Yogyakarta - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) tengah menyiapkan studi untuk mendiagnostik atau mengukur kesiapan masyarakat di Indonesia mengadopsi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) sebagai solusi baru menyelesaikan persoalan yang ditemui di beragam sektor industri.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan bahwa studi tersebut merupakan kelanjutan dari hasil pengukuran Readiness Assesment Method (RAM) AI dari UNESCO di Indonesia beberapa waktu lalu.
"Ini (diagnostik kesiapan adopsi AI) kelanjutan dari RAM AI, jadi akan ada serial dialog dengan stakeholders di antara lain dengan pelaku industri ada tech companies, lalu kemudian ada organisasi-organisasi masyarakat, ada pelaku industri, ada akademisi gitu ya jadi semua pihak kita ajak bicara," kata Nezar di Yogyakarta, Selasa (10/12) malam.
Nezar mengatakan, bersamaan dengan itu, nantinya aturan khusus yang lebih mengikat mengenai adopsi AI juga akan dikaji sehingga nantinya adopsi AI di Indonesia bisa memiliki tata kelola yang lebih efisien.
Saat ini, kajian tersebut dilakukan untuk memutuskan instrumen hukum mana yang tepat untuk mengatur tata kelola adopsi AI di masyarakat maupun di industri.
"Kita lagi menimbang apakah dia akan dalam bentuk Peraturan Menteri atau tidak dia Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden," tutupnya.
Sebelumnya, terkait dengan pengukuran RAM AI di Indonesia, UNESCO melakukan RAM AI mulai Mei 2024 dan hasilnya diumumkan pada Oktober 2024.
RAM AI merupakan pengukuran kesiapan suatu negara untuk mengadopsi AI secara etis dan bertanggung jawab yang dikembangkan oleh UNESCO. Di level regional Asia Tenggara, Indonesia menjadi yang pertama menyelesaikan RAM AI dari UNESCO.
Pengukuran tersebut menyoroti beberapa area penting, termasuk dampak sosial dan ekonomi yang diakibatkan teknologi AI di Indonesia.
Mulai dari kekhawatiran utama yang muncul terkait pergeseran lapangan kerja, terutama di daerah pedesaan, sementara masyarakat perkotaan menekankan adopsi AI yang etis dan bertanggung jawab.
Laporan ini juga menyoroti kesenjangan dalam akses informasi yang dapat memperkuat potensi bias dan diskriminasi, serta merangkum catatan bahwa penelitian AI di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, menghambat perkembangan teknologi di Indonesia.
Selain itu, terdapat rekomendasi yang menyarankan pengembangan regulasi perlu memastikan Tata Kelola AI yang beretika sesuai dengan standar global.
Pembentukan Badan Nasional Kecerdasan Artifisial untuk memperkuat koordinasi lintas sektor juga diperlukan untuk membuat Indonesia bisa mengejar ketertinggalan.
Pengembangan kapasitas terutama terkait kesetaraan akses pendidikan dan infrastruktur AI dinilai sebagai hal penting yang perlu dilakukan untuk meningkatkan adopsi AI di Indonesia menjadi efektif.
Secara khusus laporan ini juga merekomendasikan agar pemanfaatan AI bisa terjadi secara inklusif dengan pelibatan peneliti dan startup di luar Pulau Jawa.
Pewarta : Livia Kristianti/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS