Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman | Borneotribun.com

Sabtu, 29 Juni 2024

Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman

Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman
Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Setiap tanggal 25 Juni diperingati sebagai Hari Vitiligo Sedunia. Menurut Vitiligo Research Foundation, Hari Vitiligo Sedunia pertama kali diadakan pada tahun 2011 untuk mengampanyekan penyakit yang sering dilupakan di mata publik karena sering dianggap hanya masalah kosmetik.

Dokter spesialis dermatologi venereologi estetika lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Benny Nelson Sp. D.V.E, menjelaskan bahwa vitiligo adalah kondisi kulit yang kehilangan warna kulit (pigmen) yang disebut ‘melanin’, membentuk pola mirip warna pada bulu anak sapi. 

Hilangnya melanin menyebabkan munculnya bercak putih di kulit yang memiliki batas tegas dengan kulit normal. 

Vitiligo, kata Benny, digolongkan sebagai penyakit autoimun, yaitu kondisi di mana sel imun menyerang melanosit, sel yang menghasilkan melanin.

Secara global, terdapat sekitar 5 juta orang yang mengalami vitiligo dengan prevalensi sekitar 0,5–2 persen, rentang usia di bawah 1 tahun hingga 55 tahun. 

Di Indonesia, penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Soetomo, Surabaya, mencatat 115 pasien vitiligo sepanjang tahun 2018–2020, dengan prevalensi sebesar 1,4 persen.

Benny menyebut, sampai saat ini penyebab vitiligo masih belum diketahui, namun bisa dipastikan penyakit ini tidak menular. 

“Penyebab pasti vitiligo masih belum diketahui, tetapi diduga multifaktorial, seperti faktor genetik, autoimun, stres fisik atau psikis, paparan sinar ultraviolet, zat kimia, atau radikal bebas,” jelasnya.

Penderita vitiligo bisa saja mengalami penyakit penyerta lainnya yang beberapa di antaranya seringkali terabaikan. 

Sekitar 20 persen kasus vitiligo dikaitkan dengan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, anemia pernisiosa, penyakit Addison, lupus, rheumatoid arthritis, inflammatory bowel disease, dan alopecia areata. 

Pasien juga harus memperhatikan kemungkinan vitiligo menyebabkan tuli sensorineural (kehilangan pendengaran akibat rusaknya saraf), yang sering terabaikan dan baru disadari saat komplikasi sudah di tahap akhir. 

Terdapat juga kasus jarang yang merupakan bentuk berat dari vitiligo, yaitu Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome (VKHS) yang melibatkan vitiligo, poliosis (rambut memutih), kehilangan pendengaran, radang selaput otak, rambut rontok, dan kelainan pada mata.

Meskipun terdapat beberapa penyakit penyerta, vitiligo tergolong sebagai penyakit autoimun, yang artinya memiliki sistem imun yang berlebihan, disebut dengan disregulasi sistem imun. 

Sebuah penelitian menarik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien vitiligo memiliki kemungkinan lebih rendah terkena COVID-19 berat dibandingkan yang tidak memiliki vitiligo. 

Namun karena masih belum ditemukan penyebab pastinya, vitiligo tidak dapat dicegah secara optimal. 

Riwayat keluarga yang mengalami vitiligo juga menyumbang faktor risiko sebesar 20 persen. 

Cara terbaik adalah menghindari paparan sinar ultraviolet terlalu lama karena diduga dapat memicu vitiligo genetik semakin rentan.

Perawatan Kulit Vitiligo

Benny mengatakan bahwa pada pasien vitiligo, kulit mereka akan rentan terhadap paparan sinar ultraviolet karena melanin yang tidak dapat dihasilkan sebagai proteksi kulit. 

Saat berpergian, pasien vitiligo disarankan mencari tempat teduh dan menggunakan pakaian lengan panjang berwarna gelap dan berbahan lebih padat untuk menghindari sinar matahari. 

Sebagai contoh, pakaian berbahan denim memiliki Sun Protection Factor (SPF) sekitar 1700, sedangkan kaus berwarna putih hanya memiliki SPF sekitar 7. 

Jika memungkinkan, gunakan pakaian yang memiliki label ultraviolet protection factor (UPF) dan selalu pakai tabir surya yang memiliki SPF minimal 30 dan PA++, serta diaplikasikan ulang setiap 2-3 jam.

“Oleh karena itu, penggunaan tabir surya atau sunscreen menjadi hal yang wajib bagi pasien vitiligo. Perawatan kulit dasar (basic skincare) seperti mandi dengan sabun yang bersifat lembut (gentle) dan menggunakan pelembap juga tetap harus dilakukan,” tambah dokter yang praktik di RS Pondok Indah Jakarta ini. 

Adapun perawatan kulit yang sebaiknya dihindari pada pasien vitiligo adalah perawatan kulit yang menyebabkan trauma seperti laser, mikrodermabrasi, skin tanning, atau perawatan lain yang bersifat eksfoliatif. 

Benny mengatakan, sebisa mungkin hindari luka karena pada pasien vitiligo terdapat fenomena Koebner, di mana saat terjadi luka, situs tersebut dapat menjadi lesi vitiligo yang baru.

Meskipun kulit pasien vitiligo dapat mengalami fenomena Koebner, penelitian tahun 2014 menunjukkan bahwa pasien vitiligo memiliki kemungkinan 3 kali lebih rendah untuk mendapatkan kanker kulit melanoma, karsinoma sel basal, atau karsinoma sel skuamosa. 

Hal ini dapat disebabkan oleh dua hal. 

Pertama, pasien dengan vitiligo lebih sering memakai pakaian tertutup, lebih sering mencari tempat teduh, dan lebih teratur memakai sunscreen. 

Kedua, sel melanosit yang menjadi sumber keganasan kulit pada melanoma dihancurkan oleh sel imun penderita vitiligo.

Menjaga Kesehatan Pasien Vitiligo

Selain memperhatikan kesehatan kulit, pasien vitiligo juga harus menjaga kesehatan fisik dengan mengonsumsi makanan sehat. 

Tidak ada pantangan atau anjuran khusus terkait makanan, namun sebaiknya menghindari makanan olahan dan daging olahan seperti makanan kalengan, makanan instan, daging kalengan, roti putih, pasta, gluten, fast food, alkohol, minuman dan makanan yang terlalu manis, serta makanan ringan (snack) dalam kemasan. 

Makanan tersebut diduga dapat memicu reaksi peradangan dan kaya akan radikal bebas sehingga vitiligo sulit diterapi. 

Sebaliknya, makanan yang kaya antioksidan diduga memiliki peran protektif, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar, makanan kaya omega-3 (tapi rendah omega-6), biji-bijian, dan minyak ikan. 

Beberapa ahli, kata Benny, juga menganjurkan sejumlah suplemen seperti ginkgo biloba, vitamin C, D, dan E.

Selain itu, penting untuk menjaga kesehatan mental pada pasien vitiligo. Pasien harus menghindari stres dan rutin mengonsumsi makanan sehat dan bergizi agar sistem imun tetap terjaga. 

Jangan segan untuk mencari pertolongan profesional, seperti dokter spesialis dermatologi venereologi estetika untuk penanganan yang sesuai, atau dokter spesialis kedokteran jiwa jika merasa terdapat keluhan terkait kesehatan mental karena vitiligo.

Benny mengatakan vitiligo memang tidak bisa disembuhkan sepenuhnya. Jika pun ada bagian kulit yang terkena vitiligo mengalami episode perbaikan spontan, terutama di daerah yang memiliki rambut, lama kelamaan akan kambuh kembali dan melebar setelah beberapa waktu. 

Namun, ada beberapa tindakan medis yang bisa dilakukan bergantung pada jenis vitiligo, luas permukaan kulit yang terkena, serta episode saat menemui dokter. 

Pasien dapat diberikan obat kortikosteroid oral, kortikosteroid dan inhibitor calcineurin oles, terapi sinar, kosmetik untuk kamuflase, operasi cangkok kulit, bahkan terapi depigmentasi atau bleaching, tutup Benny Nelson.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Buka Komentar