Sebelum Debat Perdana, 1Juta Penduduk AS Sudah Mulai Memilih Capres | Borneotribun.com

Kamis, 01 Oktober 2020

Sebelum Debat Perdana, 1Juta Penduduk AS Sudah Mulai Memilih Capres

Donald Trump dan Joe Biden
Donald Trump dan Joe Biden. (Foto: Istimewa)


BorneoTribun
- Pemilu Amerika Serikat (AS) masih sebulan lagi. Debat calon presiden sesi pertama juga baru digelar Selasa (29/9) atau Rabu (30/9) pagi waktu Indonesia. Meski begitu, sekitar satu juta penduduk AS sudah memilih. Mereka menyerahkan hak suaranya dengan memilih lebih awal ataupun mengirimkan balot via pos.


Beberapa negara bagian tidak hanya menawarkan absentee voting atau mengirim balot via pos saja. Tapi, mereka juga menggelar pemungutan suara lebih awal. Masing-masing negara bagian memiliki kebijakan berbeda. Total penduduk yang sudah memberikan hak suaranya mencapai 1.012.211 orang dari 13 negara bagian.


”Kami tak pernah melihat penduduk memberikan suaranya sedini ini dalam pemilu presiden sebelumnya,” ujar profesor ilmu politik di University of Florida Michael McDonald seperti dikutip The Independent. Dibandingkan momen 2016 lalu, hanya 9.525 orang yang memilih lebih awal.


Meski begitu, saat ini siapa yang bakal menang belum bisa dipetakan. Para pengamat politik kini lebih cenderung berhati-hati berkomentar. Pemilu sebelumnya menjadi pelajaran. Hillary Clinton dari kubu Demokrat yang begitu dijagokan, menang di hampir semua polling, mendapatkan popular vote, akhirnya kalah oleh Donald Trump.


Banyaknya penduduk yang memberikan suara lebih awal ini juga faktor pandemi Covid-19. Berdasar survei, total sepertiga penduduk AS berencana memberikan suara via pos. Sebanyak 48 persen warga yang ingin memberikan suara via pos adalah pendukung Joe Biden. Sedangkan pendukung Trump yang berencana menggunakan metode serupa hanya 23 persen. Republik sendiri mendorong agar pendukungnya datang ke tempat pemungutan suara (TPS) di hari H pemilu 3 November nanti.


Pilpres kali ini diyakini bakal lebih sengit dibanding empat tahun lalu. Trump sudah yakin bahwa hasil pemilu akan berakhir di MA. Presiden ke-45 AS itu meyakini, jika dia tidak menang, maka terjadi kecurangan dalam pilpres kali ini.


Tudingan itu bisa kian kuat. Sebab, pengamat asing yang rencananya terjun untuk melihat pemilu AS juga bakal berkurang banyak. Padahal, mereka bisa menjadi pihak independen yang bisa menilai benar terjadi banyak kecurangan atau tidak.


Berkurangnya pengamat dari luar ini juga disebabkan pandemi. Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) direkomendasikan mengirim 500 orang. Sebanyak 100 orang pengamat jangka panjang dan sisanya untuk jangka pendek. Ternyata, hanya 30 pengamat jangka panjang yang datang pekan ini.


Negara-negara anggota OSCE enggan mengirimkan banyak pengamat karena takut akan keselamatan mereka dan juga faktor pandemi. AS saat ini masih menjadi negara dengan angka penularan dan kematian Covid-19 tertinggi di dunia. Di sisi lain, Organization of American States (OAS), yang beranggota negara-negara Amerika Latin, mengaku belum mendapatkan undangan untuk mengirimkan pengamat pada pemilu nanti.


Sementara itu, materi debat presiden sesi pertama menjadi perbincangan banyak pihak. Masalah pajak Trump yang diungkap New York Times Minggu lalu (27/9) diyakini bakal menjadi pembicaraan dan senjata bagi Biden untuk menyerangnya. Sebelumnya, dia diyakini bakal menggunakan pandemi Covid-19 guna melemahkan argumen Trump dalam debat.(*)

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar