Literasi digital untuk hindarkan ancaman obesitas hingga perundungan | Borneotribun.com

Senin, 23 September 2024

Literasi digital untuk hindarkan ancaman obesitas hingga perundungan

Literasi digital untuk hindarkan ancaman obesitas hingga perundungan
Literasi digital untuk hindarkan ancaman obesitas hingga perundungan. (ANTARA)
Jakarta - Anak-anak yang hidup di zaman digital saat ini mengalami pengenalan terhadap media layar (screen time) lebih awal sebagai dampak penggunaan gawai oleh orang tua dan orang dewasa di sekelilingnya.

Menurut Unicef - Dana Darurat Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa - banyak orang tua menggunakan waktu layar di gawai untuk menghibur atau mengalihkan perhatian anak-anak mereka saat mereka mengurus kebutuhan lainnya.

Cara ini memang berhasil. Layar menarik perhatian anak-anak dengan cara yang hampir tidak dapat dilakukan oleh hal lain, sehingga orang tua dapat sedikit beristirahat.
Namun, apa dampak layar terhadap otak anak-anak dan berapa lama waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk menonton layar?

Menghabiskan waktu berlebihan di depan layar pada anak berdampak pada kesulitan berkonsentrasi, kurangnya kejernihan mental, dan pikiran yang terus melompat dari satu hal ke hal lain sering dikaitkan dengan kondisi yang disebut "otak berondong jagung" (popcorn brain).

Popcorn brain adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi otak anak yang terbiasa dengan layar perangkat digital yang senantiasa merespons stimulus kuat hingga
otak meletup-letup.

Ketergantungan anak-anak yang sangat besar pada media layar telah menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena dapat membahayakan pertumbuhan kognitif, linguistik, dan sosial-emosional mereka.

Waktu layar orang tua tanpa disadari telah menjadi faktor prediktor kuat terhadap perilaku waktu layar anak. Waktu layar merujuk pada waktu dimana anak menghabiskan waktu di depan layar atau screen, baik itu movie theater screen, smart phone, tablet, komputer, atau layar lainnya yang menampilkan gambar bergerak.

Patricia Kuhl, salah satu ilmuwan otak terkemuka di dunia dan melakukan eksperimen dengan lebih dari 4.000 bayi setiap tahun. "Yang kami temukan adalah bahwa bayi kecil, yang berusia di bawah satu tahun, tidak belajar dari mesin."

Bahkan, Patricia menyatakan jika orang tua menunjukkan video yang menarik, perbedaan dalam pembelajarannya sangat luar biasa. "Anda mendapatkan pembelajaran jenius dari manusia yang hidup, dan Anda tidak mendapatkan pembelajaran sama sekali dari mesin."

Mungkin itulah sebabnya Organisasi Kesehatan Dunia menyarankan tidak ada waktu menonton layar bagi bayi di bawah usia 2 tahun dan tidak lebih dari satu jam waktu menonton layar sehari bagi mereka yang berusia 2 hingga 4 tahun.

Sementara itu, American Academy of Pediatrics (AAP) malah menyarankan agar anak di bawah usia 2 tahun tidak diberikan screen time sama sekali. Pada usia 5 tahun ke atas, anak dapat diperkenalkan dengan waktu layar yang sedikit lebih lama, tetapi tetap dibatasi.

Untuk membatasi waktu layar, orang tua dapat menetapkan area bebas gawai, seperti ruang makan dan kamar tidur. Orang tua dapat menerapkan aplikasi pengontrol pada gawai untuk mengatur batas waktu harian pada perangkat anak.

Sebelum mengizinkan anak menggunakan gawai, pastikan bahwa program atau konten yang diakses aman dan memiliki rating yang baik.Orang tua dapat mengajak anak berdiskusi tentang program yang ditonton serta mengaktifkan opsi filter untuk konten-konten yang tidak aman ditonton anak-anak.

Efek waktu layar

Anak-anak paling baik belajar melalui interaksi dengan orang lain dan bukan melalui layar sehingga orang tua dan dewasa di sekitarnya. Dampak waktu layar berpengaruh pada otak dan perilaku anak-anak, namun banyak orang tua yang menyerah ketika anaknya mengamuk meminta tablet.

Dikutip dari Medical Daily, para peneliti kini memperingatkan bahwa ini bisa menciptakan siklus buruk, karena dapat mengganggu kemampuan anak untuk mengelola kemarahan dan meningkatkan ledakan emosional.

Studi menunjukkan bahwa waktu layar untuk anak-anak kecil melonjak dari hanya lima menit sehari pada tahun 2020 menjadi 55 menit sehari pada tahun 2022. Peneliti dari studi terbaru menemukan bahwa penggunaan tablet dini dapat berkontribusi pada siklus yang merugikan untuk regulasi emosional.

"Kami menemukan bahwa waktu penggunaan tablet anak berkontribusi pada peningkatan ekspresi kemarahan dan frustrasi, dan bahwa ekspresi emosional kemarahan/frustrasi yang
lebih besar kemudian mengarah pada penggunaan tablet yang lebih banyak, dengan demikian, mungkin menyebabkan siklus dari waktu ke waktu," tulis para peneliti dalam studi yang diterbitkan di jurnal Jama Pediatrics.

Membatasi kecanduan waktu layar anak bisa dimulai dengan meregulasi waktu layar dari orang tua karena dapat berpengaruh pada anak.

Waktu layar orang tua tanpa sadar adalah faktor prediktor kuat terhadap perilaku waktu layar anak sehingga orang tua bisa mulai meregulasi waktu layarnya sendiri dengan
mulai mengurangi penggunaan gawai di depan anak.

Ketua UKK tumbuh kembang pediatri sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Ahmad Suryawan Sp.A(K) mengingatkan upaya membatasi waktu layar, ternyata tidak
serta merta memperbaiki gangguan perkembangannya dengan cepat, namun butuh waktu untuk bisa membaik 1-2 tahun ke depan.

"Waktu layar yang berlebih bisa memicu anak mengalami obesitas atau peningkatan indeks masa tubuh di usia selanjutnya. Faktor paparan gawai saat jam makan juga menyumbang penambahan indeks masa tubuh anak secara signifikan yang berakibat obesitas," ujarnya.

Orang tua dan orang dewasa di sekitar perlu menyadari, selain ancaman kesehatan mental dan fisik anak, terdapat ancaman lebih mengerikan dari pemakaian waktu layar berlebih terhadap anak-anak berkaitan dengan kejahatan dunia maya.

Ancaman ini mencakup perundungan dan kekerasan cyber (Cyber bullying), pembajakan identitas, penipuan online, konten yang tidak pantas, dan bahaya penyebaran informasi pribadi.Salah satu ancaman yang seringkali terjadi di dunia maya adalah konten yang tidak pantas bagi anak-anak karena anak dengan mudah mengakses konten dewasa, kekerasan, dan perundungan online.

Ancaman tersebut biasanya datang dalam bentuk yang menakutkan seperti predator online yang mencari korban lewat media sosial atau situs web yang tidak aman. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan pengasuh untuk mengenali dan memahami berbagai ancaman tersebut dengan memberikan "do and do not."

Sebelum memberikan waktu menggunakan gawai kepada anak, orang tua perlu memberikan pengetahuan atau mitigasi dengan bahasa yang dipahami anak terkait informasi risiko berbagai kemungkinan yang terjadi di dunia maya.

Dari rekomendasi dari American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2016, secara umum orang tua harus teredukasi agar lebih memahami penggunaan gawai sebagai media, dan memahami perkembangan otak anak dengan mementingkan interaksi langsung.

Cyberbullying merupakan salah satu risiko yang tidak terhindarkan, namun dapat dicegah dengan peran aktif orang tua dan literasi digital yang mumpuni.

Oleh Zita Meirina/ANTARA

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar