Ilustrasi ekspor. Nilai ekspor Indonesia ke China periode semester I 2020 mencapai US$13,77 miliar, naik dari periode semester I 2019 senilai US$12,32 miliar. (ANTARA FOTO/Dewi Fajriani) |
BORNEOTRIBUN | JAKARTA - Menlu Retno Marsudi melaporkan ada peningkatan ekspor Indonesia ke China sebesar 11,74 persen. Artinya, periode semester I 2020 nilai ekspor sebesar US$13,77 miliar, meningkat dari periode semester I 2019 sebesar US$12,32 miliar.
"Dengan kenaikan ekspor ini dan penurunan impor RRT (Republik Rakyat Tiongkok) ke Indonesia sebesar 11,86 persen, maka angka defisit Indonesia bisa ditekan sebesar 46,08 persen," kata Retno dalam konferensi pers virtual pada Kamis (20/8).
Di tengah pandemi Covid-19, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan dalam negeri surplus US$3,26 miliar secara bulanan pada Juli 2020.
Menurut Kepala BPS, Suhariyanto surplus terjadi karena ada peningkatan ekspor pada Juni 2020 dan ada penurunan impor. Nilai ekspor tercatat mencapai US$13,73 miliar sedangkan nilai impor hanya US$10,47 miliar.
Sementara itu, Retno juga melaporkan ada peningkatan investasi. Investasi pada semester I 2020 bernilai US$2,4 miliar atau meningkat 9 persen dibanding pada semester I 2019 senilai US$2,2 miliar.
Hingga kini, lanjut Retno, China masih menduduki peringkat kedua terbesar untuk urusan investasi setelah Singapura.
Tahun ini Indonesia mematok target investasi sebesar Rp817,2 triliun. Sedangkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi yang masuk sebesar Rp402,6 triliun pada semester I 2020. Artinya realisasi investasi di tengah pandemi mencapai 49,3 persen dari target.
Di sisi lain dalam pertemuan antara Indonesia dan China yang diwakili Menlu China Wang Yi, Indonesia mengusulkan pembentukan Join Working Group for Trade.
"Guna memfasilitasi berbagai hambatan perdagangan dan memfasilitasi makin dibukanya pasar Tiongkok bagi produk Indonesia," imbuh Retno.
Retno bersama Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir dalam kunjungannya di Sanya, China, juga membicarakan pengembangan vaksin juga kasus yang menimpa ABK Indonesia di kapal ikan China.
Untuk vaksin, Bio Farma menandatangani kerjasama dengan perusahaan farmasi China, Sinovac. Kerjasama ini memungkinkan jaminan sediaan vaksin untuk Indonesia.
Sedangkan untuk kasus ABK Indonesia di kapal ikan China, Retno menilai ini sudah bukan persoalan antara swasta tetapi juga urusan pemerintah.
"Indonesia meminta kerjasama untuk keperluan Mutual Legal Assistance guna keperluan saksi dari warga negara Tiongkok, investigasi transparan atas tuduhan perdagangan manusia di kapal Long Xin 629. Dan permintaan ini ditanggapi dengan positif oleh State Councillor dan Menteri Luar Negeri RRT," kata Retno.(*)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS