Suhu Laut Lebih Hangat Daripada Sebelumnya, Ciptakan Kekacauan Cuaca Global | Borneotribun.com

Jumat, 04 Februari 2022

Suhu Laut Lebih Hangat Daripada Sebelumnya, Ciptakan Kekacauan Cuaca Global

Suhu Laut Lebih Hangat Daripada Sebelumnya, Ciptakan Kekacauan Cuaca Global
Ombak menghantam rumah-rumah di tepi pantai di Scituate, Massachusetts, 29 Januari 2022. (JOSEPH PREZIOSO / AFP)

BorneoTribun.com - Laut semakin hangat tahun lalu daripada tahun sebelumnya, meningkatkan pola cuaca yang sudah ekstrem di seluruh dunia. Hal itu dikemukakan dalam laporan baru-baru ini yang diterbitkan di jurnal Advances in Atmospheric Sciences.

Dua puluh tiga ilmuwan internasional menganalisis ribuan pengukuran suhu laut. Sejak 2018, sewaktu kelompok ini pertama kali menerbitkan temuan mereka, mereka mendapati bahwa suhu laut meningkat setiap tahun.

Tetapi pemanasan itu tidak berlangsung konsisten di bumi ini.

Seorang tentara berpatroli di pantai saat Badai tropis Rick menguat menjadi badai di lepas pantai
Seorang tentara berpatroli di pantai saat Badai tropis Rick menguat menjadi badai di lepas pantai Pasifik Meksiko, di Acapulco, Meksiko, 23 Oktober 2021. (REUTERS/Javier Verdin)

Pada 2021, para peneliti mendapati bahwa karena pola dan arus angin, sebagian wilayah Samudra Atlantik, India dan bagian utara Samudra Pasifik menghangat lebih cepat. “Pergerakan air di lautan dunia mendistribusikan panas dengan cara yang tidak seragam, sehingga beberapa daerah mendapatkan lebih banyak panas dan yang lainnya lebih sedikit, yang berarti beberapa daerah tertentu di laut menjadi hangat lebih cepat daripada yang lainnya,” kata John Abraham, salah seorang penulis penelitian itu dan ilmuwan iklim di University of St. Thomas di Minnesota.

Meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca dari aktivitas manusia membuat lautan terlalu panas, kata Abraham kepada VOA. "Tahun lalu, laut menyerap panas yang setara dengan tujuh bom Hiroshima yang diledakkan di laut setiap detik setiap hari, 365 hari setiap tahun,” ujarnya.

Sedikit saja kenaikan suhu dapat sangat merusak. “Tahun lalu, suhu permukaan laut naik satu derajat Celsius,” kata Michael Mann, profesor ilmu atmosfer di Pennsylvania State University dan salah seorang kontributor laporan itu. “Dan meskipun ini seperti pemanasan yang sedikit, perubahan suhu sekecil apapun dapat berdampak sangat besar terhadap sistem cuaca, yang dapat menyebabkan populasi ikan berkurang dan lapisan es runtuh di Antartika.”

Hanya sedikit panas dari gas-gas rumah kaca yang benar-benar terperangkap di atmosfer. Sebagian besar panas itu diserap oleh lautan.

“Laut menyimpan 90 persen panas dari pemanasan global dan merupakan indikator kuat perubahan iklim. Sekarang ini, lautan kita memanas dengan laju yang luar biasa yang memiliki konsekuensi serius,” kata Lijing Cheng, penulis utama laporan itu dan profesor di Institute of Atmospheric Physics di Lembaga Ilmu Pengetahuan China.

“Kenaikan permukaan air laut membuat komunitas di pesisir semakin rentan terhadap gelombang badai yang mengancam prasarana pesisir,” kata Cheng kepada VOA.

Gletser Thwaites di Antartika, 2020
Gletser Thwaites di Antartika, 2020. (David Vaughan/Survei Antartika Inggris via AP)

Lautan yang menghangat juga menimbulkan malapetaka bagi sistem cuaca bumi. “Laut mengendalikan cuaca,” kata Abraham. “Laut yang lebih hangat membuat cuaca kita semakin liar, bergerak dari satu ekstrem ke ekstrem lainnya dengan lebih cepat,” ujarnya. “Lautan memanaskan dan melembabkan atmosfer, yang menciptakan badai yang lebih kuat.”

Tornado, hurikan, banjir dan bahkan badai salju “semuanya terkait dengan lautan yang memanas,” kata Alexey Mishonov, salah seorang penulis laporan dan ilmuwan peneliti di Earth System Science Interdisciplinary Center, University of Maryland.

Mann mengatakan gas-gas rumah kaca perlu segera dibatasi secara signifikan atau konsekuensi terhadap lingkungan hidup akan menjadi semakin buruk.“Kita harus menurunkan emisi karbon 50 persen dalam dekade ini,” ujarnya. “Pemerintah perlu memberikan insentif untuk mengalihkan industri energi dan transportasi dari bahan bakar fosil dan menuju ke energi terbarukan.” [uh/ab]

Oleh: VOA Indonesia

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar