JAKARTA – Para pria berisiko mengalami masalah prostat baik itu radang prostat atau prostatitis, pembesaran prostat jinak (BPH) atau bahkan kanker prostat yang dapat menurunkan kualitas hidup serta menyebabkan kematian.
Prostat merupakan kelenjar kecil dalam sistem reproduksi pria, menghasilkan cairan putih kental yang bercampur sperma dari testis untuk membentuk air mani.
Di antara masalah yang bisa melingkupi kelenjar ini, radang prostat termasuk salah satunya. Dokter spesialis urologi RS Pondok Indah – Pondok Indah, dr Hilman Hadiansyah, Sp. U, mengatakan radang prostat atau prostatitis paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri.
Kondisi ini dapat terjadi pada setiap usia tetapi lebih sering pada usia di bawah 50 tahun dan sebanyak 8,2 persen laki-laki akan mengalami kondisi ini selama hidupnya.
Mereka yang terkena prostatitis biasanya mengalami nyeri di daerah selangkangan, mulut zakar dan sensasi seperti terbakar di ujung kepala penis saat buang air kecil. Tetapi, di antara sejumlah gejala, yang khas yakni nyeri yang tak bisa ditunjuk secara langsung lokasinya oleh pasien namun terkadang dirasakan hingga anus.
Untuk mendeteksi prostatitis, dokter biasanya menyarankan seseorang dengan keluhan tersebut menjalani pemeriksaan antigen spesifik prostat (PSA). Sebanyak 60 persen pasien kasus prostatitis akut yang disebabkan bakteri memiliki kadar PSA meningkat. PSA dikatakan tinggi bila menunjukkan angka di atas 4 ng/ml.
Selain PSA, pasien juga dapat memeriksakan urine-nya untuk melihat ada atau tidaknya kuman patogen, serta kadar leukosit, naik atau tidak.
Pemeriksaan lainnya yakni colok dubur. Hilman mengatakan biasanya pada kasus prostatitis, dokter tidak menemukan adanya benjolan, tapi lebih ke pada saat diraba, ada nyeri yang sangat hebat dirasakan pasien.
Apabila pasien memang terdiagnosis prostatitis, maka pengobatannya sebatas diberikan antibiotik. Hanya saja, menurut Hilman, beberapa antibiotik yang diberikan relatif cukup lama durasi pemakaiannya, misalnya sampai empat minggu.
Pembesaran prostat jinak
Normalnya ukuran prostat yakni 20 gram, bisa juga 15-25 cc atau sebesar satu butir buah anggur. Tetapi, seiring bertambahnya usia, ukuran prostat akan bertambah karena adanya hormon dihidotestosteron atau hormon yang terutama terlibat dalam pertumbuhan dan perbaikan prostat.
Laki-laki akan selalu memproduksi hormon testosteron, tetapi dengan enzim alfa reduktase, hormon testosteron akan diubah menjadi dihidrotestosteron. Hilman mengibaratkan dihidotestosteron sebagai makanan prostat, sehingga selama enzim alfa reduktase terus diproduksi maka prostat akan bertambah besar.
Selain bertambah besar, juga akan terjadi percepatan pertambahan volume prostat bila seorang pria sudah melewati usia 60 tahun. Dia merujuk penelitian menuturkan bahwa volume prostat meningkat sebesar 2,2 persen per tahun.
Lalu, pembesaran seperti apa yang dianggap normal? Menurut Hilman, yang membesar keluar, tidak ke dalam, karena pembesaran ke dalam atau sampai menekan leher kandung kemih bisa menyebabkan urine tidak keluar ke bawah dengan lancar karena terhimpit kelenjar prostat yang membesar.
Terkadang, ditemukan kelenjar prostat naik ke atas dan karena terlalu besar maka menekan kandung kemih dan memungkinkan terjadinya Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yakni gejala saluran kemih bagian bawah.
Prostat selain membesar ukurannya juga dapat bertambah banyak selnya sehingga mengarah pada kondisi benign prostatic hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak.
Penuaan, adanya sindrom metabolik antara lain hipertensi, dislipidemia obesitas dan faktor genetik menjadi faktor risiko seorang pria mengalami BPH. Khusus untuk faktor genetik dikatakan risikonya empat kali terjadinya pembesaran prostat jinak.
Sementara itu, faktor risiko yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan yakni kebiasaan merokok dan konsumsi makanan mengandung pengawet.
Pakar kesehatan melalui Cleveland Clinic mencatat sejumlah gejala umum pada pasien BPH yakni kesulitan mulai buang air kecil, tiba-tiba ingin buang air kecil (urgensi), ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih sepenuhnya, nyeri setelah ejakulasi atau saat buang air kecil, urine berubah warna dan berbau.
Mereka yang terdiagnosis BPH nantinya bisa menjalani terapi obeservatif. Ini umumnya bila pasien baru merasakan gejala awal seperti terbangun dua kali setiap malam, pancaran kemih masih baik, lalu hasil pemeriksaan menunjukkan residu urine di kandung kemih sedikit.
Pasien disarankan melakukan pembatasan minum pada malam hari serta menghindari konsumsi minuman bersifat diuretik atau menyebabkan meningkatnya laju urinasi seperti kopi, teh, cokelat serta makanan pedas.
"Tetapi kalau sudah mulai ada gejala harus mengejan saat berkemih, habis pipis merasa ada sisa, baru boleh memulai terapi pengobatan," kata Hilman.
Sebagai jalan terakhir, sebenarnya masih ada terapi pembedahan. Ini apabila terapi pengobatan tidak kunjung membuahkan hasil. Hilman berpendapat, saat ini sudah jarang dilakukan operasi besar, karena rata-rata menerakan bedah minimal invasif.
Pembesaran prostat jinak versus kanker prostat
Satu penyebab lain prostat bisa membesar yakni karena adanya kanker. Salah satu perbedaan antara pembesaran prostat jinak dan kanker prostat yakni, lokasi pembesarannya.
"Biasanya pasien kanker prostat, benjolannya ada di zona perifer. Makanya saat melakukan colok dapat, dokter dapat meraba nodul atau benjolan pada area prostat. Kalau pasien BPH, pembesarannya terjadi pada zona transisional," jelas Hilman.
Hanya saja, tidak semua pasien mau menjalani pemeriksaan colok dubur, karena pemeriksaannya sangat tidak nyaman. Operator harus memasukkan jarinya ke anus pasien, untuk meraba prostat.
"Prostat apakah ada benjolan, pembesaran simetris atau tidak, keras atau tidak, kalau keras biasanya mengarah ke kanker, kalau kenyal kemudian besar mungkin BPH. (Colok dubur) itu perlu dilakukan, wajib," kata Hilman.
Selain colok dubur, dokter perlu melakukan konfirmasi dengan pemeriksaan menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio atau MRI. Tes ini wajib dilakukan untuk melakukan biopsi prostat robotik.
Hasil PSA tinggi yakni di atas 4 ng/ml satu dari tiga kemungkinannya yakni kanker prostat, selain prostatitis dan BPH.
Apabila penyebabnya infeksi atau prostatitis, begitu pasien diberi antibiotik selama sepekan, angka hasil pemeriksaan PSA nantinya menunjukkan turun 50 persen.
Lalu bila BPH, misalnya dari 8 ng/ml kemudian diperiksa lagi sebulan kemudian, kenaikannya hanya 9 ng/ml.
Sementara pada kanker prostat, PSA akan terus tinggi semisal awalnya 80 ng/ml, lalu menjadi 90 ng/ml pada minggu depan
Tetapi, sekali lagi, Hilman mencatat, tidak bisa dikatakan kanker 100 persen hanya merujuk hasil PSA.
"Kalau PSA lebih dari 4, plus colok dubur ada nodul atau benjolan, besar kemungkinan pasien mengalami kanker prostat. Maka itu perlu dilakukan biopsi. Tetapi kalau dari pemeriksaan PSA di atas 4 tetapi colok dubur, prostatnya kenyal, simetris, tidak ada nyeri, mungkin ini BPH," jelas dia.
BPH tidak menyebabkan kematian, sementara kanker prostat dapat menyebabkan pasien meregang nyawa.
Hilman mencatat, risiko seorang pasien kanker prostat meninggal yakni satu dari 39 atau sekitar 2,6 persen. Lalu, pasien dengan kanker prostat yang menyebar ke organ lain semisal tulang, kelenjar getah bening, hati dan lainnya memiliki risiko kematian lebih tinggi.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS