Foto: iStock |
Ada 4 syarat niat puasa Ramadhan.
Ibadah puasa memiliki rukun yang menjadi tolak ukur apakah ibadah puasa sah atau tidak. Dan rukun puasa itu hanya ada dua yakni niat dan imsak alias menahan.
Berbicara niat, biasanya yang langsung terpantri oleh orang muslim Indonesia kebanyakan ketika mendengan kata niat puasa adalah redaksi yang masyhurnya.
"Nawaitu shauma ghadi ‘an adaa’I fardhi Ramadhan hadzihi al-sanah lilla ta’ala"
Kemudian muncul pertanyaan; benarkah niat dengan redaksi itu yang harus diucapkan? Dan apakah redaksi semacam itu pernah dicontohkan oleh Nabi SAW?
Ustadz Ahmad Zarkasih Lc mengatakan, jawabannya jelas tidak ada. Niat di atas tidak dicontohkan dari Nabi SAW juga tidak dari sahabat, tidak juga dari kalangan tabi’in dan pengikutnya.
"Tapi yang harus diketahui adalah bahwa niat puasa itu punya syarat-syaratnya. dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah Kuwait (28/21), syarat niat yang disepakati para ulama madzhab itu ada empat," kata Ustaz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "Bekal Ramadhan". Yaitu:
1. Jazm (Yakin)
2. Ta’yiin (Ditentukan)
3. Tabyiit (Pengukuhan)
4. Tajdid (Diperbaharui)
Jazm
Seorang muslim yang berniat haruslah yakin dengan niatnya, tidak gamang. Seperti mengatakan "Kalau besok ngga jadi safar, saya puasa. Kalau jadi saya ngga puasa!"
Harus yakinkan diri, puasa atau tidak? Juga bukan di hari syak (hari setelah tanggal 29 Sya’ban), apakah besok sudah masuk Ramadhan atau tidak. misalnya mengatakan. "Kalau besok benar tanggal satu saya puasa, kalau tidak ya ngga puasa!"
Harus dipastikan sebelumnya apakah besok benar tanggal 1 atau tidak. Maka untuk memastikan itulah butuh adanya pihak yang mampu dan kompeten dalam menentukan awal Ramadhan.
Itu juga berarti tidak boleh seseorang berpuasa tanpa mengikuti orang lain atau pihak otoritatif yang menentukan awal Ramadhan di mana mereka tinggal.
B. Ta’yiin
Ta’yin itu jika diterjemahkan secara bahasa ke dalam bahasa Indonesia adalah menentukan. Maksudnya adalah niat puasa itu haruslah memberikan spesifikasi atas ibadah yang ingin dikerjakan, dalam hal ini puasa.
Jadi, dalam niat harus ditentukan puasanya itu puasa apa? apakah ini puasa wajib atau bukan? Lalu kalau wajib, ini wajib apa? apakah Ramadhan atau nadzar, atau qadha? Harus ditentukan dengan jelas.
Karena syarat kedua inilah kemudian muncul redaksi dari ulama untuk memudahkan para orang "Muslim puasa esok hari" wajib bulan Ramadhan tahun ini. Tidak cukup hanya dengan niat secara mutlak tanpa ditentukan jenisnya.
Kenapa harus ditentukan? Karena puasa adalah ibadah yang berkaitan dengan waktu (hari), maka harus ditentukan waktunya, agar tidak tercampur
dengan puasa lain. Layaknya sholat lima waktu yang harus ditentukan jenis sholatnya ketika niat agar tidak bias dengan sholat yang lain.
"Ini adalah pendapat al-Malikiyah, al-Syafi’iyyah dan al Hanabilah. (al-Majmu’ 2/50, al-Mughni 3/109)," katanya.
Namun bagi kalangan al-Hanafiyah, tidak perlu adanya penentuan puasa dalam niat, cukup dengan niat puasa mutlak saja tanpa ditentukan jenisnya. Karena yang namanya puasa Ramadhan itu tidak mungkin dilakukan di luar Ramadhan, maka ketika ada yang berniat puasa, pastilah itu untuk Ramadhan.
Terlebih lagi bahwa puasa itu ibadah yang mudhoyyaq (waktunya sempit), satu hari itu hanya cukup untuk satu puasa. Jadi mana mungkin ia berniat selain utnuk Ramadhan? (Radd al-Muhtarr 2/378).
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS