Ilustrasi: Mikroba yang ditemukan pada penis pria dapat berpindah pada vagina saat berhubungan seksual dan menyebabkan infeksi pada organ intim kewanitaan. (Foto: Istockphoto/ Andresr) |
BORNEOTRIBUN - Studi terbaru mendapati pria berperan dalam penularan vaginosis bakterialis atau bakteri vaginosis (BV) yang menyebabkan infeksi vagina pada wanita. BV merupakan infeksi vagina paling umum yang terjadi pada perempuan. Infeksi ini merupakan kondisi serius yang sulit diobati dan dihilangkan.
Infeksi ini paling umum terjadi pada perempuan berusia 15 hingga 44 tahun dengan gejala berupa nyeri vagina, gatal-gatal, rasa terbakar saat buang air kecil, keputihan, dan bau seperti ikan yang kuat terutama setelah berhubungan seksual.
Vaginosis memengaruhi 20 persen perempuan di seluruh dunia. Namun, banyak perempuan tidak mendapatkan perawatan dengan baik. Wanita dengan vaginosis lebih berisiko tertular HIV, klamidia, dan gonore. Pada wanita hamil, vaginosis dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau dengan berat lahir rendah.
Selama ini, vaginosis dianggap berkembang karena perkembangan bakteri di organ kewanitaan. Namun, studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Cellular and Infection Microbiology mendapati, pria dapat menularkan bakteri yang menyebabkan vaginosis. Mikroba yang ditemukan pada penis pria dapat berpindah pada vagina saat berhubungan seksual dan menyebabkan infeksi.
Temuan ini didapat setelah para ahli melakukan penelitian terhadap 168 pasangan di Kenya selama satu tahun. Pada awalnya, tidak ada wanita yang mengalami vaginosis bakterialis. Namun, di akhir penelitian, 31 persen wanita mengalami BV.
Melalui analisis komputer, peneliti mendapati korelasi atau hubungan sebab-akibat antara mikroba pada penis pria yang mengakibatkan vaginosis bakterialis pada wanita. Peneliti berhasil mengidentifikasi 10 bakteri dalam penis pria yang secara akurat dapat memprediksi terjadinya BV pada pasangan wanita.
Peneliti pun merekomendasikan pengobatan pada pria untuk menghilangkan mikroba yang menyebabkan vaginosis bakterialis.
"Perawatan pasangan seks pria mungkin menjadi strategi baru. Saya ingin para dokter, peneliti, dan masyarakat melibatkan pasangan seks pria dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi wanita. Bukan untuk menyalahkan satu pasangan atau yang lain, tetapi untuk meningkatkan pilihan dan peluang demi meningkatkan kesehatan reproduksi, dan mudah-mudahan mengurangi stigma dari BV," kata peneliti dari University of Illinois Supriya Mehta, dikutip dari CNN.
Pengobatan antibiotik BV pada perempuan sejauh ini belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Sekitar 50 persen perempuan yang menerima pengobatan itu mengalami kekambuhan setelah 6 bulan. Data dari CDC, lebih dari 21 juta perempuan mengalami vaginosis bakterialis di Amerika Serikat, tapi hanya 4 juta yang mendapatkan perawatan dan mayoritas tidak efektif.
"Jadi, kami membutuhkan pendekatan yang lebih efektif terhadap pengobatan BV," kata Mehta.(cnn/ptj/asr)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS