Pusat Informasi Migran Tasmania menggelar program beasiswa sepak bola Remaja Multibudaya Tasmania tahun 2020. (Photo: Facebook/Migrant Resource Centre Tasmania) |
BorneoTribun Internasional -- Sepak bola telah membantu Rufta Gebrenit terhubung dengan komunitasnya, baik di dalam maupun di luar lapangan.
Ia datang ke Tasmania enam tahun lalu dari Afrika Timur sebagai seorang pengungsi. Namun ia tidak merasa menjadi bagian dari komunitasnya.
"Sebenarnya itu sangat buruk bagi saya karena saya tidak bisa berbahasa Inggris," katanya.
Diana Obeid, pengungsi asal Sudan Selatan, memiliki pengalaman serupa sewaktu ia datang ke Tasmania pada tahun 2007.
"Saya tidak bisa berbahasa Inggris. Saya benar-benar tidak tahu tentang budaya di sini. Jadi gegar budaya itu sangat besar. Ini membuat saya merasa sangat terkucil," kata Diana.
Jadi program baru itu membantu mendobrak penghalang-penghalang tersebut.
Proyek “My Community Champions” adalah bagian dari program Remaja Multibudaya Tasmania yang baru diluncurkan.
Program itu menggunakan olahraga untuk membantu remaja aktif secara fisik, berkomunikasi dan bersosialisasi.
Sally Thompson, koordinator program itu mengatakan, “Untuk membuat remaja perempuan aktif dan terlibat, olahraga dapat benar-benar membantu timbulnya rasa memiliki dan terlibat dalam komunitas yang lebih besar, jadi kami akan menggunakannya sebagai sarana di komunitas ini.”
Pusat Sumber Daya Migran Tasmania menjalankan program tersebut. Program itu mempekerjakan sembilan remaja dari latar belakang yang berbeda termasuk Obeid dan Gebrenit.
Mereka bertugas untuk mempromosikan olahraga di komunitas mereka.
"Beberapa remaja perempuan tertarik pada sepak bola, ada yang tertarik pada bola voli, bola basket. Jadi mereka akan memilih satu cabang olahraga dan kemudian, dalam 18 bulan berikutnya mereka akan menggelar sejumlah acara dan membuat remaja ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut," kata Thompson.
Para remaja yang terlibat dalam program itu berasal dari latar belakang yang berbeda dan dibesarkan dalam bahasa ibu yang berbeda-beda. Namun olahraga dapat dipahami oleh semua latar belakang budaya.
"Anda dapat ikut langsung bergabung, ambil bolanya, letakkan di tengah di lapangan, dan mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan berikutnya karena itu universal. Setiap orang tahu apa yang harus dilakukan dengan bola sepak," kata Obeid.
Sementara program itu berjalan baik, pusat remaja itu mencari mitra dengan kelab olahraga lainnya di seluruh negara bagian Tasmania untuk mendorong remaja yang memiliki latar budaya yang berbeda, aktif berpartisipasi di bidang olahraga.
Rufta menambahkan, program itu membantunya dalam berkomunikasi, mempelajari bahasa Inggris dan kemudian menambah teman baru. “Saya merasa nyaman,” lanjutnya
Bagi remaja-remaja perempuan ini, sepak bola lebih dari sekadar berolahraga, namun juga merupakan sebuah komunitas. [lj/uh]
Oleh: VOA Indonesia
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS