BorneoTribun - Kelompok pemerhati lingkungan, Greenpeace, Jumat (30/10), mengatakan China perlu mendaur ulang dan menggunakan kembali baterai bekas untuk kendaraan listrik untuk mengurangi kekurangan pasokan sekaligus mengurangi polusi dan emisi karbon.
Mengutip Reuters, Greenpeace melaporkan, meskipun penggunaan luas kendaraan listrik merupakan prakarsa lingkungan yang penting, tapi bisa makin memparah tekanan terhadap pasokan bahan baku utama, seperti lithium dan kobalt.
Baterai akan dipasang pada mobil listrik di jalur perakitan BYD di Shenzhen, China, 25 Mei 2016. (Foto: REUTERS/Bobby Yip) |
“Kami akan melihat gelombang pasang baterai EV tua menghantam China,” kata Ada Kong, manajer program senior Greenpeace Asia Timur. “Bagaimana tanggapan pemerintah akan memiliki konsekuensi besar bagi komitmen netral karbon Xi Jinping 2060.”
Greenpeace mengatakan sebanyak 12,85 juta ton baterai litium-ion EV tidak bisa digunakan di seluruh dunia antara 2021 dan 2030, sementara lebih dari 10 juta ton lithium, kobalt, nikel, dan mangan akan ditambang untuk memproduksi baterai baru.
Baterai yang digunakan kembali dapat digunakan sebagai sistem tenaga cadangan untuk stasiun 5G China atau digunakan kembali dalam sepeda elektronik, dan akan menghemat 63 juta ton emisi karbon dari pembuatan baterai baru.
Greenpeace mengatakan total permintaan global untuk penyimpanan energi dapat dipenuhi oleh baterai EV lama pada 2030.
China, pengguna EV dan produsen baterai EV terbesar di dunia, telah meluncurkan skema daur ulang baterainya sendiri untuk mengatasi perkiraan lonjakan utilisasi dan juga menerapkan sistem pelacakan yang akan melacak seluruh masa pakai baterai dari manufaktur hingga pembuangan. (VOA)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS