JAKARTA – Pemilihan umum merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Melalui pemilihan umum, seluruh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat memiliki kesempatan untuk memilih para pemimpin mereka yang akan mewakili dan mengelola pemerintahan.
Pemilihan umum menciptakan mekanisme dimana pemerintahan dapat mencerminkan aspirasi dan kebutuhan rakyat.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, telah ditetapkan tahapan-tahapan pemilu pada tahun 2024 mulai dari penyusunan peraturan sampai dengan pengucapan sumpah/janji.
Agar pemilu ini berjalan dengan sukses dan damai, penyelenggaraan Pemilu ini harus berintegritas. Penyelenggara pemilu ditutut selalu menjaga integritas, di tengah jalannya tahapan Pemilu 2024. Sebab, integritas yang dipegang teguh oleh para penyelenggara pemilu, menjadi salah satu penentu demokrasi dapat berjalan dengan baik.
Para penyelenggara pemilu harus memiliki kinerja akuntabel agar prinsip good governance dan clean governance terimplementasikan dalam pemilu.
Akuntabilitas harus tercermin dalam setiap gerak penyelenggaraan pemilu termasuk dalam pengelolaan keuangan sebagai salah satu faktor terpenting suksesnya pelaksanaan pemilu. Akuntabilitas dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara juga merupakan salah satu indikator kinerja Kementerian/Lembaga (K/L).
Dukungan dan Pengelolaan Anggaran Pemilu
Sesuai dengan PKPU di atas, ingar bingar pemilu 2024 sudah bergema. Perhelatan Pemilu tentu membutuhkan biaya tak sedikit.
Meskipun pelaksanaan puncak pemilu baru dilaksanakan pada tahun 2024, anggaran untuk dukungan pemilu telah dialokasikan sejak tahun 2022 di 16 K/L dimana KPU dan Bawaslu merupakan aktor utama penyelenggaraan pemilu (K/L lainya seperti Kemendagri, Kemenlu, Kemenpolhukam, Polri, dan lainnya).
Untuk Pemilu 2024, Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp71,3 triliun. Anggaran tersebut bahkan sudah diberikan sejak jauh-jauh hari, sekitar 20 bulan sebelum pemilu terselenggara.
Pada tahun 2022, pemerintah mengalokasikan Rp3,1 triliun yang diantaranya digunakan untuk penetapan peraturan PKPU dan Bawaslu, fasilitasi WNI di luar negeri, penegakan kode etik pemilu dan rekomendasi kebijakan persiapan pemilu.
Tahun 2023, alokasi anggaran pemilu bertambah menjadi Rp30,0 triliun yang diantaranya digunakan untuk pembentukan Badan Ad Hoc, pembuatan indeks kerawanan pemilu, pengadaan Almatsus dan Alat Pengamanan Pemilu.
Pada tahun depan saat berlangsungnya Pemilu, alokasinya naik lagi menjadi Rp38,2 triliun yang digunakan untuk pelaksanaan pemungutan suara, operasi pengamanan pemilu, peliputan dan siaran pemilu, pengawasan dana pemilu dan penanganan sengketa pemilu.
Untuk melaksanakan tahapan pemilihan umum yang lebih tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, perlu adanya pedoman tata cara pelaksanaan anggaran dalam rangka tahapan pemilu.
Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 181/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Tahapan Pemilihan Umum. PMK tersebut mengatur diantaranya terkait alokasi anggaran tahapan pelaksanaan pemilu, tata cara pelaksanaan pembayaran tahapan pemilu, rekening dana pemilu, penyaluran dan penggunaan dana pemilu, serta pertanggungjawaban dana pemilu.
Dalam PMK tersebut disebutkan penyelenggara pemilu adalah KPU dan Bawaslu serta adanya Badan Ad Hoc. Badan Ad Hoc terdiri dari Badan Ad Hoc Dalam Negeri dan Badan Ad Hoc Luar Negeri. Anggaran Tahapan Pelaksanaan Pemilu untuk Badan Ad Hoc dibebankan pada DIPA KPU/Bawaslu. Anggaran untuk Badan Ad Hoc meliputi: belanja honor untuk panitia/petugas dan belanja untuk keperluan pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc.
Untuk keperluan penyaluran dana tahapan pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan oleh Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri, dilakukan pembukaan Rekening Dana Pemilu (RDP) pada bank umum yang telah melakukan kerja sama dengan KPU/Bawaslu.
RDP adalah rekening pemerintah lainnya pada Satker Bawaslu Provinsi atau Satker KPU/Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menampung dana pemilu yang digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan pada Badan Ad Hoc Penyelenggara Pemilu Dalam Negeri. RDP dikelola oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu (BPP) satker KPU/Bawaslu.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai unit yang bertugas untuk menyalurkan anggaran tahapan pemilu akan menyalurkan anggaran dimaksud setelah menerima pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM) dari satker KPU/Bawaslu. Penyaluran dilakukan secara langsung dari rekening kas umum negara ke RDP. Selanjutnya, bendahara pengeluaran dari satker KPU/Bawaslu akan menyalurkan dari RDP kepada rekening masing-masing Badan Ad Hoc.
Setelah dana digunakan, tentu ada kewajiban dari masing-masing Badan Ad Hoc untuk menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana pemilu kepada bendahara satker KPU/Bawaslu.
Pertanggungjawaban ini harus dilakukan secara akuntabel dan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam mempertanggungjawabkan dana pemilu meliputi Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTJB) dan bukti-bukti pengeluaran.
Bendahara satker KPU/Bawaslu kemudian melakukan penelitian dan verifikasi atas kesesuaian jumlah uang yang telah disalurkan beserta SPTJB dan bukti-bukti pengeluaran yang disampaikan oleh Badan Ad Hoc.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) satker KPU/Bawaslu melakukan pengesahan atas pertanggungjawaban dana pemilu tersebut sebagai dasar penyaluran dana pemilu pada tahap berikutnya.
Bagi Badan Ad Hoc yang belum menyampaikan pertanggungjawaban atau sudah menyampaikan namun belum disahkan oleh PPK maka tidak dapat disalurkan dana pemilu-nya untuk tahap selanjutnya.
Tantangan dan Rekomendasi
Pengelolaan anggaran pemilu yang jumlahnya cukup besar terutama dana pemilu yang dikelola oleh Badan Ad Hoc tentu menimbulkan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Adanya potensi temuan berulang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentu menjadi salah satu tantangan yang perlu mendapatkan perhatian.
Permasalahan-permasalahan seperti utang kepada pihak ketiga yang tidak bisa diyakini kewajarannya serta bukti pertanggungjawaban kurang memadai atau bahkan tidak ada harus menjadi perhatian seluruh pihak.
Jumlah Badan Ad Hoc yang sangat banyak tersebar sampai ke desa-desa di penjuru nusantara dengan kondisi geografis yang sangat beragam seperti di Kalimantan Barat menjadi tantangan bagi KPU/Bawaslu.
Tantangan tersebut terkait bagaimana melakukan koordinasi dan konsolidasi pelaksanaan anggaran pada Badan Ad Hoc agar dapat berjalan dengan baik. Selain itu, anggota Badan Ad Hoc berasal dari berbagai macam latar belakang dan masa kerja yang sementara serta rentang waktu terbatas tentu membuat para anggota Badan Ad Hoc tentu memerlukan bantuan atau pendampngan dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran yang dikelolanya.
Untuk menjawab beberapa tantangan tersebut yang pertama perlu dilakukan adalah dukungan SDM pada satker KPU dan Bawaslu. Dukungan SDM baik dari sisi kuantitas maupun kualitas pada satker KPU dan Bawaslu akan sangat membantu dalam pelaksanaan anggaran sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh Kemenkeu.
Kedua selain SDM pada satker KPU dan Bawaslu, pada Badan Ad Hoc juga perlu menunjuk SDM yang secara khusus mengelola keuangan dana pemilu. Ketiga perlunya pelatihan dan bimbingan teknis secara berkala kepada pengelola dana pemilu pada Badan Ad Hoc oleh satker KPU dan Bawaslu, jika diperlukan dapat melibatkan KPPN mitra kerjanya.
Keempat, pemanfaatan teknologi informasi, fitur-fitur atau fasilitas internet menjadi sangat penting untuk mendukung proses pengelolaan dana pemilu ini agar berjalan lancar sehingga jarak dan lokasi geografis tidak lagi menjadi masalah.
Terakhir, koordinasi yang baik dengan melaksanakan monitoring dan evaluasi baik diinternal KPU maupun Bawaslu serta melibatkan langsung anggota Badan Ad Hoc sehingga dapat melakukan mitigasi timbulnya permasalahan dikemudian hari. Sikap responsif dan cepat tanggap dari satker KPU dan Bawaslu dalam merespon permasalahan yang terjadi juga sangat diperlukan.
Oleh Irfan S.
ASN Pemerintah Pusat
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS