Pentingnya Deteksi Dini Lupus: Menghindari Kesalahan Diagnosis Mandiri | Borneotribun.com

Sabtu, 18 Mei 2024

Pentingnya Deteksi Dini Lupus: Menghindari Kesalahan Diagnosis Mandiri

Pentingnya Deteksi Dini Lupus: Menghindari Kesalahan Diagnosis Mandiri. (Gambar ilustrasi)
Pentingnya Deteksi Dini Lupus: Menghindari Kesalahan Diagnosis Mandiri. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Penyakit lupus, yang kerap dijuluki sebagai "si seribu wajah" karena gejalanya yang mirip dengan banyak penyakit lain, memerlukan diagnosis medis yang akurat. 

Diagnosis mandiri atau "self diagnosis" sering kali menyesatkan dan dapat membuat gejala lupus keliru dianggap sebagai rheumatoid arthritis (RA) karena kemiripan gejalanya.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE), atau yang lebih dikenal dengan lupus, adalah penyakit reumatik autoimun yang dapat menyerang berbagai organ tubuh dengan beragam gejala. 

Jika tidak segera ditangani, lupus bisa menyebabkan kerusakan organ yang lebih parah dan bahkan kematian. 

Pada tahap awal, penderita lupus mungkin tampak sehat karena gejalanya yang minim, namun pemeriksaan mendalam dapat mendeteksi keberadaan penyakit ini lebih cepat.

Menurut data Google Trends Indonesia pada Senin, pencarian terkait lupus digunakan oleh 80 persen peselancar dunia maya, lebih rendah dibandingkan pencarian terkait rheumatoid arthritis (RA) yang mencapai 120 persen. 

Kueri, yang merupakan instruksi khusus untuk mengekstraksi data dari pangkalan data, menunjukkan bahwa lupus sering keliru dianggap sebagai RA jika pencariannya tidak tepat. 

Nyeri sendi adalah salah satu gejala umum lupus yang paling parah dirasakan saat bangun tidur.

Namun, nyeri sendi bukan satu-satunya gejala lupus. Gejala khas lainnya termasuk ruam berbentuk kupu-kupu di pipi atau hidung, tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki, urine keruh atau berbusa, anemia, trombosit rendah, pusing, sakit kepala, kejang, hipersensitif terhadap sinar matahari, dan penumpukan cairan di paru-paru atau perut.

Wanita dengan riwayat keluarga yang pernah mengidap lupus disarankan untuk lebih waspada terhadap gejala-gejala ini dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. 

Dokter spesialis penyakit dalam-konsultan reumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. RM Suryo Anggoro KW, SpPD-KR, mengatakan, "Jika ada keluhan, berobat ke dokter umum dulu. Mereka yang akan menentukan apakah pengobatannya menuju penyakit tertentu atau perlu dirujuk ke faskes berikutnya."

Penanganan lupus bertujuan mengendalikan peradangan, meringankan gejala, dan mencegah kerusakan organ. 

Obat-obatan yang digunakan adalah yang menekan sistem imun agar tidak menyerang sel sehat. Penggunaan suplemen yang diklaim meningkatkan kekebalan tubuh sebaiknya dihindari karena dapat membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi. 

Terapi pengobatan lupus didasarkan pada pengamatan dokter terhadap kondisi pasien untuk mendeteksi apakah aktivitas lupus telah mencapai remisi, yaitu kondisi di mana gejala penyakit lupus terlihat minimal.

Remisi lupus tidak berarti berhenti berobat. Biasanya, dokter menargetkan remisi pada bulan keenam pengobatan, terutama pada pasien dengan gejala ginjal. 

Pengobatan perlu dilanjutkan hingga remisi tercapai terus-menerus, setelah itu dosis obat bisa diturunkan atau dihentikan. 

Tes anti-double-stranded DNA (anti-dsDNA) digunakan untuk memantau aktivitas penyakit dan memastikan apakah lupus sudah mencapai remisi.

Selain pengobatan, gaya hidup sehat juga berperan penting dalam mengurangi gejala lupus. 

Mengatur waktu istirahat, berhenti merokok, mengelola stres, diet khusus ginjal, dan olahraga ringan seperti berjalan kaki 6.000 langkah sehari dapat membantu mengurangi risiko lupus. 

Menghindari paparan sinar matahari berlebihan, infeksi, dan obat-obatan tertentu juga penting untuk mengurangi risiko serangan lupus.

Tidak ada tes tunggal yang dapat memastikan seseorang menderita lupus. Dokter menggunakan berbagai metode, termasuk tes penghitungan sel darah lengkap (complete blood count), analisis urine, pemeriksaan ANA (antinuclear antibody), pemeriksaan imunologi, tes komplemen, serta pemindaian jantung (ekokardiogram) dan paru-paru (foto rontgen) untuk mendiagnosis lupus secara akurat.

Dengan mengenali gejala dan faktor risiko lupus, serta melakukan pemeriksaan medis secara berkala, pasien dapat mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat, sehingga risiko komplikasi serius akibat lupus dapat diminimalkan.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar