Berita Borneotribun.com: Bangladesh Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Bangladesh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bangladesh. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Agustus 2024

Bentrokan di Bangladesh: Ketegangan Meningkat di Tengah Protes Kuota Pemerintah, 73 Orang Tewas, Termasuk 14 Petugas Polisi

Bentrokan di Bangladesh: Ketegangan Meningkat di Tengah Protes Kuota Pemerintah, 73 Orang Tewas, Termasuk 14 Petugas Polisi
Bentrokan di Bangladesh: Ketegangan Meningkat di Tengah Protes Kuota Pemerintah.
DHAKA - Situasi di Bangladesh semakin memanas setelah bentrokan keras antara polisi dan pengunjuk rasa yang terjadi di Dhaka dan beberapa kota lain di seluruh negeri. 

Laporan media setempat pada hari Minggu menyebutkan bahwa setidaknya 73 orang tewas, termasuk 14 petugas polisi, dalam insiden kekerasan ini.

Latar Belakang Protes

Ketegangan bermula dari protes terhadap sistem kuota pemerintah Bangladesh untuk pekerjaan publik, yang meningkat setelah bentrokan kekerasan di Universitas Dhaka pekan lalu. 

Para demonstran mendesak diakhirinya sistem kuota yang mengalokasikan 30 persen posisi pemerintah untuk anggota keluarga veteran perang kemerdekaan tahun 1971. 

Mereka menuduh bahwa sistem ini menyebabkan diskriminasi dan memberikan keuntungan yang tidak adil kepada pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya memimpin gerakan kemerdekaan.

Kekerasan Meluas

Dari 14 petugas polisi yang tewas, 13 di antaranya dibunuh ketika sekelompok penyerang tak dikenal menyerang sebuah kantor polisi di kota Sirajganj, sekitar 110 kilometer dari Dhaka. 

Menanggapi situasi yang semakin genting, pemerintah Bangladesh telah memberlakukan jam malam di Dhaka dan kota-kota lain mulai pukul 18:00 waktu setempat (19:00 WIB) hingga pemberitahuan lebih lanjut. 

Langkah ini diambil untuk mencoba meredakan ketegangan dan memulihkan ketertiban.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Kerusuhan yang terjadi memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi Bangladesh. Pada akhir Juli, Zaved Akhtar, presiden Kamar Dagang dan Industri Investor Asing (FICCI), mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi akibat protes mahasiswa, jam malam, dan pemutusan komunikasi telah mencapai sekitar 10 miliar dolar AS (sekitar Rp161,75 triliun).

Selain itu, pemerintah telah mengumumkan hari Senin, Selasa, dan Rabu pekan depan sebagai hari libur nasional di seluruh negeri. 

Keputusan ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi pihak berwenang untuk menstabilkan situasi.

Respon dari Pihak Berwenang

Pihak berwenang juga mengambil langkah dengan menginstruksikan operator seluler untuk mematikan layanan internet seluler dan beberapa aplikasi, dalam upaya untuk mengendalikan penyebaran informasi yang dapat memicu kekerasan lebih lanjut.

Seruan untuk Perubahan

Di tengah situasi yang tegang, para pengunjuk rasa di berbagai tempat terus menyerukan pengunduran diri pemerintah, dengan meneriakkan slogan-slogan menentang kepemimpinan saat ini. 

Banyak pihak berharap agar dialog damai dapat segera dilakukan untuk menemukan solusi yang adil dan menghentikan kekerasan yang telah merenggut banyak korban jiwa ini.

Dengan situasi yang masih berkembang, dunia internasional turut memantau keadaan di Bangladesh, berharap agar perdamaian dan stabilitas dapat segera kembali terwujud di negara tersebut.

Selasa, 20 Juli 2021

Bangladesh Cabut ‘Lockdown’ untuk Rayakan Idul Adha

Bangladesh Cabut ‘Lockdown’ untuk Rayakan Idul Adha
Bangladesh Cabut ‘Lockdown’ untuk Rayakan Idul Adha. 

BORNEOTRIBUN JAKARTA -- Mengabaikan peringatan banyak pakar medis, pemerintah Bangladesh mencabut kebijakan Lockdown sejak 15 Juli untuk memberi kesempatan bagi Muslim untuk merayakan Idul Adha.

Sejumlah pakar medis mengatakan, meski sejumlah protokol medis tetap diberlakukan, lonjakan kasus diperkirakan akan terjadi dan bukan tidak mungkin menyebabkan ambruknya sistem layanan kesehatan negara itu yang saat ini sudah kewalahan.

Menunggu di antara ratusan sesama pelancong untuk naik feri dari ibu kota Bangladesh, pekerja konstruksi yang sudah lama menganggur Mohammed Nijam tahu bahwa ia berisiko tertular virus corona, tetapi ia merasa lebih berisiko untuk tetap tinggal di Dhaka karena menghadapi kemungkinan lockdown berikutnya.

"Saya harus membayar sewa setiap bulan meskipun saya tidak punya pekerjaan. Saya harus bisa makan dan membayar sewa rumah. Induk semang selalu meminta pembayaran," kata Nijam.

"Sekarang dengan dicabutnya lockdown, saya lebih suka pulang ke desa dan menjalani hidup seperti yang Allah izinkan.

Bagaimana kami bisa bertahan hidup di kota? Kami tidak mendapatkan bantuan apa pun.

Sekarang, saya akan pulang ke desa untuk tinggal bersama keluarga saya dan menjalani hidup semampu saya."  

Nijam adalah salah satu dari puluhan juta orang Bangladesh yang berbelanja dan bepergian pekan ini menyusul jeda lockdown selama delapan hari untuk merayakan Idul Adha.

Seiring penyebaran virus yang merajalela, Bangladesh sebelumnya memberlakukan lockdown nasional sejak 1 Juli. 

Hampir semua kegiatan dihentikan, mulai dari pasar hingga transportasi massal.

Namun, bahkan dengan pembatasan - pembatasan baru, kematian akibat virus masih berkisar sekitar 200 setiap hari dan infeksi harian masih sekitar 11.000.

Kedua angka itu sendiri diduga jauh lebih kecil daripada angka sesungguhnya.

Pada hari Minggu (18/7), 225 kematian dan 11.758 infeksi dilaporkan.  Terlepas dari peringatan dari para ahli, pemerintah mengumumkan bahwa mulai 15 hingga 23 Juli, semua pembatasan akan dicabut dan semua kegiatan publik akan dibuka kembali sehingga rakyat negara itu dapat merayakan Idul Adha yang biasanya menggairahkan perekonomian.  

Walhasil, kerumunan orang terlihat memadati mal-mal dan pasar-pasar untuk berbelanja memenuhi kebutuhan perayaan Idul Adha, dan yang lainnya memadati pelabuhan-pelabuhan dan terminal-terminal untuk mudik ke kampung halaman.

Di antara kerumunan besar orang yang berbelanja di Pasar Baru Dhaka adalah Shah Alam, seorang teknisi gigi. 

"Karena pemerintah telah melonggarkan situasi selama beberapa hari, kami datang ke pasar untuk membeli barang-barang yang diperlukan. Kami mencoba mematuhi pedoman keselamatan kesehatan."  

Penangguhan lockdown tersebut mendapat kecaman para pakar kesehatan.

Mereka memperingatkan bahwa kebijakan itu dapat memperburuk lonjakan berkelanjutan yang dipicu oleh varian Delta yang sangat menular, yang pertama kali terdeteksi di negara tetangga, India. 

Be-Nazir Ahmed, seorang pakar kesehatan masyarakat, mengatakan, “Banyak orang, mungkin jutaan, sudah mudik ke desa mereka untuk merayakan Idul Adha.

Jadi, banyak dari mereka yang sebenarnya membawa virus ini dari satu bagian negara ke bagian lain, atau ke daerah mana yang mungkin tidak terpengaruh sebelumnya. Melalui mereka, daerah-daerah itu akan terpengaruh sekarang.

Jadi, ini satu. Kedua, karena pembukaan pasar, banyak orang keluar dari rumah.

Jadi, apa yang akan terjadi adalah penyebaran akan semakin meluas.”  Ahmed juga mengkhawatirkan, kegiatan kurban juga akan menjadi pemicu lonjakan kasus. 

"Mungkin ratusan ribu ternak akan diperdagangkan untuk kegiatan kurban, mulai dari desa yang sangat terpencil hingga kota. 

Dan, Anda tahu, kebanyakan penjual ternak, atau lainnya yang terlibat, berasal dari daerah pedesaan. Dan mungkin, mereka akan pulang membawa virus.” 

Menurut perkiraan Ahmed, 30 juta hingga 40 juta orang akan berkumpul untuk salat di masjid-masjid atau lapangan-lapangan terbuka di berbagai penjuru negeri itu, Rabu. 

Ia mengatakan, sebulan setelah Idul Adha akan menjadi waktu yang kritis bagi negara itu yang hingga Senin (19/7) mencatat hampir 1,1 juta infeksi dan hampir 18.000 kematian akibat pandemi. 

“Ada kelangkaan tempat tidur, dan ICU. Penyedia layanan kesehatan sudah kelelahan setelah lebih dari satu setengah tahun menghadapi pandemi. 

Jadi, jika situasinya memburuk, dan lebih banyak pasien harus datang ke rumah sakit, hampir tidak mungkin bagi penyedia layanan kesehatan untuk menangani situasi ini." [ab/]

VOA

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pendidikan

Kalbar

Tekno