kompolnas Poengky Indarty, Kamis (18/8).

(LR/ANT/YAKOP)

Komnas HAM ungkap Percakapan di Handphone Gambarkan "Obstruction Of Justice"

Komnas HAM ungkap Percakapan di Handphone Gambarkan "Obstruction Of Justice"
Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Selasa.
BorneoTribun Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan percakapan yang ditemukan di handphone baru ajudan Irjen Polisi Ferdy Sambo sudah menunjukkan adanya" obstruction of justice" atau upaya menghalangi penyidikan.

"Kalau menggambarkan bahwa adanya "obstruction of justice" sebetulnya sudah," kata Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Hal tersebut disampaikan Ketua Komnas HAM terkait handphone milik Brigadir J dan Bharada E yang hingga kini belum ditemukan.

"Di HP yang baru itu ditemukan, misalnya ada komunikasi yang menyuruh untuk mengingat skenario," kata Taufan.

Kemudian, katanya, arahan untuk mengingat skenario tersebut dijawab dengan "oke komandan". Hal tersebut dinilai Komnas HAM sudah menunjukkan suatu bukti bahwa ada rekayasa dalam kasus kematian Brigadir J.

Namun, apabila Komnas HAM bisa menemukan handphone milik Brigadir J dan Bharada E yang hingga kini belum ditemukan, maka hal tersebut akan semakin memperkaya pendalaman kasus termasuk gambaran "obstruction of justice".

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Tim Khusus Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelimanya ialah Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Sambo, Kuwat Maruf.

Mereka dijerat Pasal 340 subsideir Pasal 338 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP. Pasal 340 mengatur pidana terkait pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.

Selain itu, terdapat enam perwira polisi yang diperiksa lantaran diduga melakukan tindak pidana dengan "obstruction of justice" atau menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Dari enam nama tersebut salah satunya Ferdy Sambo.

(MZ/ANT/YAKOP)

Komnas HAM benarkan telah periksa istri Ferdy Sambo

Komnas HAM benarkan telah periksa istri Ferdy Sambo
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Selasa.
BorneoTribun Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama Komnas Perempuan membenarkan telah memeriksa Putri Candrawathi istri dari Irjen Polisi Ferdy Sambo yang juga menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

"Sebetulnya sudah ada pemeriksaan Ibu PC," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Selasa.

Taufan mengatakan pemeriksaan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo tersebut dilakukan sekitar tiga hari yang lalu. Lebih jauh, hasil permintaan keterangan oleh Komnas HAM bersama dengan Komnas Perempuan akan diserahkan kepada penyidik.

Ketua Komnas HAM berpandangan hasil permintaan keterangan terhadap Putri Candrawathi akan lebih tepat ditangani atau diserahkan kepada pihak penyidik. Hal tersebut nantinya diharapkan juga dibuka di pengadilan.

Terkait materi apa saja yang ditanyakan oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan kepada Putri Candrawathi, Taufan mengatakan semuanya terkait dengan peristiwa kematian Brigadir J. Namun, Taufan tidak menyebutkan secara detail apa saja yang ditanyakan.

Kemudian terkait lokasi dan waktu pemeriksaan, Taufan Damanik juga tidak membeberkan-nya secara detail kepada awak media massa.

Ia menegaskan pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi sudah selesai, dan Komnas HAM tinggal atau sedang menyiapkan laporan dan rekomendasi lengkap kepada Presiden dan DPR RI serta laporan kepada Kapolri.

"Semua bahan kita serahkan kepada penyidik dan diharapkan dibuka di pengadilan," ucap dia.

Dalam waktu dekat pihaknya juga akan segera bertemu dengan Ketua Komnas Perempuan untuk mendiskusikan kerja sama terkait penanganan kasus tersebut.

(MZ/ANT/YAKOP)

Minggu, 21 Agustus 2022

Bunker Berisi Uang Rp900 Miliar di rumah Ferdy Sambo apakah Hoax?

Bunker Berisi Uang Rp900 Miliar di rumah Ferdy Sambo apakah Hoax?
Ilustrasi Bunker. (BorneoTribun/Foto Pexels)
BorneoTribun Jakarta - Ada pemberitaan penemuan bunker berisi uang Rp900 miliar di rumah tersangka Irjen Pol. Ferdy Sambo adalah tidak benar alias Hoax.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Minggu (21/8/2022).

"Berdasarkan informasi dari tim khusus yang melakukan penggeledahan di beberapa tempat Irjen FS, info soal bungker Rp900 miliar tidaklah benar," kata Dedi Prasetyo.

Menurut Dedi, tim khusus Polri memang melakukan penggeledahan di beberapa tempat tinggal Irjen Pol. Ferdy Sambo dan menyita beberapa barang bukti. Namun, tambahnya, tidak ada bungker berisi uang Rp900 miliar sebagai barang bukti yang disita Polri.

"Apa saja yang disita itu untuk pembuktian nanti di persidangan. Timsus melakukan penyidikan dengan langkah pro justitia," tambahnya.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta,
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (21/6/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty/am)
Dia juga mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi-informasi yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hingga kini, tegasnya, Polri terus berkomitmen mengusut perkara penembakan Brigadir J dengan profesional, akuntabel, dan transparan.

"Tim khusus terus bekerja. Mohon sabar dan dukungannya. Komitmen kami sejak awal mengusut perkara ini sampai tuntas dengan mengedepankan pendekatan scientific crime investigation," jelasnya.

Sebelumnya, dia mengatakan Polri fokus untuk menuntaskan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, khususnya terkait pembuktian pasal yang sudah diterapkan.

"Timsus saat ini fokus untuk pembuktian pasal yang sudah diterapkan adalah 340 subsider 338 juncto 55 dan 56, fokus di situ. Pembuktian secara materiil baik secara formil," kata Dedi di Jakarta, Kamis (18/8).

Timsus Polri juga fokus untuk membuktikan perkara tersebut secara formil maupun materiil sehingga untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU).

(PIS/ANT/YK)

Jumat, 19 Agustus 2022

Polri : Irjen Pol. Ferdy Sambo Bersama Lima Perwira Polri Terlibat Obstruction Of Justice

Ketua Tim Gabungan Khusus Polri yang juga Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (kedua kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Ketua Tim Gabungan Khusus Polri yang juga Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (kedua kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
BorneoTribun Jakarta - Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) yang juga Ketua Tim Khusus Polri Komjen Pol. Agung Budi Maryoto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (19/8/2022), mengatakan Tim Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah menempatkan 15 personel Polri di tempat khusus (patsus) setelah dilakukan pemeriksaan mendalam terdapat enam orang yang patut diduga melakukan tindak pidana "obstruction of justice", yakni menghalangi penyidikan.

Irjen Pol. Ferdy Sambo bersama lima perwira Polri terlibat tindak pidana menghalang-halangi penyidikan obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J di tempat kejadian perkara (TKP) Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Nama-namanya, yaitu satu FS, kedua BJP HK, ketiga AKBP ANT, keempat AKBP AR, kelima Kompol BW, keenam Kompol CP,” kata Agung.

Keenam nama itu merujuk pada Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Kombes Pol. Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiqui Wibowo, dan Kompol Cuk Putranto.

Agung menyebutkan untuk FS sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sedangkan lima orang lainnya akan dilimpahkan kepada penyidik untuk segera ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana menghalangi penyidikan.

“Nanti akan dilakukan dan ditingkatkan penyidikan lebih lanjut,” kata Agung.

Ia menjelaskan dalam mengusut dugaan pelanggaran prosedur tidak profesional menangani TKP Duren Tiga, Itsus telah memeriksa sebanyak 83 personel Polri. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 orang sudah direkomendasikan untuk penempatan khusus (patsus).

Kemudian dari 35 orang tersebut yang sudah melaksanakan patsus sebanyak 18 orang, lalu jumlah itu berkurang tiga orang, yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer, dan Ricky Rizal karena ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana.

“Tentu ke depan timsus akan terus melakukan pemeriksaan terhadap anggota-anggota yang patut diduga terlibat dalam kasus pembunuhan berencana almarhum Brigadir J,” kata Agung.

Terkait status lima perwira Polri yang diduga melakukan tindak pidana menghalangi penyidikan apakah sudah ditetapkan sebagai tersangka, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menjelaskan penetapan tersangka menunggu hasil penyidikan.

“Masih menunggu penyidik untuk persangkaan pasal yang akan diterapkan. Hasil temuan Timsus akan dilimpahkan ke penyidik,” kata Dedi.

Dalam kasus tewasnya Brigadir J telah ditetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma’aruf dan Putri Candrawathi. Keempatnya disangkakan dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

(YK/LR/ANT)

Senin, 15 Agustus 2022

Penetapan Ferdy Sambo Tersangka Upaya Kapolri Perbaiki Citra Polri

Penetapan Ferdy Sambo Tersangka Upaya Kapolri Perbaiki Citra Polri
Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo memenuhi panggilan Tim Penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri terkait kasus tewasnya Brigadir Yosua, di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
BorneoTribun Jakarta - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Moh Ali Irvan mengatakan penetapan Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai tersangka merupakan upaya Kapolri untuk memperbaiki citra Polri.

Dosen Komunikasi UIN Jakarta, Moh. Ali Irvan mengapresiasi langkah Kapolri yang menetapkan Irjen Ferdy sambo sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J.

"itu merupakan upaya Kapolri untuk mengembalikan citra kepolisian dan kepercayaan publik," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Pakar Komunikasi itu menegaskan kasus Brigadir J bukan hanya kasus penembakan, tetapi ada upaya menutup-nutupi hingga merekayasa kasus yang dilakukan oleh oknum internal kepolisian.

Menurut Ali, untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dengan mengusut tuntas upaya rekayasa yang dilakukan oleh kelompok kepolisian pada kasus penembakan Brigadir J.

"Kapolri jangan ragu untuk menuntaskan kasus ini. Tindak tegas jika ada oknum di kepolisian yang mencoba menhambat pengungkapan kasus ini," katanya menegaskan.

Ali Irvan yang merupakan Ketua Harian Ikatan Keluarga Alumni UIN (IKALUIN) Jakarta juga menyoroti dugaan adanya manuver dari oknum petinggi Polri untuk sengaja memperlambat penyelesaian kasus Brigadir J ini.

Dalam hal ini, Ali meminta kepada Kabareskrim yang secara khusus bertindak dalam penanganan kasus ini untuk segera menuntaskan kasus ini agar bisa segera dibawa ke pengadilan.

"Kabareskrim jangan main-main. Jutaan rakyat menunggu babak akhir dari kasus ini. Jangan berlarut-larut seperti sinetron," katanya.

Sebelumnya, Tim Khusus Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan sangkaan pembunuhan berencana, keempatnya terancam dengan pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa malam, menyebutkan keempat tersangka adalah Bharada Dua Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, Kuat, dan Irjen Pol. Ferdy Sambo.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka, menurut perannya masing-masing, penyidik menetapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Agus.

(FZ/ANT)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno