KETAPANG – Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar) tengah monitor penggunaan dana hibah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ketapang.
Dana ini bersumber dari APBD Ketapang tahun 2019 sebesar Rp 17.86 miliar yang dicairkan secara bertahap. Tahap pertama pencairan terjadi pada bulan Desember 2019. Pencairan tahap berikutnya dilakukan pada tahun 2020 sampai mencapai jumlah hibah.
Koordinator sekretariat Bawaslu Ketapang, Tengku Nurmawardi mengatakan, jaksa meminta klarifikasi terkait penggunaan anggaran panitia pengawas pemilu (Panwaslu) kecamatan yang dicurigai tidak sesuai.
Seperti untuk transportasi, makan minum ataupun penginapan serta penggunaan dana di seketariat Panwaslu kecamatan.
"Karena ada laporan. Tapi sudah selesai, berkas juga sudah dikembalikan pihak jaksa,," ujarnya Rabu (29/05/24).
Informasi diperoleh, persoalan penggunaan anggaran hibah ini sempat diributkan antara komisioner Bawaslu dengan bagian sekretariat.
Hal ini muncul karena diduga komisioner hendak mengelola dana itu sesuai dengan bidang (devisi) dan program pengawasan.
Sedang bagian sekretariat kemungkinan menolak pola penggunaan anggaran per bidang di komisioner Bawaslu Ketapang.
Menurut ketua Bawaslu Ketapang, Mohammad Dofir, dalam pengelolaan keuangan dilakukan berdasarkan aturan sesuai NPHD serta disesuaikan dengan tahapan.
"Masalah penggunaan keuangan pada bagian sekretariat, itu saja yang dijelaskan. Tidak ada itu bagi-bagi (uang) memang uang siapa di bagi-bagi itu," kata Moh Dofiri Ketua Bawaslu Ketapang.
Untuk informasi, Bawaslu Ketapang menperoleh hibah dari APBD 2019 sebesar 17.86 miliar. Anggaran hibah ini dipakai untuk pengawasan pilkada 2020.
Dana tersebut dipakai untuk pembentukan Panwascam di tingkat kecamatan hingga tingkat desa dan pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS). Selain itu juga untuk kegiatan kelompok kerja Gakumdu sosialisasi, Raker, Rakor dan Bimtek.
Penulis: Muzahidin
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS