Karier Hancur, Mantan Kapolres Ngada Kena Kasus Kekerasan Seksual Anak, Publik Teriak Hukum Seberatnya | Borneotribun.com

Jumat, 14 Maret 2025

Karier Hancur, Mantan Kapolres Ngada Kena Kasus Kekerasan Seksual Anak, Publik Teriak Hukum Seberatnya

Karier Hancur, Mantan Kapolres Ngada Kena Kasus Kekerasan Seksual Anak, Publik Teriak Hukum Seberatnya
Karier Hancur, Mantan Kapolres Ngada Kena Kasus Kekerasan Seksual Anak, Publik Teriak Hukum Seberatnya.

Jakarta – Kasus yang menghebohkan publik akhirnya mencapai titik terang. Polri secara resmi menetapkan FWLS, mantan Kapolres Ngada, sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Keputusan ini diumumkan dalam konferensi pers yang digelar Divisi Humas Polri di Mabes Polri pada Kamis (13/3). Tak hanya dari segi pidana, FWLS juga menghadapi sanksi kode etik yang bisa berujung pada pemecatan.

Polri Tegas! Tak Ada Ruang untuk Pelaku Kekerasan Seksual

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa Polri tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran hukum, terutama yang menyangkut perlindungan anak.

“Polri konsisten dan berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh personel, termasuk yang berkaitan dengan pelanggaran peraturan perundang-undangan, terutama yang menyangkut perlindungan anak,” ujar Brigjen Trunoyudo.

Dari hasil pemeriksaan, FWLS terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang dewasa berinisial SHDR (20). Tak hanya itu, dia juga diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan menyebarluaskan konten pornografi anak.

Kode Etik dan Sanksi Berat Menanti FWLS

Selain proses pidana, FWLS juga harus menghadapi sanksi etik. Brigjen Pol. Agus Wijayanto, Karowabprof Divisi Propam Polri, mengungkapkan bahwa sejak 24 Februari 2025, tersangka sudah menjalani proses di Propam Polri. Sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) akan digelar pada 17 Maret 2025, dengan kemungkinan besar berujung pada Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar,” kata Brigjen Agus.

Terseret ke Ranah Hukum Pidana

Sementara itu, dari aspek hukum pidana, FWLS menghadapi dakwaan berat. Dir Tipid Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji, mengungkapkan bahwa tersangka tidak hanya merekam dan menyimpan konten asusila anak, tetapi juga menyebarkannya melalui dark web.

“Barang bukti berupa tiga unit handphone telah diamankan dan sedang diperiksa di laboratorium digital forensik,” jelas Brigjen Himawan.

FWLS dijerat dengan berbagai pasal berat, di antaranya:

  • Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
  • Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024.

Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Kompolnas dan Lembaga Perlindungan Anak Turun Tangan

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memastikan akan terus mengawal kasus ini. Irjen Pol. (Purn.) Ida Utari dari Kompolnas menegaskan bahwa proses penyidikan harus transparan dan akuntabel.

“Kami memastikan bahwa penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai aturan. Kami juga mendorong sidang kode etik segera dilaksanakan serta proses pidana berjalan tanpa hambatan,” ujar Ida Utari.

Mengingat korban dalam kasus ini adalah anak-anak, berbagai lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Sosial, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) langsung turun tangan memberikan pendampingan psikologis dan hukum. Ketua KPAI, Aimariati Solihah, menegaskan pentingnya pemulihan trauma bagi para korban.

“Kami telah berkoordinasi dengan Kemensos dan Kemen PPPA untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan trauma,” katanya.

Senada dengan itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, menegaskan bahwa negara wajib memastikan hak-hak korban tetap terlindungi selama proses hukum berlangsung.

“Kami memastikan bahwa seluruh langkah yang diambil dalam kasus ini mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, termasuk pendampingan hukum dan psikologis,” ujarnya.

Proses Hukum Didukung Pendekatan Scientific Crime Investigation

Polri menegaskan bahwa seluruh penyelidikan dilakukan dengan metode Scientific Crime Investigation. Artinya, bukti-bukti dikumpulkan dan diuji secara akademis dengan melibatkan berbagai ahli, mulai dari psikolog hingga forensik digital.

“Kasus ini ditangani dengan penuh kehati-hatian dan mengacu pada prosedur hukum yang berlaku, sehingga setiap tindakan tersangka dapat dikonstruksikan sebagai tindak pidana terhadap hak-hak perlindungan anak,” jelas Brigjen Trunoyudo.

Langkah berikutnya, Polda NTT dengan dukungan Bareskrim Polri akan menyempurnakan berkas perkara sebelum kasus ini masuk ke tahap persidangan.

Polri Tak Pandang Bulu, Hukum Harus Tegak!

Penetapan FWLS sebagai tersangka menjadi bukti bahwa Polri tidak main-main dalam menindak anggotanya yang melanggar hukum. Tidak ada kompromi untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Tidak ada kompromi terhadap pelanggaran hukum, apalagi yang menyangkut perlindungan anak,” pungkas Brigjen Trunoyudo.

Masyarakat diimbau untuk terus memantau perkembangan kasus ini agar keadilan bagi para korban benar-benar terwujud. Dengan langkah tegas dari Polri dan dukungan dari berbagai pihak, semoga kasus seperti ini tidak terulang lagi di masa depan. Anak-anak harus dilindungi, bukan menjadi korban!

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar