Pernyataan "Ndasmu" Prabowo Subianto Jadi Sorotan, Gaya Komunikasi atau Kontroversi? | Borneotribun.com

Rabu, 26 Februari 2025

Pernyataan "Ndasmu" Prabowo Subianto Jadi Sorotan, Gaya Komunikasi atau Kontroversi?

Pernyataan Ndasmu Prabowo Subianto Jadi Sorotan, Gaya Komunikasi atau Kontroversi
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.

JAKARTA - Belum lama ini, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto kembali menjadi perbincangan publik. 

Saat berpidato di acara puncak HUT Partai Gerindra di Sentul, Bogor, pada Sabtu (15/2), Prabowo melontarkan kata "ndasmu," sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti "kepala kau." 

Dalam konteks tertentu, istilah ini bisa terdengar kasar atau bernada merendahkan karena sering digunakan sebagai ekspresi ketidakpercayaan, sindiran, atau bahkan ejekan.

Ketua Umum Partai Gerindra itu beberapa kali mengucapkan "ndasmu" dalam pidatonya, terutama saat menanggapi kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu janji kampanyenya.

"Negara kita sangat besar. Sudah kita mulai sekian ratus orang, masih ada yang komentar belum banyak. Kalau enggak ada wartawan, saya bilang ndasmu," ujar Prabowo yang langsung disambut tawa riuh para peserta.

Tak berhenti di situ, ia juga menggunakan istilah yang sama saat merespons kritik terkait struktur kabinetnya yang dinilai terlalu besar dan tidak efisien.

"Ada orang pintar bilang, kabinet ini gemuk, terlalu besar... ndasmu," katanya lagi.

Gaya Komunikasi Pejabat yang Semakin "Santai"?

Pernyataan Prabowo ini memicu perdebatan di masyarakat. Ada yang menganggapnya sebagai gaya komunikasi yang lebih dekat dengan rakyat, namun ada pula yang menilai bahwa cara penyampaian ini kurang pantas untuk seorang kepala negara.

Sebenarnya, Prabowo bukan satu-satunya pejabat publik yang pernah melontarkan pernyataan kontroversial. 

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, misalnya, pernah menanggapi kritik masyarakat tentang kondisi negara yang semakin sulit dengan mengatakan, "Kau yang gelap!" saat menanggapi tagar #IndonesiaGelap yang sempat viral di media sosial.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah para pejabat kini mulai meninggalkan gaya komunikasi formal dan lebih memilih pendekatan yang lebih santai dan spontan? Atau, apakah gaya komunikasi seperti ini justru bisa berdampak negatif bagi citra pemerintah di mata rakyat?

Antara Strategi dan Risiko

Dalam dunia politik, komunikasi memiliki peran yang sangat penting. Beberapa politisi memilih gaya bicara yang lugas dan blak-blakan untuk menarik simpati rakyat, membuat mereka terkesan lebih "apa adanya" dan tidak berjarak. 

Namun, di sisi lain, gaya komunikasi yang terlalu santai dan cenderung kasar juga bisa berisiko, terutama jika dianggap tidak menghormati norma dan etika berkomunikasi yang baik.

Bagaimanapun juga, masyarakat kini semakin kritis dalam menilai ucapan dan tindakan para pemimpinnya. 

Publik tidak hanya melihat isi pidato, tetapi juga bagaimana cara pesan tersebut disampaikan. 

Maka, penting bagi para pejabat untuk tetap menjaga keseimbangan antara spontanitas dan etika komunikasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan menimbulkan kontroversi yang tidak perlu.

Bagaimana menurut Anda? Apakah gaya komunikasi seperti ini justru membuat pejabat terasa lebih dekat dengan rakyat, atau malah berisiko memperlebar jarak antara pemerintah dan masyarakat?

DIIKLANKAN BORNEOTRIBUN

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar