Presiden Jokowi (Foto: BPMI Setpres) |
BorneoTribun Jakarta -- Tepat 88 tahun yang lalu atau pada 1 April 1933, lembaga penyiaran radio pertama milik bangsa Indonesia, Solosche Radio Vereeniging (SRV), berdiri di Surakarta.
Selanjutnya, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019, pemerintah menetapkan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) untuk memperingati lahirnya lembaga penyiaran yang menjadi awal mula penyiaran di Indonesia.
Dalam Peringatan Hari Penyiaran Nasional ke-88, yang merupakan peringatan perdana setelah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keppres tersebut, Presiden melalui sambutannya secara virtual mengingatkan lembaga penyiaran di Indonesia mengenai tuntutan keterbukaan dan kecepatan informasi yang dibutuhkan masyarakat.
“Saat ini kita berada pada era keberlimpahan informasi. Setiap orang dapat dengan cepat memperoleh informasi. Setiap orang dapat dengan mudah memproduksi informasi. Setiap orang dapat dengan segera menyebarluaskan informasi. Konsekuensinya, keberlimpahan dan keterbukaan informasi adalah sebuah kebutuhan,” ujarnya dalam sambutan virtual, Kamis (01/04/2021).
Kebutuhan akan adanya keterbukaan dan kecepatan informasi tersebut sangat terasa di masa pandemi saat ini di mana masyarakat mencari informasi mengenai upaya pencegahan penularan virus hingga langkah-langkah pemerintah dalam menangani pandemi.
Keterbukaan informasi juga lah yang menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan penanganan pandemi.
“Alhamdulillah, dengan informasi yang terbuka, transparan, akuntabel, bertanggung jawab, serta kerja sama antarsemua pihak, kita bisa segera membuat situasi kondusif dan terukur. Pemerintah juga dapat segera mengambil kebijakan yang tepat. Masyarakat juga dapat memahami dan menghadapi pandemi ini dengan informasi yang baik,” tuturnya.
Oleh karena itu, Kepala Negara dalam kesempatan tersebut menyampaikan ucapan terima kasih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga penyiaran baik di pusat maupun daerah, serta pihak terkait lainnya yang telah bekerja sama menyajikan informasi akurat dan aktual sejak awal penanganan pandemi.
Melalui edukasi untuk berdisiplin menjalankan protokol kesehatan serta menyebarluaskan berbagai kebijakan pemulihan ekonomi, masyarakat memperoleh informasi mengenai bagaimana seharusnya mereka dapat menghadapi situasi pandemi saat ini dengan aman dan tetap produktif.
Meski demikian, tantangan penyiaran dan pengelolaan informasi ke depannya akan semakin besar.
Digitalisasi informasi akan semakin mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi yang mana membutuhkan pengawasan secara berimbang.
“Kita harus sama-sama menjaga agar masyarakat bisa memberi informasi yang akurat, berkualitas dan edukatif, meningkatkan literasi informasi kepada masyarakat, serta mengembangkan kanal-kanal baru yang kreatif agar diminati masyarakat untuk memperoleh informasi yang sehat dan akurat,” kata Presiden.
Selain itu, seluruh pihak juga harus memiliki semangat untuk bersama membuat dunia penyiaran Indonesia menjadi lebih baik dalam berbagai aspek.
Mulai dari aspek konten siaran, industrinya, hingga tumbuh kembang media-media penyiarannya.
Masyarakat pun juga harus teredukasi sehingga semakin cerdas dan kritis dalam memilah serta menyikapi informasi yang diterima.
“Dengan perbaikan dan penataan ekosistem media penyiaran yang berkelanjutan, saya meyakini industri penyiaran Indonesia akan semakin kuat dan tangguh, semakin diminati masyarakat dengan tampilan dan konten yang semakin berkualitas dan mencerdaskan,” tandasnya. (BPMI SETPRES/UN)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS